Rabu, 28 Juli 2010

Candi Bojong Menje


Paparan tentang penggunaan metodde arkeologi meliputi tahap observasi, tahap deskripsi, dan tahap ekplanasi dalam menangani situs Bojongmenje.

Dalam penerapannya di lapangan, data arkeologi secara umum dikumpulkan melalui tiga dasar, yaitu observasi meliputi kegiatan penjajagan, survei (termasuk wawancara) dan ekskavasi. Masing-masing metode menunjuk cara kerja yang berbeda yang berbeda tergantung pada sifat keletakan data. Misalnya data yang ada di permukaan tanah, di dalam tanah, dan dibawah air. Selain itu, diterapkan juga tata cara pengumpulan data secara spesifik dengan menggunakan teknologi yang tinggi, misalnya pemanfaatan foto udara. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan survei di lapangan, terdapat tiga cara kerja, yaitu survey permukaan tanah, survey bawah permukaan tanah, dan survei udara. Implikasinya, pelaksanaan ekskavasi juga akan mencakup ekskavasi arkeologi darat (terrestrial archaeology) dan ekskavasi arkeologi bawah air (underwater archaeology).

Dalam hal ini saya akan menganalisis bagaimana penggunaan metode arkeologi dalam menangani situs Bojongmenje. Bojongmenje ditemukan secara tidak sengaja oleh karena itu sifat datanya terbatas. Walaupun begitu untuk bisa menemukan data tentang keberadaan candi Bojongmenje maka bisa menggunakan metode arkeologi.

Untuk melaksanakan penelitian arkeologi menurut aturan dalam metode arkeologi yang pertama melakukan tahapan observasi. Tahapan observasi ini meliputi:

1. Penjajagan

Penjajagan dalam arkeologi adalah pengamatan tinggalan arkeologi di lapangan untuk memperoleh gambaran tentang potensi data arkeologi dari suatu tempat areal. Seperti jenis tinggalan arkeologi atau luas situs atau luas situs. Dalam penjajagan ini, peneliti melakukan pengamatan terhadap keadaan lingkungan dan pencatatan tentang jenis tinggalan arkeologi (archaeological remains) kemudian menandai ke dalam data ( plotting). Penjajagan ini memberikan 2 kemungkinan. Yaitu:

  1. merupakan langkah awal bagi penyusunan awal bagi penyusunan strategi penelitian berikutnya. atau
  2. langsung menghasilkan interpretasi dari suatu situs berdasarkan catatan yang telah dibuat oleh peneliti.

Penjajagan untuk situs Bojongmenje

Situs Bojongmenje secara administratif termasuk di dalam wilayah Kampung Bojongmenje, Desa Cangkuang, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Secara geografis berada pada posisi 6°50‘47” LS dan 107°48‘02” BT (berdasarkan peta topografi daerah Sumedang lembar 4522-II). Di kawasan Rancaekek selama ini belum ada laporan atau temuan mengenai adanya objek purbakala.

Geomorfologi kawasan situs Bojongmenje secara umum merupakan dataran bergelombang dengan ketinggian antara 620 hingga 1700 m di atas permukaan laut. Situs Bojongmenje berada pada ketinggian sekitar 675 m di atas permukaan laut. Dataran rendah berada di bagian selatan dan barat, sedangkan bagian utara dan timur merupakan perbukitan. Bukit-bukit tersebut antara lain G. Bukitjarian (1282 m), G. Iwiriwir, Pr. Sumbul (949 m), G. Kareumbi, G. Kerenceng (1736 m), G. Pangukusan (1165 m), Pr. Sodok, Pr. Panglimanan, Pr. Dangusmelati, Pr. Serewen (1278 m), G. Buyung, dan beberapa puncak lainnya (berdasarkan peta topografi daerah Sumedang.

Dataran rendah di mana situs berada dialiri beberapa sungai. Sungai-sungai tersebut bermata air dari kawasan pegunungan di sebelah utara dan timur. Di kawasan paling barat mengalir Sungai Cikeruh. Ke arah timur berturut-turut terdapat aliran sungai Cikijing, Cimande, dan Citarik. Sungai Cikijing dan Cimande bersatu dengan Citarik. Sungai Cimande yang mengalir di dekat situs, di sebelah timur situs bermula dari arah selatan ke utara kemudian berbelok ke arah barat. Di sebelah barat laut situs sungai ini kemudian berbelok lagi ke arah selatan.

Lokasi berada pada lahan kuburan yang dikelilingi areal pabrik, di sebelah selatan jalan raya Bandung–Tasikmalaya. Untuk menuju situs hanya dapat melalui lorong di antara padatnya perumahan penduduk dan tembok pagar pabrik. Panjang lorong dari jalan raya hingga lokasi situs sekitar 125 m. Lahan kuburan di mana terdapat bangunan candi, berada pada sebelah selatan kelokan sungai Cimande berjarak sekitar 75 m.

Runtuhan candi berada di bagian sudut barat laut lahan kuburan, pada tanah yang menggunduk. Gundukan tanah ini tingginya sekitar 1 m dari lahan sekitar. Pada bagian puncak gundukan ditumbuhi pohon bungur. Menurut cerita masyarakat, candi ini memang sudah lama diketahui. Dahulu di lokasi ini pernah terdapat arca batu menggambarkan sosok wanita menimang bayi. Arca tersebut dahulu sering untuk main-main dan seringkali dilemparkan ke sungai. Berdasarkan keberadaan arca ini masyarakat menamakannya Candi Orok. Di sebelah timur candi ini dahulu juga terdapat candi dan beberapa arca yang berjajar. Masyarakat menamakannya Candi Wayang. Selain di sebelah timur, di sebelah barat juga terdapat bangunan candi.

Itulah paparan mengenai proses penjajagan atau pengamatan awal mengenai situs bojongmenje. Setelah mekalukan penjajagan atau pengamatan awal lalu melakukan apa yang di namakan Survei

2. Survei

Survei adalah pengamatan tinggalan arkeologi disertai dengan analisis yang dalam. Selain itu, survey juga dapat dilakukan dengan cara mencari informasi dari penduduk. Tujuan survey untuk memperoleh benda atau situs arkeologi yang belum pernah ditemukan sebelumnya ataun penelitian ulang terhadap benda atau situs yang pernah yang diteliti. Survei dapat pula berarti melacak berita dalam literature atau data, karena adanya laporan temuan. Adapun kegiatan survey terdiri : Survei permukaan, survey bawah tanah, Survei bawah air, survey udara, dan wawancara.

Berkaitan dengan situs bojongmenje, situs candi Bojongmenje ditemukan tidak sengaja oleh warga yang sedang menggali tanah untuk menguruk gang dekat lokasi candi. Sampai saat ini belum ditemukan sumber tertulis yang menjelaskan hubungan Candi Bojongmenje dengan kerajaan tertentu yang pernah ada di Jawa Barat namun, berdasarkan temuan-temuan arkeologi di situs Bojongmenje, diperkirakan bahwa candi tersebut dibangun pada abad ke-7 dan ke-8. Dengan demikian, usia Candi Bojongmenje lebih tua dibandingkan dengan usia candi-candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur atau setidaknya setara dengan Candi Dieng di Jawa Tengah.

Untuk meneliti situs candi Bojongmenje digunakan survei permukaan yaitu kegiatan dengan cara mengamati permukaan tanah dari jerak dekat. Candi Bojongmenje dibangun dari batu andesit, berdenah dasar bujur sangkar dengan sisi sepanjang 6 m. Bentuk bangunan candi sangat sederhana dan dindingnya hanya terdiri satu lapis tanpa hiasan relief. Kesederhanaan tersebut menjadi petunjuk bahwa peradaban manusia yang membuatnya masih lebih sederhana dibandingkan dengan peradaban pada masa pembangunan Candi Prambanan dan Candi Barabudur. Di lingkungan candi ditemukan yoni yang menunjukkan bahwa Candi Bojongmenje berlatar belakang agama Hindu Syiwa.

Setelah melakukan observasi lalu melakukan apa yang dinamakan dengan tahapan deskripsi. Tahapan deskripsi ini disebut juga pengumpulan data awal. Pengumpulan data itu lalu dihimpun dalam catatan kecil mengenai penelitian arkeologi.

Catatan awal :

- Runtuhan candi berada di bagian sudut barat laut lahan kuburan, pada tanah yang menggunduk

- Untuk menuju lokasi candi ini mesti melewati sebuah gang sempit dengan tembok pagar pabrik yang menjulang tinggi.

- Tempat ditemukannya candi ini sendiri menempel dengan tembok pagar pembatas pabrik.

- Secara umum ekskavasi telah menampakkan denah candi berbentuk bujur sangkar berukuran sekitar 6 X 6 m, bila diukur pada bagian ojief (bingkai padma, sisi genta) dan sekitar 7,5 X 7,5 m bila diukur pada batu paling bawah.

- Bahan utama yang dipergunakan adalah batuan volkanik, meskipun pada beberapa kotak gali ditemukan bata.

- Runtuhan candi berada di bagian sudut barat laut lahan kuburan, pada tanah yang menggunduk. Gundukan tanah ini tingginya sekitar 1 m dari lahan sekitar.

- Pada bagian puncak gundukan ditumbuhi pohon bungur.

- Di sebelah timur candi ini dahulu juga terdapat candi dan beberapa arca yang berjajar.

Tahap terakhir ialah ialah tahapan ekplanasi. Tahapan ekplanasi ini kalau dalam ilmu sejarah bisa disebut dengan tahapan historiografi.

EKPLANASI ( Tulisan arkeologi )

Dalam ekskavasi di situs Bojongmenje, pembukaan kotak dilakukan dengan teknik spit, yaitu menggali tanah secara arbitrer dengan interval ketebalan 20 cm. Ekskavasi yang telah dilakukan berhasil membuka 21 kotak gali dan sebuah lubang uji. Pembukaan kotak gali, pada umumnya mencapai kedalaman sekitar 150 cm. Ekskavasi pada 21 kotak gali tersebut telah menampakkan sisa struktur candi bagian kaki. Struktur kaki candi sisi barat (sebagian telah digali masyarakat setempat) yang tersisa terdiri 5 hingga 7 lapis batu. Bagian sudut barat daya terlihat melesak.

Struktur kaki sisi utara tidak dapat ditampakkan secara keseluruhan karena berada dekat sekali dengan tembok pabrik. Beberapa batu runtuhan berada di bawah pondasi pagar tembok pabrik. Sudut timur laut tidak dapat ditampakkan sama sekali karena berada tepat di bawah pagar tembok pabrik.

Struktur sisi timur ditemukan dalam keadaan tidak lengkap. Beberapa batu ditemukan dalam keadaan terpotong akibat aktivitas penduduk membuat lubang galian kuburan. Sudut tenggara dapat ditampakkan secara penuh. Beberapa batu bagian ini juga rusak akibat galian kuburan. Struktur sisi selatan keadaannya relatif utuh dalam arti tidak rusak akibat penggalian untuk kuburan.

Secara umum ekskavasi telah menampakkan denah candi berbentuk bujur sangkar berukuran sekitar 6 X 6 m, bila diukur pada bagian ojief (bingkai padma, sisi genta) dan sekitar 7,5 X 7,5 m bila diukur pada batu paling bawah. Bahan utama yang dipergunakan adalah batuan volkanik, meskipun pada beberapa kotak gali ditemukan bata. Batu kulit hanya terdiri satu lapis. Batu isian berupa batu-batu polos tidak dibentuk. Kebanyakan batu isian berbentuk panjang disusun secara melintang (berpotongan dengan struktur sisi).

Bata ditemukan dibeberapa kotak gali. Ukuran bata berkisar antkara tebal 9 cm, lebar 20 cm, dan panjang 40 cm. Pada akhir spit, yaitu dimana terdapat batu pondasi bangunan candi, tanah di sekitarnya diperkeras dengan pecahan bata dan kerikil. Pada setiap kotak gali, penggalian pada kedalaman sekitar 1 m terganggu oleh resapan air tanah yang cukup deras. Sehingga pada setiap penggalian harus selalu berpacu dengan cepatnya genangan air..

PENGAKUAN SETIAP UMAT ISLAM

Kalau kita ditanya mengapa umat islam ketika agama dan Tuhannya dilecehkan mereka akan marah besar ?, walaupun secara kualitas dalam beribadah mereka sangat kurang. Sebenarnya untuk menjawab persoalaan ini, kita harus mengkaji terlebih dahulu tentang apa itu islam, dan apa kultur budaya islam itu sendiri.
Di dalam diri setiap manusia secara sadar atau tidak sadar mempunyai naluri untuk beragama (Gharizahtun Taddayun) artinya ada rasa keinginan seseorang menyembah sesuatu yang lebih tinggi derajatnya dari manusia itu sendiri, apapun itu bentuknya. Ketika orang-orang menyatakan bahwa mereka anti-Tuhan atau Atheis sekalipun penganut kaum komunis, sebenarnya mereka telah mengalihkan naluri itu ke hal yang bersifat materi, dan hal itulah yang mereka agung-agungkan selama ini.
Dengan kita mengetahui bahwa di dalam diri manusia itu terdapat naluri seperti itu, maka kita tidak boleh heran lagi ketika simbol-simbol umat islam dilecehkan,maka serentak umat islam akan marah besar. Jangankan umat islam yang jelas-jelas mempunyai agama dan Tuhan, orang Atheis pun akan marah apabila symbol-simbol materi mereka dilecehkan. Kemarahan umat islam ketika adanya penghinaan terhadap symbol-simbol agamanya itu merupakan reaksi spontanitas dari adanya naluri keberagamaan tadi terlepas dari bagaimana kualitas beribadah mereka yang penting buat mereka menyalurkan naluri keberagamaannya
Selain itu adanya ikatan budaya di dalam diri umat islam yang kuat sehingga membentuk rasa kebersamaan yang akhirnya menimbulkan rasa sepenanggungan di antara mereka. Mereka secara naluri mempunyai kesamaan dalam hal beragama sehingga ada perasaan komulatif yang sama tentang memahami agama. Oleh karena itu hal-hal yang menyangkut masalah agama adalah hal yang brsifat sensitive bagi mereka yang harus disikapi dengan serius. Sikap sensitive ini muncul karena mereka menganggap bahwa agama adalah hal yang suci yang tidak boleh dipermain-mainkan.
Kultur atau kebiasaan semacam itu timbul dikalangan umat islam, sehingga sikap seperti itu mengalahkan hal-hal yang penting lainnya seperti mengenai inti dari ajaran agamanya seperti ketauhidan. Yang terjadi adalah mereka hanya mempunyai sikap rela membela secara habis-habisan ketika agamanya dilecehkan bahkan ada yang berani maju di depan untuk membelanya, tetapi disisi lain ketika substansi dari ajaran agamanya harus ditegakkan oleh individu-individu malahan mereka kurang menanggapi, malahan acuh-tak acuh. Yang disebut subtansi dari ajaran agama itu ialah intinya yang tak lain amar ma’ruf nahi mungkar ( menjalankan segala perintahnya dan menjauhi larangannya). Walaupun tidak semua umat islam mempunyai sikap seperti itu, tetapi kebanyakan dari kalangan umat islam mempunyai sikap seperti itu. Sikap membela agama merupakan hal yang baik, tetapi alangkah lebih baik lagi disertai dengan menegakan agama itu sendiri.
Oleh karena sikap pembelaan agama yang tidak disertai oleh pemahaman secara mendalam mengenai agama yang dibelanya akan menyebabkan lemahnya pembelaan kita. Oleh karena itu mari kita bela agama kita dengan disertai dengan kualitas keberagamaan kita yang baik sehingga apa yang kita pertahankan mempunyai makna yang berarti. Jangan sampai kita berbicara tanpa kita memahami apa yang kita bicarakan itu..

Interpretasi Sejarah

INTERPRETASI
Fakta Sejarah dan Interpretasi Umum
Ilmu pengetahuan historis menurut Popper adalah ilmu pengetahuan yang tertarik pada peristiwa-peristiwa spesifik dan penjelasannya. Sejarah sering dideskripsikan sebagai peristiwa-peristiwa masa lalu sebagaimana peristiwa itu benar-benar terjadi secara aktual. Popper menyatakan bahwa dalam sejarah tidak teori-teori yang mempersatukan. Dalam artian, kumpulan hukum universal yang sepele digunakan dan diterima begitu saja (are taken for granted).
Dalam sejarah, fakta-fakta yang tersedia sangat terbatas dan tidak dapat diulang serta diimplimentasikan sesuai keinginan kita. Fakta-fakta sejarah telah dikumpulkan sesuai dengan sudut pandang yang telah ada, yang disebut sebagai sumber-sumber sejarah. Sumber-sumber sejarah hanya mencatat fakta-fakta yang tampilannya cukup menarik untuk dicatat, sehingga biasanya sumber-sumber sejarah hanya berisi fakta yang sesuai dengan teori yang sudah ada. Tidak tersedianya fakta-fakta lebih jauh membuat pengujian terhadap teori itu atau teori lain tidak dimungkinkan. Teori historis yang tidak dapat diuji itu dapat dituduh bersifat sirkular. Sehingga teori ini tidak dapat dikatakan sebagai teori ilmiah tapi lebih pas dikatakan sebagai interpretasi umum (teori-teori historis yang bertentangan dengan teori ilmiah).Sejarahwan sering tidak melihat interpretasi lain yang sesuai dengan fakta dan diri mereka sendiri.
Interpretasi harus berbicara sendiri. Kemampuan interpretasi adalah menguraikan fakta-fakta sejarah dan kepentingan topik sejarah, serta menjelaskan masalah kekinian. Tidak ada masa lalu dalam konteks sejarah yang benar-benar aktual terjadi. Yang ada hanyalah interpretasi-interpretasi historis. Tidak ada interpretasi yang bersifat final. Sehingga, setiap generasi berhak mengkerangkakan interpretasinya sendiri. Bukan hanya mengkerangkakannya, setiap generasi juga wajib melakukan interpertas sendiri.
Persoalan krusial kita, bagaimana sulitnya kita berhubungan dengan masa lalu. Namun, di sisi lain kita ingin melihat garis yang bisa membawa kemajuan menuju solusi atas apa yang kita rasakan dan apa yang kita pilih sekarang-masa depan. Jika kebutuhan ini tidak kita jawab secara rasional dan jujur, maka kita akan kembali jatuh pada interpretasi historisis yang tak lebih dari keputusan historisis.
Kemungkinan Interpretasi Baru dalam Sejarah
Adanya interpretasi lain tentang sejarah merupakan hal yang sangat mungkin. Hal ini dikarenakan banyak interpretasi, bahkan semua interpretasi belum tentu memberikan manfaat yang sama. Pandangan ini didasarkan pada 3 argumen, yaitu:
• Selalu ada interpretasi-interpretasi yang sama sekali tidak bersesuaian dengan laporan sejarah yang disepakati.
• Ada beberapa interpretasi yang memerlukan sejumlah hipotesisi yang kurang lebih bersifat membantu jika mereka hendak bebas dari falsifikasi yang dilakukan oleh laporan.
• Ada beberapa interpretasi yang tidak mampu mengubungkan fakta-fakta yang dapat dihubungkan oleh interpretasi lain.
Tiga landasasan ini jika kita praktekan akan membawa kemajuan bagi interpretasi sejarah. Pemahaman merasa cukup dengan satu interpretasi baku saja yang selama ini menjangkiti para sejarahwan mesti ditinggalkan.
Kita baru dapat menguji suatu teori jika kita memperhitungkan contoh-contoh yang berlawanan. Interpretasi-interpretasi bisa bersifat bertentangan. Namun, hal ini tidak akan menjadi masalah apabila kita meletakkannya sebagai kristalisasi-kristalisasi sudut pandang yang saling melengkapi.
Dalam buku Metode Sejarah karangan Nina H Lubis interpretasi atau penafsiran sering disebut sebagai biang subyektivitas. Di satu sisi pernyataan itu benar karena tanpa penafsiran sejarawan, data tidak bisa berbicara. Sejarawan yang jujur , akan mencantumkan data dan keterangan dari mana data itu diperoleh..
Interpretasi itu ada dua macam, yaitu analisis dan sintesis. Analisis disini berarti menguraikan dan sintesis menyatukan. Menurut Garraghan, ada lima jenis interpretasi (dalam kategori analisis maupun sintesis menurut Kuntowijoyo), yaitu:
1. Interpretasi Verbal
2. Interpretasi teknis
3. Interpretasi logis
4. Interpretasi psikologis
5. Interpretasi factual
1. Interpretasi Verbal
Interpretasi ini berkaitan dengan beberapa factor, yaitu bahasa, perbendaharaan kata (vocabulary), tata bahasa, konteks, dan terjemahan
2.Interpretasi Teknis
Interpretasi teknis dari sebuah dokumen didasarkan pada dua pertimbangan, pertama yaitu tujuan penyusunan dokumen, dan kedua, bentuk tulisan persisnya. Yang dimaksudkan tujuan disini, adalah bahwa si penulis dokumen bukan semata-mata bertujuan menyampaikan informasi, mungkin saja ada tujuan lainnya.
3. Interpretasi Logis
Interpretasi logis yaitu interpretasi yang didasarkan atas cara berpikir logis. Artinya berdasarkan cara berpikir yang benar. Jadi dalam menafsirkan sebuah dokumen itu secara keseluruhan berisi sebuah gagasan yang logis.

4. Interpretasi Psikologis
Interpretasi psikologis adalah interpretasi tentang sebuah dokumen yang merupakan usaha untuk membacanya melalui kacamata si pembuat dokumen, untuk memperoleh titik pandangnya. Interpretasi ini berhadapan dengan kehidupan mentalitas si pembuat dokumen,yang menyangkut dua aspek, yaitu general (umum) dan individual. Yang bersifat umum, artinya mentalitas yang berlaku untuk semua orang, sedangkan yang bersifat individual artinya mentalitas khusus si pembuat dokumen yang mempengaruhi tulisannya yang dapat dilihat jejaknya dalam karya yang ditulisnya.
5. Interpretasi Faktual
Interpretasi jenis ini tidak didasarkan atas kata-katanya tetapi terhadap faktanya. Dalam hal ini yang menjadi titik berat adalah membiarkan fakta “berbicara” sendiri, tanpa perlu membuat interpretasi macam-macam, sehingga interpretasi factual bisa dikatakan mengatasi lainnya
Mengingait kemungkinan untuk melepaskan diri dari unsure subjektif seperti yang disebut di atas, jelas bahwa seorang peneliti sejarah harus berusaha sekeras-kerasnya untuk menghindarkan dari unsur tersebut. Paling aman, menurut Garraghan, hindarkanlah membuat terlalu banyak interpretasi, sedapat-dapatnya pakailah fakta-fakta” yang sudah bisa bicara dengan sendirinya” (Garraghan.1946:332)

OBJEKTIVITAS DALAM PENGKAJIAN SEJARAH
Sebenarnya dalam praktek penulisan sejarah istilah subjektif dan objektif, dapat disamakan dengan terpengaruh tidaknya seorang sejarawan oleh nilai-nilai tertentu. Tetapi yang kita ketahui bahwa Penulis sejarah mencatat fakta-fakta yang terjadi pada masa lalu. Catatan itu mereka katakan merupakan karya ilmiah yang objektif. Peristiwa yang ditulis itu diyakini benar-benar pernah terjadi pada masa lalu. Ketika sejarah ditulis, ada proses kerja yang dilakukan ilmuan dalam melihat masa lalu. Ada faktor waktu yang bermain dalam penulisan sejarah. Ilmuan sejarah yang hidup pada masa sekarang melihat kejadian yang terjadi pada masa lalu. Sudah tentu dia akan dipengaruhi oleh situasi dan kondisi saat ia melakukan kerja. Padahal yang ia teliti sesuatu yang tidak ia alami. Apalagi kejadian masa lalu memiliki latar sosio-historis yang berbeda dengan kondisi sekarang. Oleh karena itu, keobjektifan penulisan sejarah oleh sejarahwan patut dipertanyakan.
Pelukisan sejarah dikatakan objektif apabila hanya objek penulisan sejarah dapat diamati. Kaum objektivisme cendrung membela kemungkinan penulisan sejarah yang objektif. Mereka memberikan alasan-alasan kenapa penulisan sejarah yang objektif dapat dilakukan, yaitu:
1. Ketika Memilih Objek Penelitian
Dalam memilih objek penelitian seorang sejarahwan mungkin didorong oleh pertimbangan subjektif karena pilihan itu ditentukan oleh kesukaan pribadi seorang sejarawan. Namun, tidak berarti hasil penelitiannya juga bersifat subjektif. Sebenarnya kasus seperti tidak hanya untuk sejarawan juga tetapi dialami juga oleh ilmuan-ilmuan yang lain .
2. Keterikatan pada Nilai-Nilai
Terkait dengan masalah bahwa sejarahwan tidak mungkin lepas dari perbedaan nilai antara masa yang ia teliti dengan masa ia meneliti, dapat dipecahkan dengan menetapkan nilai-nilai yang dulu dianut oleh masyarakat dan menetapkannya sebagai pijakan.Dalam hubungan ini, ada gunanya kitra ingat akan perbedaan antara “Wertbeziehung” dan Wertung”, seperti pernah diperkenalkan oleh Max Weber (1884-1920), seorang ahli sosiologi dan sejarah. Kita mengadakan “ Wertbezeihung” (pertalian dengan nilain-nilai), bila kita menerangkan perbutan seorang pelaku sejarah, sambil menghubungkan perbuatan itu dengan nilai-nilai yang umum dianut dalam masyarakat pada zaman itu

3. Alasan Seleksi
‘Sejarahwan dalam kajiannya menyeleksi bahannya, memilih apa yang dicantumkan dan apa yang tidak mengenai peristiwa-peristiwa masa lalu. Tindakan ini tidak bisa dikatakan subjektif karena seorang sejarahwan tidak dapat menyajikan salinan lengkap mengenai kenyataan historis. Dengan segala kekayaannya, tetapi ini tidak mengurangi objektivitas penelitiannya Laporan yang objektif tidak mesti suatu laporan yang lengkap
4. Alasan antiskeptisisme atau antirelativisme
Menurut aliran subjektivis, semua penulisan sejarah dapat dikaitkan dengan nilai-nilai yang dianut oleh seorang sejarahwan atau yang umum diterima pada saat ia menulis uraian historis. Paham ini menjurus ke relativisme dan skeptisisme sejarah. pendapat ini dapat dilumpuhkan dengan cara pembuktian dan menggunakan kriteria untuk menunjukkan mana pengetahuan historis yang objektif dan yang dapat dipercaya.
5. Alasan dan Sebab-Musabab
Subjektivis mengatakan penulisan sejarahwan selalu dapat diterangkan dengan berpangkal pada nilai-nilai yang dianut oleh sejarahwan tersebut dan keadaan historis ketika ia menulis uraian sejarah. Hal ini menurut kaum objektivis tidaklah menggugurkan keobjektifan penulisan sejarah. Kita tidak akan tahu benar atau salah mengenai kecendrungan sejarahwan pada pendapat tertentu, sebelum kita mengetahui alasan-alasan yang mendukung pendapatnya, sehingga kita masih bisa mengatakan penulisannya objektif.

6. Alasan Propaganda
Menurut kaum subjektivis, penulisan sejarah sama seperti propaganda yang hanya mengungkapkan dan menyiarkan nilai-nilai tertentu. Namun, pandangan ini tertolak karena tulisan yang bersifat propaganda tidak dapat dimengerti pembaca. Ketidakmengertian ini dikarenakan si pembaca belum mengikuti nilai-nilai yang disebarkan dan orang bisa merasakan kehambaran ilmiah dari tulisan jenis ini.
7. Alasan Analogi
Para objektivis membela kadar objektivitas kajian sejarah dengan ilmu-ilmu eksak. Dalam ilmu-ilmu eksak, para ahli mengatakan objektivitas ilmu itu mungkin dan ada tolok ukur untuk menetapkan kadar objektivitasnya. Ilmu sejarah sejarah juga memiliki tolok ukur keobjektifan. Maka harus ada penghormatan dalam hal objektivitas terhadap pengkajian sejarah seperti perghormatan pada ilmu eksak.
Objektivisme Sejarah Menurut Karl Popper
Masing-masing generasi memiliki persoalan dan masalahnya sendiri. Sehingga memiliki kepentingan dan sudut pandang sendiri. Setiap generasi berhak memikirkan dan mereinterpretasi sejarah menurut caranya sendiri. Interpretasi tiap-tiap generasi akan saling komplementer, dalam artian interpretasi generasi sekarang akan bersifat komplementer dengan interpretasi generasi sebelumnya. Seluruh sejarah bergantung pada interes kita. Yang ada ialah berbagai sejarah, dan tidak pernah ada sejarah tunggal.
Orang mempelajari sejarah paling tidak memiliki 2 motif, ketertarikan pada sejarah, dan pemahaman bahwa belajar sejarah merupakan belajar tentang persoalan kita sendiri. Menurut Popper tujuan dari 2 motif ini tidak akan tercapai jika pengaruh ide objektivisme yang sesungguhnya tidak dapat diterapkan masih kuat, dan apabila kita ragu-ragu mempresentasikan masalah-masalah historis dari sudut pandang kita. sikap yang seharusnya dimiliki adalah kita mestinya tidak berpikir bahwa sudut pandang kita, jika secara sadar dan kritis diterapkan pada masalah ini, akan bersifat inferior terhadap sudut pandang penulis yang secara naif menyakini bahwa ia tidak menginterpretasikan dan telah mencapai suatu tingkat objektivitas yang mengizinkannya mempresentasikan peristiwa-peristiwa masa lalu seolah-olah peristiwa tersebut benar-benar terjadi secara aktual.
Popper yakin komentar-komentar pesonal yang ditemukan dalam penulisan sejarah mendapat justifikasi, karena komentar tersebut bersesuai dengan metode historis. Sikap/pandangan yang penting adalah menjadi sadar akan sudut pandang seseorang dan kritis, guna menghindari sejauh mungkin bias yang tanpa sadar dan akibat dari tidak kritisnya orang mempresentasikan fakta-fakta.
Daftar Sumber buku
Ankersmit.F.R. 1987. Refleksi tentang Sejarah. Jakarta : Gramedia
Lubis.H.Nina.2008. Metode Sejarah. Bandung. Satya Historika
Sumber Internet
http://grelovejogja.wordpress.com/2007/07/24/pentingnya-interpretasi-baru-dalam-sejarah-menurut-karl-raimund-popper

artikel

Peranan K.H. Usman Dhomiri Dalam Pengembangan Tarekat Tijaniyah 1930-1955


K.H. Usman Dhomiri berperan dalam menyebarkan dan mengembangkan Tarekat Tijaniyah di Cimahi bahkan sampai ke beberapa daerah lain di Jawa Barat. Walaupun tidak ada data yang menyebutkan jumlah pengikut Tarekat Tijaniyah antara tahun 1930-1955, namun wilayah penyebaran para wakil talqin dan mubaligh menjadi salah satu indikasi sejauh mana luas pengaruh K.H. Usman Dhomiri dalam penyebaran Tarekat Tijaniyyah.
K.H. Usman Dhomiri menyebarkan Tarekat Tijaniyyah karena terikat pada kewajiban yang berkaitan dengan statusnya dalam struktur kepemimpinan Tarekat Tijaniyyah. Kedudukan K.H. Usman Dhomiri yang mula-mula berkedudukan sebagai badal/mubaligh, kemudian menjadi khalifah al-mursyid, sampai akhirnya K.H. Usman Dhomiri menduduki posisi puncak dalam hierarki kepemimpinan Tarekat Tijaniyah sebagai mursyid. Semakin tinggi kedudukannya, maka semakin besar pula tuntutan kepadanya untuk mengembangkan Tarekat Tijaniyah. Semakin tinggi kedudukannya dalam struktur kepemimpinan Tarekat Tijaniyah, semakin besar pula peranannya dalam menyebarkan dan mengembangkan Tarekat Tijaniyah.
Cara dan pola yang dilakukan oleh K.H. Usman Dhomiri dalam menyebarkan Tarekat Tijaniyyah menunjukkan ketidaksamaan dengan cara dan pola yang dilakukan sebagian besar kiai tarekat di Indonesia. Untuk mencapai kedudukan yang kuat, mula-mula ditariknya kiai-kiai pemimpin pondok pesantren. Melalui cara demikian maka kegiatan tarekat akan lebih mudah diterima oleh segala kalangan. Di sisi lain bergabungnya kiai-kiai pemimpin pondok pesantren membuat orang-orang dari lapisan bawah lebih mudah untuk ditarik mengikuti ajaran Tarekat Tijaniyah. Ditariknya orang-orang dari lapisan bawah menjadikan Tarekat Tijaniyah yang disebarkan oleh K.H. Usman Dhomiri menjadi tarekat yang bersifat sangat terbuka bagi siapa pun. Untuk mengokohkan eksistensi kepemimpinannya di masyarakat, K.H. Usman Dhomiri selalu berbaur di dalam masyarakat untuk senantiasa mengajarkan mengenai bagaimana akhlak dan akidah yang benar. Pembangunan akhlak dan akidah yang benar akan berbanding lurus dengan loyalitas mereka pada ajaran Tarekat Tijaniyah. Ajaran ini disebarkan oleh K.H. Usman Dhomiri kepada seluruh lapisan masyaraka - baik kalangan kiai maupun kalangan bawah – yang sama-sama memanifestasikan fungsinya untuk mendukung eksistensi kepemimpinan K.H. Usman Dhomiri dan penyebaran Tarekat Tijaniyah.
Kepemimpinan karismatik K.H. Usman Dhomiri semakin kokoh karena rakyat berhadapan dengan kolonialisme. Pada saat krisis atau masa peralihan, efektivitas kepemimpinan amat bermanfaat bagi masyarakat. Sebagai pemimpin K.H. Usman Dhomiri dapat dikategorikan sebagai pemimpin karismatik karena pengabdiannya pada kesucian dan dianggap oleh para pengikutnya dapat mengantarkan mereka pada pengabdian yang nyata kepada Allah swt, K.H. Usman Dhomiri memperlihatkan bahwa kepemimpinannya bermanfaat bagi masyarakat. Keputusan untuk tidak tidak bersikap kooperatif terhadap pihak kolonial menunjukkan konsistensinya dalam melawan bentuk-bentuk praktik kolonialisme. Kemampuan K.H.Usman Dhomiri dalam mengaktualisasikan harapan dan persepsi masyarakat di masa kolonialisme ini telah mengokohkan keberlangsungan kepemimpinannya itu yang juga berkorelasi dengan tersebar luasnya ajaran Tarekat Tijaniyah yang dia kembangkan.

Artikel

Ekspedisi Kon -Tiki di Kawasan Pasifik


Berbicara masalah bagaimana ekspedisi yang dilakukan oleh Kon-Tiki ke Samudra Pasifik pastinya akan membawa kita ke hal yang menyeramkan. Hal ini bukan tanpa alasan untuk diutarakan, berdasarkan beberapa sumber dari internet yang saya baca bahwasannya ekspedisi Kon-Tiki ini merupakan perjalanan yang mendebarkan. Bagaimana tidak dikatakan mendebarkan, Perjalanan Kon-Tiki bersama lima orang awak lainnya ke Samudra Pasifik yang dianggap sangat luas itu menggunakan parahu rakitan yang terbuat dari beberapa kayu. Ekspedisi yang dilakukannya itu pastinya dibutuhkan suatu keberanian yang ekstra dan motivasi yang kuat. Keenam awak kapal rakitan itu memulai ekspedisi dari Callao di Peru pada tanggal 28 April 1947 dan berlabuh di pulau Raroria di Polynesia setelah melakukan perjalanan selama 101 hari.
Di dalam buku yang berjudul “ Kon-Tiki: Menyebrangi Pasifik dengan rakit” Thor Heyerdahl mengisahkan perjalannya bersama kelima awaknya itu. Dalam perjalan itu mereka mengambil kesimpulan bahwasannya apa saja yang telah jatuh ke dalam laut, pastilah tidak dapat diambil kembali. Salah satu dari lima awak kapal rakit yang bernama Herman Watzinger dikatakan dalam buku itu dia kehilangan keseimbangan sehingga ia akhirnya jatuh ke laut. Rakit yang terhempas oleh ombak lautan yang ganas menyulitkan Herman untuk menepi ke rakit itu karena angin yang besar sehingga menjauhkannya dari rakit. Kelima awak yang lain bernusaha membantu tetapi apa daya mereka hanya bisa melihat dengan penuh kebingungan bagaimana caranya menolong rekannya. Mereka berusaha melemparkan pelampung beserta tali, namun kekuatan ombak yang ganas menghempaskan tali itu sehingga menyulitkan Herman untuk mendapatkan tali yang disodorkan temannya itu. Ketika melihat temannya kelalahan menyelamatkan diri, ada salah satu dari temannya yang bernama Knute Haugland yang berani mengambil resiko dengan menyeburkan diri ke laut untuk menyelematkan temannya dengan menggunakan pelampung dan akhirnya dengan cara di giring ke rakit akhirnya Herman selamat dari ganasnya lautan samudra yang luas. Apa yang dilakukan oleh Knute Haugland adalah resiko besar. Ia sendiri dapat tewas oleh gelombang lautan. Tetapi kalau ia tidak mengambil resiko itu, temannya pastilah tenggelam
Cerita di atas adalah sepenggal cerita dari perjalannya Kon-Tiki ketika mengarungi samudra pasifik dan akhirnya dia menemukan gugusan pulau-pulau di sekitar Pasifik. Perjalannya yang panjang dan menyeramkan membawa nama dia dikenal karena ekspedisinya itu. Ekspedisi ini merupakan salah satu ekspedisi yang benar-benar beresiko dan memerlukan nyali yang besar.
Selain hal diatas, ada yang ingin saya paparkan tetapi masih ada hubungan dengan cerita di atas yaitiu mengenai Teori Ras Polynesia yang dicetuskan Thor Heyerdahl bahwa Polynesia tidak dihuni oleh orang dari Asia Tenggara, seperti yang selama ini dipercayai, tetapi dari Amerika. Hipotesa yang dibuat oleh Heyerdahl itu ditanggapi secara dingin, sehingga dia memutuskan untuk menunjukan apa yang dipercayainya itu adalah benar. Heyerdahl melakukan pelayaran pada tahun 1947 bertolak dari Peru dengan enam awak, berlayar menuju Pulau Tuamotu di Polynesia dalam perjalanan yang sekarang dikenal dengan nama Kon-Tiki. Perjalanan yang dilakukannya itu memakan waktu tiga bulan sekaligus perjalananya itu merupakan kesuksesan akademis. Buku yang di tulis Heyerdahl setelah ekspedisi tersebut,” India Amerika di ,Pasifik” mendukung teorinya dengan bahan lengkap yang memberikan kepercayaan terhadap pertanyaannya. Di dalam bukunya Heyerdahl menyatakan bahwa imigran pertama dari Polynesia datang dari Peri pada sekitar tahun 500 AD, dan bahwa gelombang imigran datang dari pantai Barat Laut Amerika Utara dari tahun 1000 hingga 1300 AD.
Untuk mendukung teorinya, Heyerdahl memimpin ekspedisi erkelogi Norwegia menuju Pulau Galapagos pada tahun 1953. Ekspedisi ini menemukan bukti untuk teori Heyerdahl, dalam bentuk brang purbakala peninggalan suku asli India Amerika, mulai dari periode Inca dan pra Inca
Mungkin hanya seperti ini mengenai teori ras Polynesia yang bisa saya paparkan. Mungkin pemamaparan saya kurang lengkap dikarenakan sumber bacaan yang terbatas.

Materi sejarah kelas X

PENGERTIAN SEJARAH MENURUT PARA AHLI

Ada banyak ahli yang mengungkapkan pandangan dan definisi mengenai sejarah, sebagai berikut:

a. E. di Berheim.

Sejarah adalah suatu sains mengenai perkembangan manusia

b. R.G.Collingwood

Riset sejarah mengenai tindakan-tindakan manusia pada masa lalu

c. Kamus Umum Indonesia yang ditulis oleh W.J.S Poerwadarmita menyebutkan bahwa sejarah mengandung tiga pengertian sebagai berikut:

1. Sejarah berarti silsilah atau asal-usul

2. Sejarah berarti dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau.

3. Sejarah berarti ilmu, pengetahuan, cerita pelajaran tentang kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau.

d. Moh Ali dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah mempertegas sejarah sebagai berikut.

1. Jumlah perubahan-perubahan, kejadian, atau peristiwa dalam kenyataan disekitar kita.

2. Cerita tentang perubahan-perubanan, kejadian, atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.

3. Ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan kejadian dan peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.

e. J.Huizinga

Sejarah adalah bentuk intelektual di mana suatu peradaban menceritakan dirinya sendiri mengenai masa lalunya.

f. R. Aron

Kajian tentang masa lalu manusia.

g. Voltaire

Sejarah adalah suatu narasi fakta-fakta yang diterima sebagai suatu yang benar,yang berbeda dengan fable, yaitu narasi fakta-fakta yang tidak benar atau fiktif.

h. James Harvey Robinson

Sejarah dalam arti kata yang luas adalah semua yang kita ketahui tentang setiap hal yang pernah manusia lakukan atau pikirkan atau rasakan.

i. Vico

Sejarah adalah disipinlin ilmu manusia pertama.

j. Francis Bocon

Sejarah mempelajari hal-hal yang berkisar dalam waktu dan tempat, dengan menggunakan ingatan sebagai intrumen esensialnya.

k. Muhammad Ali (dalam pengantar ilmu sejarah).

Sejarah adalah cerita tentang proses perubaha dalam kehidupan manusia yang dan seperangkat ilmu menyelidiki perubahan itu.

l. Kuntowijoyo

Sejarah menyuguhkan fakta secara diakronis, idiografis dan empiris.

Dalam sejarah, masa lampau merupakan fakta yang terjadi fakta abadi yang tidak pernah berubah, sedangkan pada masa kini sejarah akan mendapat dipahami oleh generasi penerus dari masyarakat yang terdahulu sebagai suatu cermin untuk menuju kemajuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sedangkan suatu bangsa agar lebih bertindak bijaksana untuk mencapai suatu tujuan dari masyarakat bangsa tersebut.

Sejarah terus berkesinambungan sehingga merupakan rentang peristiwa yang panjang. Oleh karena itu, sejarah berkaitan dengan hal berikut.

1. Masa lalu dilukiskan secara berurutan dalam wakttu (Kronologis)

2. Sejarah ada hubungannya dengan sebab-akibat

3. Kebenaran bersifat sementara sebab masih perlu adanya penelitian untuk mencari kebenaran yang hakiki.

4. Peristiwa sejarah menyangkut masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.

B. SEJARAH SEBAGAI PERISTIWA, KISAH, ILMU, DAN SENI

1. Sejarah sebagai Peristiwa

Sejarah peristiwa mengacu pada peristiwa yang benar-benar terjadi (Historiae Realitae). Tidak setiap peristiwa disebut peristiwa sejarah. Suatu peristiwa disebut peristiwa sejarah jika peristiwa tersebut dapat dihubungkan dengan manusia sebagai pelaku sejarah.Peristiwa tersebut juga harus berada dalam satu dimensi waktu dan tempat tertentu.Artinya, ada kaitan erat antara pelaku, tempat kejadian dan waktu tertentu dalam sebuah peristiwa

Sejarah sebagai peristiwa memiliki cirri-ciri sebagai berikut:

a. Peristiwa itu abadi

Abadi artinya kekal, tidak berubah, dan tetap dikenang sepanjang masa.

b. Peristiwa itu unik

Unik artinya hanya terjadi sekali, tidak akan terulang yang sama persis sama untuk yang kedua kalinya (einmaligh).

c. Peristiwa itu penting

Penting artinya dijadikan momentum, karena mempunyai arti dalam menentukan kehidupan orang banyak.

2. Sejarah sebagai Kisah

Peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang telah terjadi di masa lampau itu meninggalkan jejak-jejak. Jejak-jejak sejarah ini memiliki arti yang sangat penting dalam menyusun kisah sejarah.

Jejak-jejak sejarah yang berisi rangkaian-rangkaian peristiwa atau kejadian-kejadian dalam lingkup kehidupan manusia menjadi sumber penting untuk penulisan sejarah.

3.Sejarah sebagai ilmu

Sejarah dikatakan sebagai ilmu sejarah ditempatkan sebagai pengetahuan tentang masa lampau yang disusun secara sistematis dengan metode kajian secara ilmiah agar mendapatkan kebenaran mengenai peristiwa masa lampau.Sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan harus dibuktikan secara keilmuan dan dipergunakan metode-metode dan berbagai standar ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Kebenaran dalam sejarah tersebut dapat dibuktikan dari dokumen yang telah di uji sehingga sebagai suatu fakta sejarah.Sebagai ilmu sejarah memiliki dan memenuhi syarat-syarat ilmu (syarat ilmu, antara lain, ada masalah yang menjadi objek, ada metode, tersusun sistematis, menggunakan pemikiran yang rasional, dan kebenarannya bersifat objektif). Jika melihat hal tersebut syarat-syarat sejarah sebagai ilmu telah terpenuhi, sebagai berikut:

a. Adapun yang menjadi objek kajian sejarah ialah kejadian-kejadian di masa lalu yang merupakan sebab-akibat.

b. Adanya metode sejarah yang menghubungkan bukti.

c. Menyusun kisah sejarah sistematis berdasar peristiwa paling awal kejadiannya.

d. Kebenaran fakta diperoleh dari penelitian sumber yang disusun secara rasional

e. Kebenaran fakta adalah objektif, artinya tidak boleh ditambah atau dikurangi dalam menyusun kisah sejarah.

4.Sejarah sebagai seni

Tokoh penganjur sejarah sebagai seni adalah George Macauly. Dia menyatakan bahwa menulis sebuah kisah peristiwa sejarah tidak mudah, karena memerlukan imajinasi dan seni. Ketika ia dalam menuliskan kisah sejarah menggunakan bahasa yang indah, komunikatif, menari, dan isiny mudah dimenengerti, maka diperlukan seni dalam penulisan sejarah, sehingga seorang penulis sejarah harus memiliki seni dalam meyampaikan kisah-kisah sejarah.

8-Point Star: 1
Bevel: A.	Pilihlah jawaban yang paling tepat!!


1. Sejarah berasal dari kata syajaratun, yang mempunyai arti sebenarnya, yaitu……

a. Peristiwa

b. Kisah

c. Pohon

d. Masa Lampau

2. Kata Hitory berasal dari kata Istor, dari bahasa aslinya berarti…

a. Masa Lalu

b. Orang bodoh

c. Orang pandai

d. Seorang guru

e. Masa kini

3. Kata sejarah dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa….

a. Arab

b. Sansakerta

c. Yunani

d. Latin

e. Hindi

4. Sering dalam penjelasannya seorang sejarawan mengalami kesulitan, maka yang digunakan intuisi. Karena itu sejarah disebut sebagai…

a. Peristiwa

b. Kisah

c. Ilmu

d. Silsilah

e. Seni

5. Kata sejarah dalam bahasa Inggris disebut history, berasal dari kata istoria, yaitu….

a. Arab

b. Yunani

c. Romawi

d. Latin

e. Prancis

6. Sejarah sebagai kisah bersifat subjektif, sebab…

a. Peristiwa berurutan dan unik

b. Peristiwa hanya sekali terjadi

c. Sangat dipengaruhi oleh si penulis

d. Jauhnya jarak antara peristiwa dan penulis

e. Peristiwanya tidak dapat direkontruksi.

7. Munurut AD Xenopol bahwa sejarah sebagai ilmu dengan objeknya adalah peristiwa berurutan maksudnya…..

a. Satu sebab akan melahirkan satu akibat

b. Perkembangan dalam pengertian berubah

c. Satu akibat karena adanya satu sebab

d. Tidak terputus-putus dari dulu hingga kini

e. Disusun sesuai dengan riwayat kejadian

8. Sejarah sebagai ilmu memiliki metode untuk penelitian, adapun metode yang digunakan adalah…

a. laboratorium

b. perpustakaan

c. pelatihan

d. pendataan

e. pengamanan

9. Sejarah sebagai ilmu karena memiliki syarat-syarat sebagai ilmu, yaitu memiliki objek. Adapun objek dari sejarah adalah…

a. Manusia dalam waktu

b. Manusia dan kebudayaan

c. Alam dan manusia

d. Alam dan segala isinya

e. Semua peristiwa masa lalu

10. Jejak-jejak yang ditinggalkan oleh sejarah sebagai peristiwa digunakan sejarawan sebagai dasar….

a. Penyusunan sejarah sebagai kisah

b. Pencarian sumber-sumber sejarah

c. Mancari kebenaran objek sejarah

d. Menciptkan subjektivitas sejarah

e. Menghimpun pelajaran sekolah

B. JAWABLAH PERTANYAAN-PERTANYAAN DI BAWAH INI DENGAN SINGKAT DAN TEPAT!

1.Sebutkan sifat-sifat spesifik sejarah dibanding ilmu lain?

2.Jelaskan maksud dari sejarah memiliki tiga dimensi waktu!

3.Jelaskan bahwa sejarah dikatakan sebagai ilmu! Apa syarat-syarat ilmu itu? Jelaskan!

4.Buatlah contoh priodesasi dan kronologi1

5.Apa sejarah itu? Jelaskan!