Sabtu, 12 Februari 2011

ANALISIS BUKU POLITIK

BAB I
URAIAN IDENTITAS BUKU

Identitas Buku
Judul Buku : Masa Depan Kehidupan Politik Indonesia
Penulis (Editor) : Alfian dan Nazaruddin Sjamsuddin
Penerbit :Rajawali Pers
Tahun Terbit ` : 1988

Buku Kedua Sebagai Bahan Pembanding
Identitas Buku:
Judul Buku : Sistem Politik Indonesia
Penulis : Drs. H. Inu Kencana Syafiie, M.Si
Azhari, S.STP., M.Si
Tahun Terbitan : 2005
Penerbit : Retika ADITAMA














BAB II
Masalah dan Prospek Pembangunan Politik Indonesia
(Supardjo Rustam)

Akhir-akhir ini di dalam masyarakat sedang mengalami perubahan yang sangat cepat (revolution), sehingga ada ucapan “ Multiple revolutions ini one generation”, the past and the future overlap”, dan sebagainya. Dengan hal ini tedapat kemungkinan bahwa akan menghadapi kondisi kemasyarakatan dengan berbagai tantangan dan permasalahannya yang berbeda dengan kondisi masyarakat masa kini. Perubahan masyarakat baik bersifat global, regional, maupun nasional.
Indonesia saat ini menuju saat tinggal landas mengarah masyarakat yang adil dan makmur, yang direncanakan pada Pelita VI. Tahap ini dinamakan tahap pendahuluan yang sangat penting artinya bagi proses modernisasi bangsa kita. Tahap pendauluan bisa pula dinamakan tahap pra kondisi: Pada tahap ini semua kerangka landasan yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan semenjak tahap tinggal landas dan yang kemudian disusul oleh tahap-tahap berikutnya, sudah berhasil kita letakan secara mantap.
Sebagian besar dari kerangka landasan itu sudah berhasil. Keberhasilan itu sudah bisa terlihat dari jaringan transfortasi, komunikasi dan pelbagi bentuk “social everhead capital” telah dibangun dan dimanfaatkan, begitu juga dalam bidang pertanian dan pertambangan. Hasil pembanguna yang telah kita capai itu secara ringkas tercermin pula pada angka pendapatan manperkapita masyarakat yang terus meningkat, yang dalam jangka waktu kuran lebih18 tahun telah menjadi 7 kali lipat. Pembangunan politik merupakan salah satu aspek pembangunan nasional yang biasa dipandang sebagai wahana bagi aspek pembangunan lainnya.
Pembangunan bisa dilaksanakan dengan menggunakan system politik yang berbentuk negara nasional. Untuk negara yang sedang berkembang, pembangunan politik bertujuan mempertinggi kapabilitas dari wadah tersebut, atau mempertinggi kemampuan system politiknya. Dalam hubungannya dengan prores modernisasi, kapabilitas system politik itu terutama ditentukan oleh efektivitas dalam menciptakan kondisi yang dapat memotivasi para warga.. Hakikat pembangunan politik dengan demikian merupakan upaya penyebaran nilai-nilai cultural yang baru kepada seluruh warga negara, yang memungkinkan mereka untuk mengubah dan menyesuaikan pola kehidupannya dengan tuntutan dan kebutuhan baru yang berkembang secara cepat.
Pembangunan politik berarti pula upaya secara terus menerus untuk mentranformasikan nilai nilai Pancasila itu menjadi prinsip-prinsip perilaku bagi semua warga negara dan semua penyelenggaraan negara. Berhasilnya proses pembangunan politik berarti bahwa nilai-nilai pancasila itu akan semakin terinternalisasikan pada individu-individu dan terinstitusi pada lembaga-lembaga dan kelompok-kelompok. Dengan demikian pembangunan akan semakin kuat pencerminan nilai-nilai pancasila itu pada setiap response yang kemudian ditranformasikan dalam bentuk kebijaksanaan.
Penciptaan kerangka landasan itu sebagaimana telah kita laksanakan selama ini
1. Penanaman wawasan kebangsaan
2. Institusionalisasi politik, yang secara konsekuensi melandaskan diri kepada pancasila da undang-undang dasar 1945.
3. Mnciptakan stabilitas politik yang dinamis
4. Menciptakan wadah bagi pengembangan partisipasi masyarakat.

1. Pembangunan Wawasan Pembangunan
Wawasan kebangsaan dengan demikian merupakan cara pandang yang mempunyai nilai strategis yang melandasi dan menjiwai sejarah Indonesia modern. Wawasan bangsa dipengaruhi oleh kebudayaan luar yang masuk,khususnya yang datang dari Eropa pada waktu itu. Namun segalanya telah di olah secara kreatif pada jaman kebangkitan nasional.Wawasan kebangsaan itu diungkapkan dengan jelas dan tegas dalam bentuk sumpah pemuda. Wawasan itu menjadi kekuatan utama pergerakan kemerdekaan kita.
Perjalanan kemerdekaan kita tidak lepas dari berbagai kendala, terutama sebagai akibat tumbuh dan berkembangnya bermacam-macam aliran yang secara sadar atau tidak telah menggiring perjalanan historis kebangsaan kita kembali kepada suasana yang bercorak divergensi dan heteregonitas.
Dalam kurun waktu 20 tahun sesudah proklamasi Kemerdekaaan, dari 1945 sampai 1965, kekuatan-kekuatan sentrifugal yang cendrung memecah kesatuan bangsa Indonesia itu masih terus menghantui kita. Gerakan ini banyak sekali contohnya pemberontakan PKI. Adanya gerakan sentrifugal ini adalah suasan multi ideology yang tak terkendali, sebagai akibat diterapkannya system demokrasi liberal pada kondisi masyarakat yang masih sangat kuat sentrifugal-sentimen promordialnya. Oleh karena itu terjadilah perpecahan dalam hal idiologis.
Dengan terjadinya Pemberontakan PKI menggugah kesadaran rakyat Indonesia untuk mengambil hikmah dari pengalaman sejarahnya. Janji dan komitmen politik total kepada idioligi Pancasila adalah keputusan yang diambil dari hasil pengalaman sejarah yang berat dan panjang tersebut.
Kehadiran orde baru, sebagaimana kita ketahui, ditandai oleh tekad yang kuat untuk melaksanakan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945 secara murni dan konsekwen.

2. Institusionalisasi Politik, yang secara konsekwen melandaskan diri kepada dan Undang-Undang Dasar 1945
Kehidupan politik harus dibangun dengan kerangka dasar yang berisi penataan kehidupan bangsa dan negara. Dalam menciptakan kerangka dasar tersebut dalam kehidupan politik itu diklasifikasikan dalam dua dimensi, yaitu dimensi structural dan dimensi cultural. Pembanguan struktur politik meliputi dua bidang, yaitu: Pertama, suprastruktur politik dan kedua: infrastruktur politik. Tugas sejarah pertama-tama dihadapkan orde baru di masa awal kelahirannya adalah mengadakan penataan supra struktur politik kemudian menata pula infrastruktu politik yang sesusai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

3. Menciptakan stabilitas politik yang dinamis.

Proses pembangunan dan modernisasi itu dapat diselenggarakan dengan melalui pelbagai jenis susunan kehidupan politik, yang dilandaskan pada idiologi yang berbeda-beda, seperti Borjuisme (negara-negara Barat), Maoisme (Cina) atau Sinkretisme (italia, Argentina).
Berdasarkan nilai-nilai pancasila itu, maka seluruh proses pembangunan nasional, jadi termasuk di dalamnya proses pembangunan politik, merupakan proses pertumbuhan demokrasi.
Wawasan kebangsaan merupakan sesuatu wawasan yang inti dasarnya adalah persatuan-kesatuan dalam persamaan dan kebersamaan. Oleh karena itu, maka wawasan kebangsaan kita adalah wawasan kebangsaan yang didasarkan atas ketuhanan yang maha esa., kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang di pinpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Itulah sebabnya, maka demokrasi kita tidak hanya terbatas kepada demokrasi politik saja,melainkan meliputi juga demokrasi ekonomi dan demokrasi social kebudayaan.
Pembangunan politik tidaklah merupakan kegiatan yang berdiri-sendiri,melainkan mempunyai kaitan dan interdependensi dengan pembangunan ekonomi dan pembangunan kebudayaan serta kemasyarakatan. Ditinjau dari pandangan politik, masa Orde baru merupakan sejarah stabilitas yang paling mengesankan di dalam sejarah Indonesia modern. Karena itu pula, Orde Baru mampu mengukuhkan keberadaan sebagai Orde Pembangunan. Kehidupan bangsa dan negara yang penuh dengan gejolak dan instabilitas politik, pasti tidak akan mungkin melangsungkan pembangunan-pembangunan yang menyuruh dan yang semakin lama semakin kompleks sifatnya. Stabilitas politik dengan demikian merupakan bagian dari aktualisasi wawasan kebangsaan kita yang bersifat dinamis dan integralistik.

4. Menciptakan wadah-wadah bagi pengembangan partisipasi masyarakat

Secara ideologis, demokrasi itu hanyalah mempunyai makna yang praktis, kalau warga masyarakat terlibat dalam partisipasi aktif dalam upaya untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka sendiri, baik di bidang politik, ekonomi, social maupun cultural.
Adapun kerangka landasan yang diperlukan untuk mewadahi partisipasi masyarakat itu juga telah dipersiapkan dalam era pra kondisi tinggal landas sekarang ini, terutama yang di atur dalam undang-undang no.3 tahun 1985 tentang perubahan atas undang-undang no.3 tahun 1975 tentang partai politik dan Golongan Karya; dan undang-undang no.8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Di bidang politik, apabila sasaran utama pembangunan jangka panjang yang pertama adalah kerangkanya,maka sasaran utama pembangunan jangka panjang tahap dua (yaitu tahap tinggal landas) adalah manusia: manusia yang berkualitas, yang setia kepada pancasila, yang menghayati dan mengamalkan. Hakikat pembangunan politik adalah memang berupa upaya penyebaran nilai-nilai nasional kepada seluruh warga negara, sehingga mereka benar-benar menjadi insane-insan pancasila.
Pembangunan nasional jangka panjang di jangka mendatang akan merupakan proses kelanjutan dari pertumbuhan demokrasi, yaitu demokrasi politik,demokrasi ekonomi, dan demokrasi social cultural berdasarkan pancasila. Trilogy pembangunan harus pula diantisipasi pelaksanaannya secara terkait dengan perspektif kenusantaraan tersebut.
Untuk mewujudkan semua itu, kita memiliki keharusan untuk terus membangun sumberdaya manusia, yang tumbuh dalam wawasan kebangsaan dan wawasan kemajuan, diperkaya dengankualitas penguasaan ilmu dan teknologi, serta yang dilandasi oleh sikap dan pandangan dasar pancasila.



Bagian II
Pembangunan Politik Indonesia Solidaritas Sebangsa (Deliar Noer)

Kata politik di masa lalu mempunyai makna atau konotatif negative. Padahal sebelum merdeka ia bisa merupakan kebanggaan. Ilmu pengetahuan politik sendiri pada masa empat decade terakhir ini walau sebenarnya sudah mapan sebagai disiplin memperlihatkan perkembangan yang mengandung “ uji coba” dalam pendekatan, maupun dalam maksud dan tujuan.

Berbagai Teori
Sebenarnya segenap masa kemerdekaan kita adalah masa pembangunan, karena orde yang dihadapi hendak diganti dengan baru. Dalam cabang-cabang ilmu politik, adalah cabang pembangunan politik yang lebih tegas melihat ke depan. Cabang yang lain tidak bergerak, malah ilmu politik sendiri melepaskan diri dari ilmu seabad yang lalu.
Pembangunan politik bertolak dari dua disiplin lain, yaitu perbandingan politik dan filsafat atau teori politik. Bila perbandingan politik meliputi kekuasaan horizontal, berupa dua atau lebih negara. Filsafat atau teori politik mendalami pemikiran secara vertical, termasuk gambaran, sekurang-kurangnya apa yang diinginkan di masa depan itu. Perbandingan politik, dan yang lambat laun menyorot soal pembangunan politik. Pada umumnya mereka mengganggap negeri-negeri maju maju sudah mapan, gerak yang dijumpai lebih merupakan gerak tangan jam (pendulum) yang pada waktu tertentu bergeser kepada kelompok yang satu, dan pada waktu tertentu lain ke kelompok yang lain pula. Sistem pemilihan umum mencerminkan perkembangan gerak ini dengan jelas. Tetapi di negeri-negeri yang baru masuk hitungan sesudah Perang Dunia II, atau yang disebut negeri-negeri yang termasuk Dunia ketiga.
Masalah filsafat atau teori ( dan dengan ini saya maksud isinya secara umum) dalam hubungannya pembangunan politik, berhubungan erat dengan pendekatan. Ketika kita di atas membicarakan negeri barat sebagai model, kecendrungan filsafat jelas tampak; atau lebih tegas, idiologis member warna. Adapun dapat disimpulkan tentang teori pembangunan politik ini? Pertama, bahwa pada akhirnya pembangunan tersebut tergantung pada negeri bersangkutan. Ini tidak berarti bahwa tiap negeri bisa terisolasi dari yang lain. Kedua, bahwa pembangunan tersebut tergantung pada budaya dominan, termasuk nilai dasa serta pengembangannya dalam kehidupan pergaulan—dalam hal ini pergaulan politik.
Komponen yang bisa dipergunakan macam-macam pula pernah diketengahkan para ahli: 1) diferesiasi struktur, otonomi pada subsistem, dan sekularisasi budaya (Almond dan Powell); bertambahnya persamaan individu, bertambanhnya kapasitas lingkungan; bertambahnya deferesisiasi lembaga dan struktur dalam system politik (Pye) rasionalisi, integrasi nasional, demokrasi dan partisipasi (Hutington), atau didapatkan lagi berupa hubungan pastisifasi politik intstitusional politik ingga pandangan yang lebih terpusat dalam:
1. Budaya, yaitu nilai, sikap, orientasi
2. Struktur, berupa organisasi formal yang menyampaikan masyarakat pada keputusan otoritatif.
3. Golongan, berupa organisasi social dan ekonomi,baik formal ataupun in formal
4. Kepemimpinin, berupa individu-individu pada lembaga-lembaga dan golongan politik yang member pengaruh lebih banyak dibandingkan dengan yang lain dalam mengalokasikan nilai.
5. Kebijaksanaan, berupa pola kegiatan pemerintah yang sengaja direncanakan untuk mempengaruhi pembagian (distribusi) ganjaran dan “ hukuman dalam masyarakat.
Kajian dengan penulusuran pada kelima segi perkembangan ini akan lebih mempermudah kita dalam memahami perubuhan yang terjadi.

Masalah Nilai dan Pengelompokan Masyarakat
Dalam segi politik hubungan horizontal antar daerah, dan antara daerah dan pusat itu bersangkutan dengan masalah otonomi. Pada masa menjelang permulaan kemerdekaan, termasuk persiangan konstituante,pendapat yang umum terdengar adalah bahwa faham negara kesatuan hendaknya memberi kemungkinan berlakunya otonomi daerah. Perimbangan kekuasaan seperti ini di harapkan dapat menggairahkan daerah untuk lebih banyak berinisiatif dalam penyelesaian maslah daerah tanpa terlalu menunggu ketentuan pusat. Lagi pula, segi psikologis bahwa orang daerah merasa lebih mengatur dirinya, walau dalam rangka kesatuan nasional, perlu mendapat saluran yang tercermin dalam otonomi.
Dalam hubungan dengan masa datang, perekembngan yang mungkin terjadi bergantung pada sejauh mana akomodasi keinginan daerah (dan etnis) tertampung oleh kebijaksanaan dan ketentuan masyarakat.
Hubungan vertical. Tetapi, dalam rangka nilai solidaritas ini, masih perlu kita tinjau hubungan golongan secara vertical, yaitu masalah pelapisan atau stratifikasi social. Masalah ini sebenarnya mamsih perlu di jelajahi di Indonesia secara lebih dalam, oleh karena criteria di negeri orang (seperti pendapatan, ras/warna kulit, dan agama) belun tentu sepenuhnya cocok dengan kita.
Nilai kekuasaanjuga lebih tinggi dari nilai ekonomi. Secara tradisi hal ini memang juga dapat diamati.

Solidaritas Politik
Solidaritas dan politik sesuatu hal yang mempengaruhi. Oleh sebab itu perlu sekali dikembangkan usaha-usaha di masa datang yang saling memperkuat kedua segi hidup. Dalam rangka pembangunan politik, lingkungan yang lebih bersifat mambantu sangat diperlukan. Termasuk dalam hal ini pandangan mengenai kedudukan lembaga-lembaga negara, lembaga-lembaga politik di tengah masyarakat, serta lembaga apa pun yang member pengeruh bagi perkembangan politik itu----hal-hal yang tidak dibicarakan disini. Catatan negative manusia Indonesia yang pernah dikemukakan Mochtar Lubis sepuluh tahun yang lalu, yang sebaiknya dihapus. Tipe manusia Indonesia yang:
1. Hipokrit alias munafik
2. Segan dan enggan bertanggung jawab
3. Berjiwa feodal
4. Percaya takhayul
5. Boros
6. Lebih suka tidak bekerja keras,kecuali terpaksa
7. Ingin cepat kaya, berpangkat,” jago ini jago itu”
8. Cepat cemburu dan dengki
9. Sok
10. Tukang tiru.

Solidaritas menghendaki sikap terbuka pada semua pihak agar nasib masa depan merupakan tanggung jawab bersama dan bukan ditenntukan satu pihak. Sikap ini menghendaki pandangan yang menepatkan persamaan kedudukan antara berbagai unsure utama dalam pelayanan bagi masyarakat dan bukan sebaliknya. Ketiga, bahwa sikap terbuka ini menghendaki kesediaan untuk mendengar, menyimak, dan bukan semata-mata mengatur apalagi menggurui. Keempat, diperlukan sikap yang memungkinkan mengakui orang lain benar, sekurang-kurangnya bisa lebih baik dari apa yang dipunyai sendiri. Bahwa, oleh ebab itu hal ini mengenai pendapat, ide, pikiran atau juga orang seorang. Kelima, bahwa diperlukan faham, pendirian dan keyakinan bahwa masa depan harus lebih baik dari masa kini. Keenam, bahwa dalam jangka panjang pembangunan yang sesungguhnya bergantung banyak pada pendidikan suatu bidang meminta suatu perhatian yang benar-benar sungguh.










BAB III
Masa Depan Pembangunan Politik Indonesia: Beberapa Masalah Organisasi Politik (Maswadi Rauf)

Penyerderhanaan Politik: Latar Belakang
Orde Baru yang lahir setelah perebutan kekuasaan politik yang gagal dilakukan oleh gerakan 30 September dianggap mempunyai cirri-ciri yang berbeda dengan rezim yang mendahuluinya (Orde Lama). Pandangan yang berkembang pada masa tersebut adalah orde baru adalah lain dari orde lama dalam banyak hal.
Walaupun perbedaan antara orde Lama dan Orde Baru adalah sesuatu yang amat jelas, namun persamaan antara keduanya dalam beberapa hal juga cukup jelas. Hal ini sering diabaikan karena adanya pemikiran bahwa orde baru adalah alternative yang jauh lebih baik dari orde lama. Persamaam yang sering kurang disadari antara orde lama dan orde baru adalah pandangan tentang perlunya penyederhanaan system kepartaian. Presiden Soekarno adalah penganjur bagi adanya penyederhanaan kepartaian pada masa orde lama. Pada 22 Agustus 1945, Republik Indonesia yang baru merdeka telah membentuk monolithic national party yang kemudian tidak bertahan lama. Ide ini kemudian diganti dengan system multipartai yang lebih banyak dapat dukungan. Peranan Soekarno dalam memutuskan perlunya partai tunggal adalah cukup besar mengingat peranan yang besar dari Soekarno pada masa tersebut.
Sikap Soekarno terhadap partai politik pada tahun 1950-an adalah tidak favorable. Pada masa itu Soekarno terkenal dengan sikapnya yang anti partai politik. Salah satu ucapannya yang menghebohkan adalah perlunya penguburan partai politik. Soekarno melihat kunci kestabilan politik terletak pada penyederhanaan kepartaian dengan cara mengurangi jumlah partai yang ada. Dari sini terlihat bahwa jumlah partai adalah factor penting dalam penyedehanaan kepartaian pada masa orde lama. Pemimpin politik Orde Baru sampai pada kesimpulan bahwa jumlah partai politik (lebih sering disebut orpol atau organisasi politik yang mengacu pada PPP, Golkar, dan PDI) bukanlah satu-satunya factor penting dalam proses penyederhanaan kehidupan politik.
Penyederhanaan partai politik 1960 dan fusi partai politik tahun 1973 dapat dikatakan merupakan penyederhanaan kepartaian secara institusional karena menjadi sasaran adalah jumlah partai politik.
Tesis Geertz yang terkenal itu mengatakan bahwa konflik politik di Indonesia pada hakikatnya adalah konflik antar kelompok primordial mengenai isu-isu primordial yang berkisar pada sosal-soal kesukuan, kedaerahan, dan agama. Menurut Geertz, konflik politik di Indonesia menjadi sangat hebat dan sulit diselesaikan karena yang dipersengketaan bukan masalah politik, tetapi masalah promordialnya. Idiologi dapat disamakan dengan kesetiaan primordial yang dibahas oleh geertz dalam hal bahwa keduanya adalah dogma yang menuntut kesetiaan yang tidak dapat ditawar.



Pembaharuan Politik di Masa Orde Baru
Salah satu usaha terpenting dalam pembaharuan politik pada masa orde baru adalah penetapan pancasila sebagai satu-satunya asas bagi semua organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan. Argumentasi terpenting yang dilontarkan oleh pihak-pihak yang tidak sependapat adalah bahwa asas tunggal dapat menjurus ke arah partai tunggal (yang tidak kehendaki oleh pohak mana pun juga di Indonesia) dan akan menghalangi kebebasan warga negara Indonesia dalam melakukan kegiatan-kegiatan social politik mereka.
Argumen itu memang beralasan. Oleh karena itu diperlukan waktu oleh pemerintah untuk menjelaskan hal ini kepada masyarakat agar segala hal yang dikhawatirkan itu tidak terwujud. Sikap yang berkembang dalam masyarakat Indonesia menunjukan dukungan yang semakin besar bagi asas tunggal. Hal ini memberikan suasana yang kondusif bagi pengundangan asas tunggal.
Pengaturan tentang Pancasila sebagai satu-satunya asas dicantumkan dalam Bab II tentang asas, Tujuan, dan Program dari UU No. 3 Tahun 1985. Pasal 2 dari bab tersebut berbunyi:
(1) Partai politik dan golongan Karya berdasarkan Pancasila sebagai satu-satunya asas
(2) Asas sebagaimana dimaksud dalamayat (1) adalah asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Aturan pemerintah no. 19 tahun 1986 menulis bahwa:
Partai Politik dan Golongan karya hanyalah berdasarkan Pancasila yang wajib dicantumkan dalam anggaran dasar organisasi masing-masing, dan tidak diperbolehkan mencatumkan isitlah atau pengertian lain yang dapat mengurangi atau mengaburkan makasud ditetapkannya pancasila sebagai satu-satunya asas bagi partai politik dan golongan karya dalam kehidupan bermasyarakat , rakyat, berbangsa dan bernegara.
Dari gambaran di atas terlihat bahwa pencasila diharuskan jadi satu-satunya asas, landasan, ataupun yang sejenisnya bagi organisasi politik. Ciri-ciri khusus dari masing-masing organisasi, dan tidak boleh dicantumkan.
Arti yang terkandung dalam asas tunggal adalah konflik politik di antara orpol-orpol tidak lagi didasarkan atas perbedaan idiologi mereka telah sama yaitu Pancasila. Konflik Politik adalah sesuatu yang selalu ada. Ia tidak dapat dihilangkan dalam masyarakat manusia. Asas tunggal bermaksud mengalihkan isu yang di konflikan itu dari isu idiologi menjadi isu pelaksanaan idiologi tersebut.Asas tunggal menginginkan terciptanya consensus nasional mengenai idiologi nasional yang memang merupakan persyarakatan bagi perkembangan suatu bangsa. Dilihat dari ini, asas tunggal adalah ide pembaharuan. Pengalaman masa lalu menujukan bahwa bangsa Indonesia sudah terbiasa dengan berbagai idioliogi yang berbeda-beda. Semenjak awal pergerakan nasional. Bangsa Indonesia telah terbiasa melihat berkembangnya dan musnahnya berbagai idiologi. Asas tunggal menuntut setiap orpol untuk menyusun program masing-masing.Hal ini berarti bahwa di masa depan penilaian masyarakat terhadap orpol antara lain akan di dasarkan atas kualitas program kerja yang mereka buat.
Keterbukaan orpol sangat penting bagi pencegahan munculnya orpol yang berdasarkan diri atas kesetiaan primordial. Bila sebuah orpol hanya tebuka bagi suatu suatu suku atau agama tertentu, maka kepentingan politik orpol tersebut akan sangat diwarnai oleh kepentingan politik bisa dipisahkan dari kepentingan primordial.

Prinsip keterbukaan juga di anut oleh ormas. Penjelasan UU No.8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan antara lain menulis:
Salah satu cirri penting dalam organisasi kemasyarakatan adalah kesukarelaam dalam pembentukan dan keanggotaannya. Anggota masyarakat warga negara Republik Indonesia bebas untuk membentuk, memilih, dan bergabung dalam organisasi Kemasyarakatan yang dikehendaki dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, dan agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Hal ini berarti bahwa pada dasarnya warga negara RI bebas memilih ormas yang akan dimasukinnya. Pembatasan satu-satunya adalah sifat ormas itu sendiri yang ditentukan oleh kegiatan: kegiatan, profesi, fungsi, dan agama. Orpol, sebagaimana telah disinggung di atas, dituntut untuk tidak menutup diri atas dasar apa pun juga termasuk perbedaan agama. Hal ini dapat dimengerti karena bidang kegiatan orpol bukanlah agama, tetapi bidang politik; orang yang berbeda agama tertentu yang bergerak di bidang agamma tertentu berdasarkan kegiatannya atas ajaran agama tersebut yang tidak relevan bagi orang yang beragama lain..
Keterbukaan orpol dan ,kesukarelaan dalam keanggotaan ormas mempunyai pengaruh yang besar bagi kehidupan politik Indonesia setelah 1985. Dengan adanya ketentuan itu, keanggotaan orpol tidak ditentukan oleh keanggotaan ormas, dan sebalilknya, keanggotaan ormas tidak dipengaruhi oleh keanggotaan orpol.
Pembaruan dalam bentuk keterbukaan orpol ini membawa akibat bahwa pengalam politik di masa lalu harus ditinggalkan. Bangsa Indonesia semenjak lama telah terbiasa dengan orpol yang tidak terbuka bagi semua orang Indonesia.Faktor utama yang menyebabkan sebuah orpol tidak terbuka bagi semua adalah agama. Ketiga aspek pembaharuan politik Indonesia di bidang kehidupan kepartaian yang dilakukan tahun 1985 merupakan dasar penting bagi kebaikan kehidupan politik Indonesia di masa depan.
Pembaharuan di bidang politik pada masa pasca 1985 menguruskan bangsa Indonesia untuk melakukan kegiatan-kegiatan politik yang wajar. Suasana baru itu berpandangan bahwa politik adalah wajar: pertentangan dan perbedaan pendapat di bidang politik bukanlah permusuhan yang harus pula terwujud di setiap aspek kehidupan masyarkat
Musyawarah untuk mencapai mufakat adalah suatu hal yang penting dalam system politik Indonesia. Hal ini merupakan salah satu cirri dari Demokrasi Pancasila. Semakin mampu bangsa Indonesia mewujudkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam pengambilan keputusan politik semakin jelas dari demokrasi Pancasila.
Tidak heran bilas masih banyak terlihat tingkah laku politik yang tidak sesuai dengan jiwa pembaharuan plitik tersebut.Yang patut dijadikan model adalah sikap Muhammadiyah sebagai sebuah ormas ini telah membebaskan diri dari orpol, dalam artian ormas tersebut tidak lagi merupakan onderbouw dari salah satu orpol yang ada. Kasus Muhammadiyah ini masih belum merupakan gejala umum dalam kehidupan politik di Indonesia. Sebagian politik Indonesia masih berada dalam situasi pra-1985, saat istilah onderbouw masih dikenal.

Dampak Pembaharuan Politik Bagi Orpol
Tantangan yang dihadapi oleh orpol adalah keharusan mereka untuk menyesuaikan diri dengan pola yang baru. Masalah yang dihadapi oleh setiap usaha pembaharuan adalah timbulnya hambatan-hambatan yang diakibatkan oleh penentangan terhadap sesuatu yang baru.
Bila ketiga orpol (PPP, Golkar,dan PDI) dibandingkan, terlihat bahwa golkar menghadapi masalah yang lebih besar dalam penyesuaiannya diri dengan ketentuan-ketentuan baru tersebut. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa sebagian besar (kalau tidak semua) ormas yang tadinya menjadi onderbouw dari bekas partai politik yang bergabung dalam PPP dan PDI telah semnjak melepaskan dari kedua orpol baru tersebut (yaitu setelah fusi 1973).
Meskipun secara structural tidak lagi terlihat adanya ikatan antara orpol dengan ormas, namun secara psikologis masih terlihat adanya keterikatan itu terwujud dalam bentuk kesetiaan yang laten terhadap orpol tertentu dan hubungan yang intik dengan orpol teresbut, jadi, kalaupun secara structural hubungan orpol dan ormas telah terputus, namun secara psikologis hubungan itu masih tetap terasa dan masih ingin dipertahankan.

A. Dilema PPP
Penerimaan PPP terhadap pancasila sebagai satu-satunya telah tuntas dengan dicantumkannya hal tersebut dalam anggaran orpol berasangkutan. Pencantuma menuntut adanya sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan jiwa pancaila sebagai satu-satunya asas. Secara structural memang tiak terdapat adanya ormas, organisasi PPP. Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berkeanggotaan PPP adalah sifat perseorangan dengan system yang disinggung di atas.
Ketentuan-ketentuan di AD/ART menggambarkan bahwa PPP adalahh penyalur aspirasi politik umat islam. Akibat yang ditimbulkan oleh ini adalah bahwa orang yang tidak beragama islam tidak tergerak atau tertarik untuk menjadi anggota PPP. Dilmena yang besar ini ditimbulkan oleh adanya kalangan masyarakat dan pimpinan PPP bahwa PPP adalah partai ummat islam

B. Dilema Golkar
Masalah yang dihadapi oleh Golkar adalah hubungan antar orpol tersebut dengan ormas. Orpol ini tidak dihadapi masalah di bidang pancasila sebagai satu-satunya asas dan orpol terbuka. Golkar adalah pelopor dari penggunaan Pancasila sebagai satu-satunya asas karena pemerintah yang pertama kali menganggap perlu hal tersebut.
Sebagaimana disebutkan pada bagian terdahulu. Golar tidak mengalami proses pemisahan oramas dari orpol seperti yang dialamu kedua orpol lainnya dengan adanya Fusi 1973. Akibatnya adalah bahwa tradisi lama mengenai ormas ormas sebagai ondebouw masih tetap kuat dalam diri golkar. Keharusan Golkar untuk menerina kenyataan bahwa ormas-ormas yang tadinya menjadi ondebouw Golkar juga terbuka bagi anggota-anggota dari orpol-orpol yang lain yang berminat menjadi anggota bersangkutan. Konsekuensi yang timbul adalah bahwa keanggotaan ormas bekas onderbouw Golkar tersebut tidak lagi terdiri dari para pendukung Golkar, tetapi terdiri dari para pendukung ketiga orpol.

C. Dilema PDI
Masalah yang dihadapi oleh PDI adalah mirip dengan kasus Golkar karena PDI tidak menghadapi masalah dalam hal Pancasila. Sebagai satu-satunya asas dari orpol terbuka. Dengan diterimnya Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi PDI, ormas ini tidak lagi berhak menggunakan asas atau idiologi lain.
Sebelum fusi, dua dari unsure PDI ( yaitu Partai katolik dan Parkindo) memang membatasi keanggotaan orpol mereka berdasarkan agama, yaitu katolik untuk yang pertama dan protestan yang kedua. Sedangkan tiga bekas partai politik lainnya yang berfusi ke dalam PDI (PNI, IPKI, dan Murba) memang sudah merupakan partai yang terbuka semenjak semula.

Kesimpulan
Pembangunan Politik pada hakikatnya adalah serangkaian usaha-usaha pembaharuan politik. Pembaharuan politik ini diperlukan agar kehidupan politik. Pembaharuan politik ini diperlukan agar kehidupan politik semakin labih baik. Berdasarkan pengalaman-pengalaman dari persepsi tentang kehidupan politik yang ideal. Usaha-usaha pembaharuan politik dilakukan. Arah dan langkah-langkah yang diambil mencerminkan interaksi pemikiran dalam masyarakat banghsa bersangkutan.
Indonesia adalah salah satu negara yang senantiasa terlibat dalam usaha-usaha pembaharuan . Hal ini disebabkan karena Indonesia masih tetap mencari “ format politik’ yang dianggap paling cocok dan berguna bagi pembangunan nasional Indonesia. Pembaharuan itu pada dasarnya bertujuan untuk memberikan makna yang lain bagi pengertian politik. Politik adalah sesuatu yang logis. Kesetiaan politik bukanlah kesetiaan buta, tetapi kesetiaan yang didasarkan atas pertimbangan akal sehat.


BAB IV
Pola dan Masa Depan Perimbangan Kekukatan Politik di DPR
(Djohermasyah Djohan)

Kehidupan politik sebagaimana dimaklumi pada umumnya memiliki tujuan untuk merebut kekuasaan politik dengan cara konstitusional, seperti melalui pemilu. Gejala demikian bisa dipahami karena kekuasaan politik yang dilambangkan dalam bentuk kursi itu. Tidak saja diperlukan tetapi dibutuhkan oleh sesuatu kekuatasn politik untuk menjalankan kebijaksanaannya. Pemrintah orde baru dalam dasa warsa kedua lebih masa pemerintahannya, secara periodic telah memfasilitasi empat kali pemilu dan memberi kesempatan kepada berbagai kekuatan politik untuk berjuang dalam ajang pemilu.

Pemilu 1971: Golkar Mayoritas, Parpol Gurem

Pada tanggal 3 Juli 1971, berlngsunglah pemilu pertama dalam masa orde Baru. Ketika itu tercatat jumlah penduduk Indonesia 114.890.347, jumlah pemilih yang terdaftar sebagai pemilih 58.558.776. Dari pengumpulan suara.Golkar berhasil mendapatkan suara (62, 80%), tidak terimbangi oleh kekuasaan politik lainnya basic sendiri-sendiri maupun andaikata bersama-sama. Itu berarti jumlah suara yang diberikan rakyat pemilih untuk partai-partai politik sangat kecil dibanding dengan suara mereka kepada Golkar. Pada hal parpol telah lama dikenal rakyat, sementara Golkar merupakan kekuatan politik baru dan sama sekali belum berpengalaman dalam pemilu. Dalam penguasaan kursi DPR, Golkar dalam pemilu memperoleh 51,30 %. Bila ditambah dengan 25 kursi Golkar Non ABRI dan 75 kursi Golkar ABRI yang diangkat, maka total Golkar menguasai 336 kursi 73,04 %, sementara itu jika kursi sembilan parpol dihimpun menjadi satu, hasilnya hanya 124 kursi
Dengan begitu, Golkar berhasil menguasai mayoritas suara atau majority bent di DPR, Suatu hal yang belum pernah terjadi selama Indonesia berpalemen.Sebaliknya parpol dengan berat hari terpaksa menerima predikat partai gurem atau minor parties.



Pemilu 1977. Golkar tetap mayoritas, Parpol Tetap Gurem
Rakyat yang memberikan suara kepada parpol masih tetap masih rendah ketimbang untuk Golkar. Ini Agaknya menandakan keperdcayaan rakyat rendah Parpol belum lagi pulih, sementaraa Golkar tampak semakin memikat. Sehingga akibatnya Parpol tetap lemah dan Golkar still going strong di DPR. Dari penguasaan kursi, kursi Golkar yang diraih lewat pemilu berjumlah 232 (50%). Bila dijumlah dengan pengangkatan 100 Golkar ABRI dan non-ABRI, maka total kursi Golkar menjadi 332 (72%) dan yang 128 itu diraing oleh parpol di luar Golkar.


Naik Turun Perimbangan
Berdasarkan pemaparan perbandingan kekuatan politik pada setiap pemilu tadi, dapatlah diketahui naik-turunnya perimbangan kekuatan mereka di DPR hingga kini. Sejak Golkar bersama Golkar non- ABRI dan Golkar ABRI menguasai mayoritas tahun 1971, tampaknya tingkat penguasaan mayoritas tersebut lebih cendrung menanjak. Demikian, cukup jelas terlihat bahwa perimbangan kekuatan Golkar baik sendiri apalagi plus Golkar Non ABRI dan Golkar ABRI vis a vis Parpol PPP dan PDI, Sejak pemilu 1971 hingga pemilu 1987 di DPR, lebih cenderung tidak seimbang .

Pola dan Masa Depan Perimbangan
Bila diperhatikan dengan jeli data di muka, maka memang tampaknya ada suatu perimbangan antara kekuatan-kekuatan politik yang telah terwujud menjadi kenyataan dalam empat kali pemilu di DPR.
Kira-kira bentuk pola itu adalah. Pertama, Golkar an sich menguasai mayoritas suara terus menerus sehingga kini di DPR dengan persentase penguasaan kursi sekitar 50-an persen. Kedua, Golkar bersama Golkar ABRI, dan Golkar ABRI, dan GOLKAR non- ABRI (mulai pemilu 1987 ditiadakan) menguasai mayoritas suara terus menerus hingga kini di DPR dengan persentase penguasaan kursi sekitar 40-an persen. Ketiga, Parpol (PPP dan PDI) menguasai minoritas suara terus menerus hingga kini di DPR dengan persentase penguasaan kursi sekitar 20-an persen


INDONESIA DAN BEBERAPA MASALAH INTERNASIONAL

Bagian V
Proyeksi Politik Luar Negeri Indonesia
( Mochtar Kusumaatmadja)


Secara garis besar dapat dikatakan bahwa pada dasarnya politik luar negeri Indonesia menjelang akhir tahun 1987 ini sudah cukup mantap dan sesuai dengan amanat mukadimah UUD 1945 dan asas-asan politik luar negeri yang telah diletakan pendahuku kita pada permulaan sejarah kemerdekaan, seperti asas anti kolonalisme dan imperialism, asas anti rasialisme, asas mendukung perjuangan kemerdekaan segala bangsa, serta asas membantu menegakan perdamaian dunia.
Kesemua asas politik luar negeri Indonesia ini telah dan secara konsekuen tetap akan kita laksanakan di segala medan perjuangan politik luar negeri, baik itu di timur tengah ( kita mendukung secara konsisten perjuangan kemerdekaan Nambia dan perjuangan melawan apartheid) dll.
Politik luar begeri kita terhadap negara-negara Amerika latin memang tidak setinggi intensitasnya dibandingkan dengan negara-negara bagian dunia lainnya. Akan tetapi hubungan kita dengan negara-negara penting di Amerika latin seperti, Meksiko, Venezuela cukup baik. Apabila kita tinjau kegiatan politik luar negeri di forum-forum multilateral, dapat dikatakan bahwa Indonesia cukup di kenal berbagai forum multilateral. Misalnya perjuangan Indonesia dengan membentuk Dana bersama untuk komoditi atau Cmmon Fund, diakui oleh semua pihak dan sangat mengangkat nama baik Indonesia.
Bidang lain yang membuat perjuangan Indonesia cukup dikenal adalah di forum-forum ekonomi multilareral seperti UNCTAD, group -77 dan lainnya sebagainya. Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa dari pelaksanaan politik luar negeri sejak rezim orde baru bahwa selain meneruskan tradisi politik bebas aktif dalam bidang politik sebagaimana diuraikan di atas, pelaksanaan politik luar negeri Indonesia jelas-jelas bertujuan menunjang pembangunan nasional di segala bidang. Hal ini sesuai dengan kepentingan kita, mengingat kita sedang giat-giatnya melakukan pembangunan nasional.
Dengan demikian kerja sama ekonomi, perdaganganm dan penanaman modal dilandasi oleh suatu landasan oleh suatu landasan politik yang setidak-setidaknya tidak ada maksud untuk saling mengancam atau saling mendominasi di bidang politik atau militer. Itu yang menjadi cirri khas ketiga kelompok di Asia Pasifik ini yang mungkin akan mempermudah kerja sama di bidang ekonomi dan perdagangn. Hal ini tidak berarti bahwa kita tertutup bagi kerja sama ekonomi dan perdangan dengan negara-negara yang jelas-jelas mempunyai system politik yang berlainan.













Bagian VI
Pandangan Indonesia Terhadap Maslah Kamboja Dalam Konteks ASEAN
(Hilman Adil)


Terbentuknya ASEAN Sebagai Organisasi Regional
Terbentuknya ASEAN 8 Agustus 1967, sebgai wadah kerja sama regional, diharapkan dasar-dasar hubungan damai antarnegaran di Asia Tenggara serta menggalakan pembangunan negara-negara tersebut. Hal ini tertuang dalam deklarasi yang menyebut sasaran utama ASEAN adalah antara lain, meningkatkan pertumbuhan ekonomi,kehidupan social, perkembangan cultural, serta mengusahakan perdamaian dan stabilitas regional.
Sepanjang sejarah Asia Tenggara sejak berakhirnya Perang Dunia II, ASEAN bukanlah merupakan organisasi regional yang pertama. Sebelum telah ada ASA (Associations of Southeast Asian States) dan Maphilindo ( Malaysia, Philippines, Indonesia), namun ternyata tidak mampu mengatasi kesulitan yang dihadapinya.
Dibandingkan dengan kuduanya organisasi regional sebelumnya, ASEAN lebih banyak member harapan akan berhasil. Hal ini disebabkan oleh dua factor : (a) Situasi di Asia Tenggara pada waktu ASEAN terbentuknyya sangat berbeda, begitu pula struktur organisasninya dan mekanisme oprasionalnya;(b) dalam melaksanakan kebijaksanaan kea rah realisasi sasarannya, ASEAN lebih mengandalkan cara-cara dan strategi yang non konvensional.
Dalam proses pembentukan ASEAN, pemikiran klasik tersebut, yang melandasinya terbentuknya OAS (Organization of American States), OAU ( Organization of African Unity), dan Liga Arab dengan menghasilkan suatu treaty yang lebih komprehensif, tidak mungkin dapat diterapkan pada waktu itu karena adanya hubungan peka antara anggotanya.
Deklarari Bangkok 1967, secara ekplisit menyebut bahwa negara-negara Asia Tenggara sangat erat hubungannya melalui sejarah dan buday. Pernyataan demikian lazim diungkapkan oleh organisasi regional lainnya.Sebenarnya yang mendasari motivasi politik kelima negara tersebut untuk mendirikan ASEAN adalah perkembangan di benua Asia, yaitu eskalasi perang Vietnam dan gejolak di RRC sebagai akibat dari revolusi kebudayaan yang diinterpretasikan sebagai ancaman terhadp keamanaan dan eksistensi negara negara tersebut.

Kesimpulan
Dalam periode antara invasi Kamboja hingga dewasa ini, keadaan pada dasarnya tideak mengalami banyak perubahan, Vietnam berhasil menciptakan “ spheres of influence” di Laos dan Kamboja melalui kedudukan tentaranya. Sebagai reaksinya terhadap tindakan Vietnam tersebut.
Pendekatan legalistic yang acapkali kurang memahami dinamika proses politik yang melatarbelakangi masalah internasional. Oleh karena itu, sudah waktunya bagi negara-negara ASEAN untnuk lebih mempertahankan dimensi internal dan dimensi eksternal dari politik luar negeri Vietnam yang menimbulkan perbedaan pendapat antara anggota-anggota ASEAN, terutama antara Indonesia dan Muangthai meningkat pola Low Profil dalam kebijaksanaan politik luas negerinya tanpa mengurangi pentingnya kerja sama antara negara negara-negara ASEAN.
Inti dari permasalahan Kamboja dalam negosiasi selanjutnya terpusat pada sifat dari pemerintahan rekonsiliasi nasional Kamboja yang direncanakan setelah konflik Kamboja berakhir. Persyaratan agar Pemerintahan tersebut dapat bertahan adalah adanya consensus antar pihak yang bersngketa bahwa yang berkuasa kelak tidak merupakan ancaman terhadap mereka.. Dengan kata lain , perlu diusahakan Kamboja yang netral. Mengenai apakah versi Austria atau Finlandia dijadikan negara model gambaran apa yang diinginkan oleh kedua pihak.


Bagian VII
Indonesia: Suatu Model Dalam Gerakan Non- Blok di Masa Mendatang?
(Siswono Soenarko)

Jika kita melihat latar belakang sejarah gerakan Non- Blok yang berdiri resmi sejak 1961, tujuan utama semua anggotanya untuk bergabung adalah untuk melawan kolonialisme dan imperialism Barat, disamping juga ingin menciptakan perdamaian dalam rangka adanya 2(dua) blok bertentangan. Oleh karena itu dapat dimengerti jika semangat anti Barat selalu mewarnai gerakan non Blok di dalam berbagai forum internasional, sebab memang besat anggotanya adalah bekas jajahan negara-negara Eropa Barat.
Dilihat dari segi kondisi ekoni, social budaya, kita saksikan bahwa negara-negara anggota gerakan Non-Blok sebagian besar termasuk dalam satu kategori yang sama yakni sebagai negara yang sedang berkembang, walaupun tingkat perkembangannya masing-masing negara secara individual berbeda-beda.
Sejalan dengan semangat baru gerakan Non-Blok yang berdimensikan kepentingan pembangnunan ekonomi, maka Indonesia sebagai anggota ini pun telah menciptakan di dalam garis-garis besar haluan negara (GBHN), antara lain dapat kit abaca mengenai Hubungan Luar negeri sebagai berikut:
“Pelaksanaan politik Luar Negeri yang bebas dan aktif dilaksanakan secara konsekwen
dan diabadikan untuk kepentingan nasional, terutama untuk kepentingan pembangunan di segala bidang”

Dengan demikian jelas bahwa pembangunan di segala bidang (termasuk ekonomi), adalah merupakan kepentingan nasional Indonesia yang haeus dicapai dan terpilihnya dalam pelaksanaan hubungannya dengan negara-negara lain di dunia
Didalam forum PBB, gerakan Non- Blok sebagai salah satu kelompok anggotanya telah memperlihatkan persamaan pendapat dan langkah-langkah menghadapi permasalahan-permasalahan internasional; sehingga mejelis Umum PBB bisa membentuk kelompok tersendiri yang disebut voting Block.
Lima wujud program utama Gerakan Non-Blok, yaitu meliputi usaha-usaha untuk
a. Merdakan ketegangan internasional
b. Perlucutan, pembatasan/pengurangan persenjataan
c. Terlaksananya persamaan hak hak dan kewajiban dalam hubungan-hubungan internasional.
d. Memerdekakan rakyat / bangsa yang masih terjajah, dan
e. Pembangunan ekonomi negara-negara berkembang
Ini menunjukan bahwa prinsip dasar gerakan non-Blok tidak berbeda semenjak berdirinya. Kemungkinan perpecahan atau perbedaan tentang prinsip-prinsip dasar gerakan Non Blok di antara sesama anggotanya memang ada.
Gerakan Non Blok sebagai gerakan internasional yang mempersatukan dan melibatkan banyak negara/bangsa dari berbagai wilayah dunia, ternyata tidak luput dari kemungkinan perpecahan diantara anggota sesamanya. Sebagai akibat beberapa faktor penting dalam situasi politik internasional. Paling sedikit ada dua factor yang mempengaruhi terjadinya perpecahan dikalangan non blok, yaitu:
1. Idiologi, merupakan pendorong untuk menentnukan pandangan dan tindakan-tindakan politik negara anggota non blok, baik secala langsung atau tidak langsung
2. Konflik yang terjadi di antara sesama anggota Non-Blok disebabkan kepentingan.

Beberapa Masalah di Dalam Gerakan Non-Blok

a. Peranan Kepemimpinan

Gaya kepemimipinan negara-negara anggota gerakan Non-Blok yang sudah mengalami penggantiantermasuk juga negara-negara anggota baru gerakan Non-Blok, ternyata berbeda. Beda yang tampak jelas adalah negara-negara yang terbut terakhir, karena pengaruh lingkungan dan sejarah kemerdekaannya masih hangat, selalu berusaha keras agar gerakan non-blok dipusatkan kepada masalah dekolonisasi, khususnya di Afrika yang dinilai sudah sangat mendesak tanpa disadari bahwa pangkal tolak kelamahan mereka adalah factor ekonomi yang terlebih dahuku harus diatasi dengan tindakan-tindakan nyata.
Tantangan yang dihadapi gerakan Non-Blok sekarang yang dapat dijadikan ‘ musuh bersama” seperti yang dialami kepemimpinan masa lalu, dari segi penampilannya tidak sejelas dan kongrit impirialis dan kolonialis, sehingga kadang-kadang timbul perbedaan persepsi diantara sesama anggota gerakan non-blok tentang siapa musuh bersama ini pada gilirannya jika didiamkan berlarut larut akan melemahkan gerakan ini sendiri di forum internasional.
Pada tahun-tahun pertama berdirinya gerakan Non-Blok, Indonesia berperan sangat aktif, sebab sebagai salah satu pemakrasa konfrensi di Beograd 1961, bahkan termasuk kelompok negara yang berpandangan garis keras atau “ radikal-militan” yang selalu berbeda pendapat dengan negara-negara moderat (antara lain: India, Yugoslavia dan Mesir).


Kemungkinan Indonesia Menjadi Tuan Rumah KTT Non-Blok IX tahun 1989

Indonesia mengajukan permintaan sebagai penyelenggaraan KTT Non-Blok sudah semenjaknya Konfrensi Tingkat Menteri Luar negeri negara-negara Non-Blok di Luande, setahun sebelum KTT VII diputuskan akan diselenggarakan di Harare, Zimbabwe. Alasannya mengapa Harare dapat disetujui sebagai tuan rumah KTT non-Blok VIII tahun 1986 ialah ; Fokus perjuangan yang sedang hangat diprioritaskan tak lain anti-kolonialisme, imperialism dan rasialisme yang sudah berlangsung cukup lama di Afrika bagian selatan, jelasnya di Afrika Selatan dan Nambia.

Delegasi Indonesia datang Harare antara lain dengan harapan dapat kesempatan untuk menjadi tuan rumah KTT non-Blok IX tahun 1989; ternyata Nikaragua dari Amerika latin yang mencalonkan diri. Keberhasilan Indonesia menjadi tuan rumah barang kali banyak keuntungannya, apalagi jika dikaitkan dengan kemungkinannya sebagai salah satu negara berkembang yang dapat menampilkan diri sebagai suatu contoh keberhasilan menciptakan stabilitas politik domistik yang mantap; dalam bidang ekonomi dengan kondisi resesi serta krisis moneter/keuangan dan tata niaga internasional yang serba tak menentu, masih dapat bertahan dengan kegiatan pembangunan.

Kesimpulan

Berdasarkan berapa permasalahan di dalam gerakan Non-Blok yang telah diuraikan tersebut di atas, kiranya dapat diambil kesimpulan batasan lain sebagai berikut:
1. Walaupun kepemimpinan bukan merupakan factor yang menentukan di dalam gerakan Non-Blok, yang memang bukan Organisasi Formasi Dunia, tetapi adanya keteladanan dan pengarahan yang tegas untuk menyatukan langkah dalam mencapai tujuan perjuangan masih terasa, kalau tidak dapat dikatakan sedang krisis.
2. Kecendrungan politik kearas focus perjuangan dari titik berat kepentingan politk kearah pembangunan ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat/bangsa-bangsa yang tergabung dalam gerakan non –blok.
3. Surutnya partisifasi Indonesia di dalam gerakan Non-Blok semenjak kegiatan pembangunan nasional dalam negeri diselenggarakan selama +- 20 tahun
4. Stabilitas lingkunga kawasan yang telah mendapat prioritas ejajar dengan pembangunan nasional di Indonesia
5. Dengan modal: Keberhasilan dalam peningkatan taraf hidup dan pembangunan pada umumnya dan terciptanya stabilitas dan keamanan lingkungan dapatkan Indonesia menjadi model di dalam gerakan non-blok bagi sesama anggota lainnya.


Bagian VIII
Kekuatan Laut dan Politik Negeri AS
(Sjamsumar Dam)

Pendahuluan
Kekuatan laut (sea power) merupakan salah satu bagian dari kekuatan militer merupakan komponen dari kekuatan nasional suatu negara. Akan tetapi bagi negara maritime besar seperti AS, kekuatan laut sangat menentukan sekali, baik untuk mempertahankan wilayah maritimnya dari ancaman luar, maupun mempertahankan kepentingan nasionalnya.
Bagi AS, pentingnya kekuatan laut sudah diperbindangkan sejak awal negara itu memperoleh kemerdekaannya. Kesepakan yang dicapai antara Thomas Jefferson yang mengandalkan diplomasi dan Alexander Hamilton yang lebih memerlukan kekuatan laut adalah dijadikannya kekuatan laut sebagai pendukung utama politik luar negeri AS.
Meskipun demikian perkembangan kekuatan laut AS dalam abad pertama kemerdekaannya belumlah demikian besar, saat itu AS hanya menduduki paringkat keenam dalam kekuatan laut dunia.

Latar Belakang Kekuatan Laut AS
Pentingnya arti kekuatan laut bagi AS sudah dirasakan selama perang kemerdekaan melawan Inggris yang pada masa itu memiliki kekuatan laut yang amat tangguh. Hanya dengan bantutan armada Perancis yang di pimpin oleh Comte de Rochmembau, kekuatan laut Ingggris yang dipimpin oleh Lord Cornwallis dapat dibendung oleh George Washington seingga Inggris mengakui kemerdekaan AS pada 1783. Setelah perang, kekuatan laut berfungsi untuk eksistensi wilayah AS dari ancaman asing, terutama sepanjang pantai luar dilakukannya. Kalau selama ini kapal-kapal dagang AS dalam pelayarannya pelayarannya di lindungi oleh armada Inggris.
Pecahnya Revolusi Perancis pada 1789 telah membawa perubahan baru dalam perimbangan kekuatan politik di Eropa, yang ditandai oleh persaingan antara Inggris dan Perancis, dimana posisi AS berada di ujung tanduk. Karena di satu pihak AS dituntut untuk membalas “ budi” Perancis yang telah banyak membantu AS selama perang kemerdekaan.

Pokok-pokok pikiran Mahan
Menurut Mahan, komunikasi laut merupakan elemenpenting dalam penyusunan strategi national. Kemampuan untuk menjamin kelancran komunikasi dan kemampuan untuk memutus jalur musuh, mernupakan akar dan kekuatan nasional dan terutama bagi kekuatan laut. Dalam perang di laut sebagaimana juga di darat, stategi yang dibutuhkan adalah pengawasan “ interior lines”, yang akan mampu menghadapi musuh diberbagai front serta untnuk memusatkan kekuatan supaya lebih cepat daripada yang dapat dilakukakan musuh.
Strategi yang dimaksud untuk memperoleh pengawasan laut melalui pembentukan, dukungan peningkatan kekuatan laut suatu negara baik pada masa damai maupun pada masa perang. Pengawasan pada masa perang adalah berupa penghancuran armada musuh. Setelah kemenangan diperoleh, hasil dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang lebih jauh yang diingninkan oleh bangsa dan ekonomi. Peranan AL dalam hal ini adalah kemampuan untuk melakukan penjagaan terhaap sumber-sumber alam dan kemampuan untuk mempersempit ruang gerak musuh untuk memperoleh akses yang serupa.
Dalam melihat kemungkinan AS sebgai kekuatan laut utama, Mahan beranggapan bahwa AS memiliki dua rintangan utama untuk mencapao tujuan itu. Pertama, AS tidak memiliki titik-titik strategis dijalur-jalur utama dunia, seperti terusan suez yang dimiliki Inggris.


Pembatan dan Perlombaan Kekuatan Laut di Pasifik
Sebagaimana sudah disinggung di atas, bahwa konfrensi Washington diadakan untuk membatasi persenjataan persenjataan laut dan politik dominasi Jepang di wilayah Pasifik. Oleh karena itu perdebatan selama Konfrensi berkisar antara kepentingan Jepang dan AS di wilayah itu. Oleh karena itu sebelum maslah pembatasan kekuatan laut dibicarakan mslah pemilikan AS, Inggris, Jepang, dan Perancis di wilayah Asia Pasifik diselesaikan terlebih dahulu. Oleh karenanya pada 13 Desember 1921 keempat negara telah menandatangani kesepakatan bersama untuk saling menghargaai hak-haknya di wilayah Asia Pasfik dalam bentuk “ Four Power Treaty”. Dengan demikian masing-masing pihak sudah memperoleh jaminan terhadap miliknya masing-masing di wilayah Asia Pasifik, termasuk ketiga kepulauan bekas milik Jerman yang dipersengketakan AS dan Jepang di atas.
Perjanjian pembatan persenjataan laut baru dapat ditandatangani oleh 5 lima negara yang berkepentingan, yaitu AS, Iggris, Jepang, Perancis dan Italia, pada 6 Februari 1922. Isi poko dari “ Five Power Treaty” ini adalah, kelima negara sepakat unntuk membatasi jumlah notase kapal-kapal besarnya berdasarkan rasio 5:5:3:1,75:1,75. Juga selama 10 tahun kelima negara sepakat untuk penggantian kapal yang sudah tua..
Bagi AS perjanjian itu memperoleh dua hasil utama, yaitu pertama, diperolehnya pengakuan dari Inggris tentang kestarafan kekuatan laut AS dengan Inggris, yang selama ini tidak menerimanya. Kedua, berhasilnya delegasi AS untuk menggiring Jepang dengan pembatasannya berdasarkan rasio 5:3 yang berarti jepang tidak akan melampaui kekuatan namun masih ada kritik yang dilontarkan oleh kaum “Navalis” yang menginginkan keunggulan kekuatan laut AS.
Sebagaimana sudah dikemukakan di atas, Konferensi Washington hanya membatas rasio kapal (Capital ships) saja. Sedangkan kapal perang jenis lainnya dibatai pembangunannya.



Kekuatan Laut AS setelah Perang Dunia II
Setelah berakhirnya Perang Sunia II kekuatan laut AS menjadi secara drastic, ealaupun masih tetap dapat mempertahankan posisinya sebagai kekuatan laut utama dunia. Misalnya dalam bidang personalia, yang selama perang berjumlah 3,4 juta orang, karena adanya demobilisasi besar-besaran setalh perang menjadi hanya 375.000 orang saja pada 30 Juni 1950. Sementara kapal perang tadinya berjumlah 1200 buah menjadi hanya 237 buah saya yang dipergunakan secara efekif.. Begitu pula pesawat udara yang dikelola AL, yang tadinya berjumlah 40.000 buah menjadi hanya 4.300 buah saja pada tahun 1950. Tentu saja penurunan kekuatan laut itu tidak dapat mendukung perubahaan politik luar negeri AS telah menetapkan US sebagai lawan barunya sebagaimana yang telah dicanangkan dalam Doktrin Trauman yang dikenal sebagai politik pembendungan.
Kebijakan pertahanan NSC-68 mencanangkan pembangunan kembali kekuatan militer AS dengan biaya tahunan minimal 20 % dari GMT atau sekurang-kurangnya US$ 50 miliar setahun. Jelasnya Trauman menghendaki ditingkatkannya kekuatan militer AS terutama dalam bidang persenjataan nuklir untuk menghadi kekuatan nuklisr US yang semakin berkembang
Dalam pengembangan kekuatan laut setelah perang Dunia II, kelihatnnya AS kurang demikian antusias jika dibandingkan dengan sebelum perang. Mungkin hal ini disebabkan oleh karena musuh yang dihadapi mukanlah negara yang memiliki kekuatan laut yang besar seperti Jerman dan Jepang semasa perang. Dan lagi strategi petahanan yang dikembangkan AS setelah perang adalah deng an mengutamakan peningkatan kemampuan kekuatan nuklir sebagai senjata strategis yang dapat menghancurkan musuh secara masal (massive retaliation), yang pada gikirannya akan lebih murah bila dilakukan secara konvensional.
Sementara itu US merasa tertinggal dalam kekuatan kekuatan laut, ejak tahun 1955 mulai melakukan pembangunan kekuatan laut, besaran dibawah ini pimpinan Laksamana sergei Gorshkov. Sehingga pada tahun 1960, secara kuatntitatif, jumlah kapal perang yang dimiliki oleh US sudah melewat jumlah yang dimiliki AS, walaupun secara tonase AS masih unggul dibandingkan dengan US.
Dalam bidang perlomban senjata nuklir yang sudah berlangsung sejak tahun 1949 itu, kedua negara sudah berusaha membatasinya dengan ditandangani SLT I pada tahun 1972, SALT II 1979 dan pada tahun 1987 ini akan ditandatangani pula peimimpin kedua negara penghapusan senjata nuklir jarak menengah di Washington bulan Dember yang akan datang.

Kesimpulan
Sebagai negara maritime yang memiliki pantai yang cukup panjang di Samudra Atlantik dan Pasifik, AS sudah merasakan arti pentingnya kekuatan laut sejak negara itu melakukan perang kemerdekaan melawan Inggris. Setelah merdeka, arti kekuatan itu tidak saja melingdungi pantainya yang amat panjang itu, akan tetapi juga melindungi perdagangannya di luar negeri terutama Eropa.
Pesatnyya perkembangan industry dan perdagangan sejak revolusi industry, menyebabkan meningkat pula kepentingan AS di luar negeri yang sekaligus harus bersaing dengan negara-negara industry di Eropa dan Jepang. Apalagi dengan diperolehnya kepulauan Filifina, Hawaii dab Samoa di Samudra Fasifik kepentingan itu semakin bertambah untuk melindungi kepentingan dan persaingan yang dihadapi itulah diperlukannya suatu kekuatan laut yang tangguh.
Dominasi kekuatan lau AS itu kemudian disaingi oleh US dengan pengembangan kekuatan laut secara besar-besaran sejat tahun 1955, sehingga secara kuantitas US sudah melampaui jumlah kapal perang yang dimiliki oleh AS, Walaupun secara tonase AS lebih unggul. Perkembangan kekuatan ini ditopang pula oleh persenjataan nuklir yang dimiliki oleh kapal-kapal perang tersebut, sehingga perlombaan lebih diwarnai oleh persenjataan nuklir antara kedua negara adi daya.
Kehadiran kekuatan laut AS di Pasifik sudah dimulai semenjak diterimanya usul Benjamin Stoddert untuk menggelarkan kekuatan laut AS di fasifik Barat. Yang ternyata kemudian sangat membantu memelihara kepentingan AS di Timur dan dalam memperoleh Filifina dari Spanyol, termasuk usaha-usaha untuk mengimbangi ekspansi Jepang di Asia Fasifik pada masa perang Dunia II.
Dari uraian di atas, ternyata bahwa perkembangan kekuatan laut AS sejalan dengan politik luar negeri yang dijalankannya, dmana kekuatan laut telah memberikan dukungan secara nyata terhadap setiap politik luar negeri yang dilaksanakan AS






Masalah dan Prospek Birokrasi di Indonesia

Istilah birokrasi yang lazim dalam pembahasan ilmu politik sesungguhnya bukanlah istilah yang sering kita gunakan di Indonesia, khususnya dalam kaitannya dengan pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan politik pada khususnya.
Pembahasan birokrasi yang terkenal berkat tulisan Max Weber, hamper selalu terpusat pada aspek-aspek yang negative, dan agak jarang yang menampilkan segi-segi yang positif sebagai organisasi besar yang disusun secara rasional. Dalam hubungannya inilah misalnya kita membahas kebijakan debirokratisasi dan deregulasi, yaitu bagaimana mengurangi hambatan yang diakibatkan oleh birokrasi serta regulasi yang berkaitan dengannya.
Secara politiik, birokrasi pemerintahan berada pada tatatan suprastruktur politik, yang mempunyai wewenang yuridis dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan yang dilayani. Birokrasi pemerintahan meliputi gaik organisasi para birokratnya yang berada dibawah kendali pemerintahan, dalam hal ini dibaah para menteri.

Negara Kekeluargaan dan Konsep “ Birokrasi”

Birokrasi, jika kita dapat membahasnya dalam hubungan dengan siding-sidang BPUPKI, di pandang sebagai alat negara kekeluargaan yang hendak didirikan itu. Ia sekedar merupakan alat teknis belaka. yang menjadi pusat perhatian adalah penyusunan system pemerintahan negara meliputi
(1) Negara berdasar atas hukum
(2) Sisterm konstitusional
(3) Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan MPR
(4) Presiden ialah penyelenggara negara tertinggi di bawah MPR
(5) Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR
(6) Menteri ialah pembantu presiden ‘
(7) Kekuasaan Kepala Negara tidak terbatas.

Dalam rapat BPUPKI, Prof. Mr. Soepomo menerangkan bahwa pemerintahan berdasar UUD 1945 justru sejak awal dirancang agar sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai dasar cultural tentang suatu pemerintahan. Dlam rapat besar tanggal 15 Juli 1945 Soepomo berkata “ Kita menghendaki semangat kekeluargaan yang harus meliputi seluruh lapangan hidup manusia, bukan saja ekonomi, social, akan tetapi juga lapangan politik, lapangan pemerintahan, artinya berhubungan antara pemerintahan dengan warga negara, semua itu harus diliputi oleh paham kekeluargaan.
Mereka meng menghendaki system yang member aksen yang terbesar kepada pemerintahan dan terutama kepada kepala negara. Dari sejarah, pilihan demikian ada dasarnya. Kepala negara yang tidak kuat, bukan saja sulit melaksanakan tugas mensejahterakan rakyat, tetapi juga akan sulit dalam melaksanakan tugas mengamankan negara terhadap ancaman luar maupun dari dalam. Secara cultural, kita selalu menginginkan seorang “ ratu adil”, raja yang kuat dan bujaksana.


Pembangunan Politik
Pembangunan politik merupakan bagian dari keseluruhan pembangunan nasional. Ia bukan merupakan pembangunan yang berdiri sendiri. Secara jelas GBHN (1983) mengarahkan :” Pembangunan politik diarahkan untuk lebih memantapkan perwujudan demokrasi Pancasila”. Seperti kita ketahui bersama, demokrasi pancasila tidaklah hanya meliputi bidang politik. Ia juga meliputi bidang ekonomi dan social budaya. Topik-Topik yang akan dicakup oleh bidang-bidang politik dalam GBHN (1983) adalah: Stabilitas politik; mekanisme demokrasi Pancasila; kehidupan konstitusional, demokrasi dan tegaknya hukum; mekanisme kepemimpinan nasional; pemasyrakatan P4; pendidikan politik; pemilihan umum; organisasi kekuatan social politik; pancasila sebagai satu-satunya asas; komunikasi social timbale balik antara masyarkat, serta antara masyarakat dengan lembaga perwakilam rakyat maupun dengan pemerintaha: Organisasi kemasyarakatan; serta wadah-wadah penyalur pendapat masyarakat pedesaan.

Peranan Birokrasi Dalam Pembangunan Politik
1. Ikut melaksanakan pendidikan politik
2. Menegakan stabilitas politik yang mantap dan dinamis
3. Menyusun ,perkiraan dan telaahan strategis
4. Menyelengaraan penataran P4
5. Ikut membantu pembinaan organisasi kekuatan social politik dan organisasi kemasyarakatan.
Demikianlah beberapa pengamatan saya mengenai peranan birokrasi dalam keseluruha pembangunan politik kita. Ternyata peranannya cukup besar, khususnya dalam mengoprasionalkan negara kekuargaan kita berpaham intergralistik.


Bagian IX
Relevansi Teoritik Ilmu Administrasi Negara Bagi Pembangunan Nasional
(Moeljarto Tjokrowinoto)


Dikotomi Politik- Administrasi dan Genesis Ilmu Administrasi Negara
Selama tepat satu abad pemikiran dalam ilmu administrasi negara telah didominasi oleh suatu mitos bahwa ilmu administrasi negara adalah invasi Amerika. Kelahiran ilmu administrasi negara di pandang ditandai oleh karya Founding Father ilmu administrasi negara , Woodrow Wilson, yang berjudul “ The Study of public Administration.
Namun ada persamaan isu yang menjadi focus utama ilmu administrasi negara dalam tahapan perkembangan tadi, antara Perancis dan Amerika. Dikotomi politik-administrsi telah menjadi tema sentral pembahasan Wilson, Goodnow, White dan Willoughby yang nota bene adalah berpendidikan ilmu ekonomi. Keinginan untuk mewujudkan ilmu administrasi sebagi disiplin ilmu yang berdiri sendiri, dan lebih dari itu, tantangan untun menegakan efesiensi administrasi di dalam system demokrasi, telah membawa Wilson, Goodnow, White dan Willoughby menjadikan dikotomi politik administrasi tadi isu sentral.

Dari Dikotomi Politik- Administrasi Menuju Pada Efisiensi
Proses industrualisasi telah membawa permasalahan yang berbeda dari masyarakat agraris. Masyarakat menjadi makin kompleks, Profiferasi organisasi-organisasi raksasa mewarnai trasnsisi social tadi, dan aparat administrasi negara yang makin kimpleks dan canggih lahir menyertai proses industrialisasi tadi. Isu dikotomi politik-administrasi tidak lenyap, tetapi mengejewantah di dalam teori-teori birokrsi. Teori teori birokrasi tadi ingin menjawab tantangan zamannya yang terfokus pada pengkajianndampak pertumbuhan industry-industri raksasa tadi ingin menjawab tantangan jaman yang terfokus pada pengkajian dampak pertumbuhan industry

Aparat yang formal dan rasional mempunyai cirri sebagai berikut:
1. Adanya hirarki status yang masing-masing mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang diataru oleh pengaturan formal yang jelas yang mentukan wewenang dan tanggung jawabnya.
2. Kewenangan, yaitu hak untuk memerintah dan mengawasi, bersumber pada status yang secara formal diakui luas, dan bukan bersumber pribadi seseorang
3. Tindakan-tindakan resmi dilaksanakan di dalam kerangka peraturan yang telah ditentukan sebelmunnya
4. Sistem hubungan kerja sama antara bebagai komponen dalam organisasi menyangkut derajat formalitas tertentu dan menciptkan jarak social yang jelas antara berbagai pejabat
5. Formalitas yang dipertahankan melalui ritus-ritus social dimaksudkan untuk meningkatkan calculability dari prilaku birokrasi, sehingga terciptalah serangkaian harapan timbale balik yang stabil.
6. Semua prilaku birokrasi diatur melalui serangkaian peraturan yang disetujui bersana, ehingga menjamin objektivitas dan membatasi konflik dan friksi.

Isu sentral administasi negara telah bergeser dari dikotomi politik-administrasi semata-masta menuju efesiensi. Dan sejumlah besar penulis, mencoba memecahkan masalah efesiensi sebagai tantangan masyarkat pada era ini.



Kebijaksanaan Pemerintah Orde Baru dan Prestasi Pembangunan
Orde baru lahir dalam konteks social politik dan ekonomis yang kurang menguntungkan:
(1) Instabilitas politik yang timbul sebagai akibat profilisasi partai dengan domain consensus nilai yang minimal
(2) Konstelasi politik yang banyak menyimpang dari UUD 1945
(3) Politik luar negeri yang kontratif melalui penggalangan solidaritas NEFO yang pada akhirnya mengasingkan Indonesia dari negara-negara Industri Barat dan khususnya negara-negara Asia Tenggara
(4) Orientasi politik yang berlebihan menempatkan orientasi ekonomi pada posisi periphery
(5) Kebijaksanaan alokasi sumber yang impulsive dan in konsisten yang sering kali di dorong oleh wawan mercuswar
(6) Infrastruktur ekonomi yang runjam
(7) Akumulasi hutang luar negeri untuk proyek –proyek yang secara ekonomi tidak dipertanggungjawabkan
(8) Inflasi yang tidak terkendali
(9) Cadangan devisa yang amat menipis
(10) Kecendrungan etatisme di dalam berbagai aspek khidupan dan sebagainya

Pelbagai langkah dibidang politik dan ekonomi diambil untuk menjadi landasan bagi pembangunan lebih lanjut. Rahabilitasi dan konsolidasi dibidang ekonomi dan politik memanng harus dilakukan sebagai kerangka landasan pembangunan nasional. Dibidang politik telah diambil langkah-langkah antara lain:
(1) Restrukturasi dan refungsional lembaga-lembaga politik sesuai dengan UUD 1945
(2) Pembubaran PKI dengan pelbagai organisasi satelitnya
(3) Penyederhanaan kepartaian melalui pengelompokan kekuatan-kekuatan politik yang ada’pemilihan umum yang dilakukan secara berkala sesuai perundang-undangan yang berlaku
(4) Mendudukan ABRI di dalam fungsi sebagai dinamisator dan stabilisator kehidupan bernegara
(5) Menenpatkan Pancasila sebagai satu-satunya asas kepartaian dan keormasan
(6) Mendudukan kembali konsep politik luar negeri yang bebas aktif
(7) Mencegah dijadiknnya birokrasi sebagai pertentangan politik melalui asas mono-loyalitas
(8) Menerapkan kebijaksanaan “ masa mengembang” di dalam kehidupan politik pada tingkat grassroots.

Administrasi negara yang diterapkan, karenanya adalah system Administrasi negara yang dapat mendukung berfungsinya strategi pertumbuhan tadi
(1) Diterapkannya comprehensive-planing yang menkankan blue-print approach
(2) Mekanisme alokasi dan distribusi sunber sentralisasi dengan mempercayakan pada bonanza minyak
(3) Birokratisasi, dalam arti meluasnya kewenangan birokrasi pada sector-sektor lain
(4) HUbungan pemerintah pusat dan daerah hang lebih menekankan pada dekonsentralisasi dan sentralisasi
(5) Profilisasi regulasi yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan]
(6) Orientasi pada target yang kurang fleksibel
(7) Kecendrungan menerapkan struktur dan prosedur yang stereotips dan uniform
(8) Kecendrungan profiferasi structural untuk mengatasi struktur yang disfungsional dan sebagainya.

Bagian X
Hubungan Pusat- Daerah: Kedudukan dan Peranan Kepala Daerah/ Wilayah
(Ismail Husaein)

Lahirnya dan berkembangnya suasana yang serasi antara pusat dan Daerah dalam masa Orde Baru, agaknya tak dapat dilepaskan dari kedudukan yang diberikan dan peranan yang dimainkan oleh kepada daerah / wilayah, baik tingkat propinsi daerah tingkat I, maupun daerah tingkat kabupaten/kota madya Daerah Tingkat II. Dengan perkataan lain, ada kontribusi tertentu telah disumbangkan oleh kepada Daerah dalam upaya menjelmakan suasana serasi.
Implementasi asas desentralisasi dalam pemerintahan, telah melahirkan sejumlah daerah otonom, Tingkat I dan tingkat II, yang dipimpin oleh seorang kepada daerah. Di samping itu, pelaksanaan asas dekonsentrasi melahirkan sejumlah wilayah administrative: Provinsi, kabupaten/kota masya, kota administrative dan kecamatan yang tersusun hirarkis dan dipimpin oleh seorang kepala wilayah
Keseluruhan wewenang, tugas dan kewajibab itu tergolong sebagai’ urusan pemerintahan umum” (aglemene bestuur), baik intisarinya adalah:
1. Mewakili kekuasaan dan menegakan kewibawaan pemerintah pusat
2. Menjamin keamanan dan ketertiban umum
3. Melaksanakan kebijaksanaan politik pemerintahan pusat
4. Menguasai lingkungan daerah hukumnya dari kekayaan alam milik negara
5. Memegang kendali atas penduduk
6. Memelihara dan memajukan kemakmuran dan kesejahteraan daerah.

BUKU PEMBANDING

Identitas Buku:
Judul Buku : Sistem Politik Indonesia
Penulis : Drs. H. Inu Kencana Syafiie, M.Si
Azhari, S.STP., M.Si
Tahun Terbitan : 2005
Penerbit : Retika ADITAMA

Dalam buku ini membahas tujuh bab pokok bahasan, tetapi yang saya bahas dalam buku ini ialah bab II mengenai Sejarah Politik Indonesia khususnya membahas Sejarah politik Orde Baru. Hal ini disesuaikan dengan pembahasan buku pertama.

Bagian I
Sejarah Politik Indonesia


A. Orde Baru

Meningkatnya suhu politik pada menjelang pada akhir 1945 itu, dikaitkan dengan siapa pengganti Soekarno kalau bersangkutan wafat, karena pemilihan umum sejak tahun1955 tidak pernah lagi diadakan dan wakil presiden secara resmi tidak pernah ada lagi sejak Bung Hatta mengundurkan diri (walau pun ada perdana menteri
Dengan adanya peristiwa G-3/S PKI. Secara konstitusional dikeluarkanlah ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 yang menetapkan ,pencaburan kembali kekuasaan pemerintah negara dari tangan Presiden Soekarno, dengan ketetapan MPRS itu juga pemegang ketetapan MPRS Nomor IX/MPRS/1966 diangkat menjadi pejabat presiden yaitu Jenderal Soeharto.
Selanjutnya dalam beberapa kali pemilihan umum Pak Harto dipertahankan menjadi presiden yaitu dengan ketetapan konstitusional penetapan MPRS. Strateginya adalah dengan menunjuk para anggota MPR khususnya untnuk utusan daerah dan utusan golongan, yaitu para gubernur Kepada Daerah Tingkat I para Panglimma Komando Daerah Militer, para rector perguruan tinggi negeri. Para menteri Kabinet, para istri dan anak menteri cabinet untuk di duduk di lembaga konstitutif ini( yang sudah barang tertu dekat dengan beliau sehingga setiap pemilihan umum beliau diangkat menjadi presiden dengan kebulatan tekad.
Walaupun pembangunan ekonomi berjalan cukup pesat tetapi hanya dinikmati oleh segintir orang-orang dekat beliau ( kroni ) namun digembor-gemborkan sebagi usaha tinggal landas setelah dari pembangunan, politik hanya terkebiri, yang sudah barang tentu tidak satu pun kritik dari masyarkat melalui wakilnya dari legeslatif terhadap pemerintah berkuasa.
Keberadaan Golkar yang merupakan perpanjangan tangan ABRI ( khususnya AD waktu itu diperkuat dengan masuknya tanpa pilihan para Pegawai Negeri Sipil, ibu-ibi Dharma Wanita, Pertiwi dan keluarganya ke dalam Golkar yang berlambangkan pohon beringin.
Dengan dalih menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta mempertahankan Pancasila UUD 45 dari kemungkinan perubahannya oleh MPR/DPR RI maka ABRI ikut berpolitik, yaitu dengan menjadi anggota legeslatif tersebut. Hal ini dianggap bagian dari pengabdian mereka kepada bangsa dan negara uang kemudian disebut sebagai Dwi Fungsi ABRI
Selain daripada itu pemilihan umum pertama tahun 1971 dirancang unntuk mengikutsertakan ABRI melalui jalur Golongan Karya. Dengan demikian kemungkinan untuk menjadi Gubernur Kepada Daerah Tingkat I dan Bupati Kepala Daerah Tingkat II di seluruh Indonesia lebih memudahkan ABRI karena baik di daerah DPRD mau pun di pusat mendagri akan mempermudahnya
Pada pucak dominasiny, tidak ada suatu kantorpun yang lepas dari control ABRI, inilah kemudian yang dipertanyakan orang ( Baik kaum intelek maupun kaum awam) apakah dalam demokrasi yang menjunjug tinggi kedaulatan rakyat, peranan ABRI seperti ini masih diperlukan. Apakah aspirasi tergali dengan system komando masih diperlukan
Dalam hal ini bahwa ABRI mempunyai kelebihan kedesiplinan dalam berorganisasi dibandingkan para karyawan, politisi dan pegawai negeri sipil. Hanya kemudian pada decade delapan puluhan dan semibilan puluhan ini aroganisme (kesombongan) menghinggapi mereka, bahkan fakta-fakta empiris diapangan membantah kepercayan bahwa ABRI lebih disiplin tersebut di atas.






















BAB III
PENUTUP


Bila melihat buku yang pertama yang banyak menjelaskan sejarah perpolitikan di Indonesia, lebih-lebih kita melihat bagaimana perpolitikan di masa orde baru, yang masa-masa awalnya mengalami kerumitan setelah adanya peristiwa G.30/SPKI yang menelan tujuh orang jenderal. Pelimpahan tampuk kepemimpinan dari rezim orde lama ke orde baru diawali dengan ketetapan MPRS Nomor XXXIII / MPRS / 1967 yang menetapkan pencabutan kembali kekuasaan pemerintah negara dar tangan Presiden Soekarno, dengan ketetapan MPRS itu juga pemegang ketetapan MPRS Nomor IX / MPRS / 1966 diangkat menjadi presiden yaitu jenderal Soeharto.Dalam perkembangannya, soeharto dalam mempertahankan eksistensinya membuat suatu strategi dengan menunjuk anggota MPRdari kalangan yang dekat (kroni) dengan dirinya. Oleh karena tidak aneh setiap pemilihan umum soeharto diangkat menjadi presiden bahkan menjadi kebulatan tekad.
Adapun yang menjadi daya tarik yang bisa diamati di dalam perpolitikan orde bari ini adalah keberadaan partai Golkar, yang menurut Inu Kencana merupakan perpanjangan dari ABRI yang diperkuat dengan masuknya ranpa pilihan PNS, Ibu-ibi dharma Wanita. Militer dalam hal ini ABRI yang dibentuk untuk alat pertahanan negara, oleh pemerintah panglimanya disederajatkan dengan menteri cabinet. Disini ada dwi fungsi ABRI yang memberikan militer ikut dalam urusan politik praktis dengan menjadi kan anggota ABRI sebagai anggota legislative. Selanjutnya yang menjadi tragis lagi bahwa anggota ABRI digiring untuk menjadi anggota GOLKAR. Kedudukan GOLKAR di masa orde baru dibedakan dengan partai politik. GOLKAR seakan alat pemerintah orde baru dalam melaksanakan program-program pemerintah yang seakan mempunyai jalan tersendiri. Pemisahan GOLKAR dari partai politik terlihat dari peraturan tentang Pancasila sebagai satu-satunya asas dicantumkan dalam Bab II tentang Asas, Tujuan, dan program dari UU No.3 tahun 1985. Pasal 2 dari bab tersebut berbunyi:
1. Partai politik dan Golongan karya berdasarkan Pencasila sebagai satu-satunya asas.
2. Asas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah asas kehidupan
Masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Idiologi Pancasila ini harus tertuang dalam anggaran dasar orpol manapun. Hal ini dimaksudkan untuk terciptanya consensus nasional mengenai idiologi yang memang merupakan prasyarat bagi perkembangan suatu bangsa.
Dilihat dari sudut ini, asas tunggal adalah ide pembaharuan pengalaman masa lalu menunjukan bahwa bahwa Indonesia sudah terbiasa dengan berbagai idiologi yang berbeda-beda. Semenjak awal pergerakan nasional, bangsa Indonesia telah terbiasa melihat berkembangdan musnahnya berbagai idiologi. Asas tunggal ingin mengubah itu semua. Kenyataannya ini menunjukan bahwa penentangan terhadap asa tunggal dapat dimengerti.

UJIAN TENGAH SEMESTER 2010/2011 ANALISIS KURIKULUM DAN PROBLEMATIKA IPS DOSEN : PROF. DRS. H .KOSASIH DJAHIRI

Soal:

1. Kemukakan Pengertian
a. Kurikulum dari berbagai dimensi
b. Analisis Kurikulum Secara luas/macro dan secara Micro
Jawaban
a. Kurikulum adalah seperangkat rencana pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedemonan penyelenggaraan kegiatan untuk mencapai pendidikan tertentu. Adapun pengertian dari kurikulum kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilam, sikap dan nilai-nilai diwujudkan dalam kebiasaan berpikir, bersikap dan bertindak (Djahiri: 2004: 3).
Definisi lain dari
• George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa : “ A Curriculunis a written document which may contain many ingredients, but basically it is aplan for the education of pupils during their enrollment in given school”.
• Campbell (1935) yang mengatakan bahwakurikulum … to be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers.
• Hamid Hasan (1988) mengemukakan kurikulum dari beberapa dimensi. Adapun dimensi tersebut:
 kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian,khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
 kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulumsebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
 kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulumsebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
 kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulumsebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.
• Purwadi (2003) membagi kurikulum menjadi enam bagian
 Kurikulum sebagai ide
 kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum.
 kurikulum menurut persepsi pengajar
 kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas;
 kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan
 kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
b. Analisis Kurikulum secara luas/Macro dan secara Micro
a. Analisis Kurikulum secara Macro
kurikulum secara mkacro/dalam arti luas membaca, mempelajari, menterjemahkan dan melaksanakan isi kurikulum kedalam ke dalam seperangkat pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai atau target harapan belajar dapat tercapai.
Jenis kurikulum meliputi:
The intended kurikulum sebagai dokumen kurikulum Negara ( kurikulum nasional) bisa dalam bentuk kurikulum inti / wajib atau tertutup, berbentuksebagai panduan dan bentuk terbuka/ open
The intended / close curriculum : Kurikulum inti bersifat wajib dan tertutup
• The open curriculum : berupa poin system, tidak mengikat
• Guided curriculum: sebagai acuan dan pedoman
• The proper curriculum, apa bila telah di anggap layak, bila telah terjadi sinergi antara the intended dengan the Hidden curricullum
The Hidden kurikulum yaitu kurikulum tersembunyi yang meliputi:
1 Komponen siswa, meliputi entri behavior ( kognitif, afektif dan psikomotor); tingkat perkembangan belajar; likngkungan belajar ( Ipoleksosbud); permasalahan yang dihadapi siswa dan proyeksi masa depan.
2 Kegiatan analisis kurikulum juga berarti guru harus meneliti komponen kurikulum yang terdiri dari definisi, visi,misi, tujuan-tujuan dan jenis program berbnagai prodi serta berbagai pendekatan yang dianjurkan oleh kurikulum nasional yang akan dikembangkan dalam kurikulum local dan P3 (pengembangan program pembelajaran ) guru.
b. Analisis Kurikulum Secara Mikro
Pengertian Analisis Kurikulum secara micro adalah membaca, mempelajari dan melaksanakan kurikulum. Dengan menganalisi kurikulum secara mikro, maka guru dituntut untuk
 Mengkaji atau membaca isi kurikulum; isinya/ konten secara utuh ( kualifikasi, kualitas dan kuantitasnya)
 Memahami dan membaca komponen kurikulum
 membaca dan mengkaji kurukulum secara hurupiah dan mengkaji isi pesan yang terkandung dalam kurikulum ( kurikulum nasional dan kurikulum lukal/ tingkat profinsi-kabupaten) ke dalam bentuk:
 desain intruksional (ID) / silabus-RPP dan,
 instruksional material( IM) / Unit-unit belajar- sekenario pembelajaran ( membuat modul-paket belajar dan lembar kegiatan siswa)

2. Jelaskan langkah kegiatan curriculum development menurut jenjang/tingkatannya dan uraikan jenis kegiatan setiap jenjang.
Jawab
Curriculum development menurut jenjangnya dapat dilihat dari kegiatannya. Adapun langkah-langkah dari setiap jenjang:
a. Tahapan kurikulum Nasional
Dalam tahapan ini, terdiri dari – jenis kurikulum inti, - kurikulum guided, - kurikulum terbuka. Oleh karena itu dalam tahapan ini guru dan siswa diberi panduan buku paket, buku pengayaan secara nasiolan.
b. Tahap perkembangan Kurikulum Lokal
Tahap perkembangan lokal ini, dikembangkan oleh profinsi atau kabupaten, dioperasionalkan lalu dijabarkan dalam bentuk /format Instruksional Design (ID) sehingga kurikulum lebih rinci dan jelas ( panduan silabus mata pelajaran). Bila tidak dilakukan oleh dinas profinsi/ kabupaten , maka harus diambil alih oleh MGMP tingkat kabupaten kota untuk mengembangkan kurikulum tingkat lokal.
c. Tahapan Pengembangan Institusional di sekolah
Tahap pengembangan institusional ini, dikembangkan dan dijabarkan ke dalam bentuk / format RPP ( Rencana pelaksanaan pelajaran); Silabus sekolah ( terutama pada saat KTSP/ Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ); Instruksional Material / IM yang dituangkan ke dalam unit learning/ unit belajar dalam bentuk Sekenario Pembelajaran, paket belajar/ modul/ ringkasan bahan ajar dan Lembar Kegiatan Siswa/ LKS; dan Pengembangan pola Evaluasi.
3. Perolehan Kegiatan Curriculum research/analyses:
a. Apa Target Perolehan dari kegiatan Curriculum Research PIPS
Adapun tarket dari kegiatan meneliti kurikulum ini adalah dimaksudkan guru dapat memahami:
 Jenis kurikulum program pendidkan yang ditekuni ; Dalam KTSP Guru bertugas membina, mengembangkan dan memelihara jenis kurikulum tersebut.
 Pola pembelajaran yang meliputi: - Azas; pendekatan; dan pola KBM dan Evaluasi)
 Ruang lingkup dan kedalaman bahan ajar mata pelajaran
 Kadar proses belajar dan hasil belajar harapan ( dalam kurikulu terdapat pada pendahuluan dan pada Kompetensi dasar dan Standar kompetensi)
 Pola Evaluasi KBM
 Kesinambungan antara komponen pembelajaran dan tingkat kesukaran materi. Metoda, media dan sumber pembelajaran serta pola evaluasi
 Menganalisis hasil penelitian kurikulum
 Membuat pendapat/opini dan tanggapan tentang kurikulum baik yang inti, lokal maupun kurikulum in action .
b. Bila perolehan sub .3.a tidak memadai sebagai The proper PIPS, apa yang harus dilakukan guru
Guru harus mensinergikan antara the intended dengan the Hidden curriculum, yaitu:
1. Intended , yaitu segala keharusan yang terdapat dalam kurikulum, baik standar kompetensi, kompetensi dasar, indicator, panduan materi, media, metoda dan pola evaluasinya, yang di jadikan standar keharusan.
2. The hidden, yaitu:
•Komponen siswa, meliputi entri behavior ( kognitif,afektif dan psikomotor); tingkat perkembangan belajar; likngkungan belajar ( Ipoleksosbud); permasalahan yang dihadapi siswa dan proyeksi masa depan., pengalaman belajar/pengalaman hidup
4. Pada saat guru melakukan P3PIPS :
a. Komponen apa sajakah yang dikembangkan.
b. Faktor apa sajakah yang harus diperhitungkan saat mengembangkan sub. a.
Jawaban :
a. Komponen yang dikembangkan :
1. Perencanaan
Langkah-langkah penyusunan perencanaan pembelajaran :
a. Pemetaan Kompetensi Dasar
b. Penentuan topik atau tema
c. Penjabaran Kompetensi Dasar ke dalam indikator sesuai dengan topik/tema
d. Penyusunan desain/Rencana Pelaksanaan Pembelajaran . Pengorganisasian Materi Pembelajaran( multi media/ pendekatan KBS aktif –kreatif-menyenangkan)

f. Pemilihan Metode dan Media Pembelajaran (Fortofolio, inquiry, kejarkop)
g. Jenis dan Prosedur Penilaian
2. Model Pelaksanaan Pembelajaran
a. Kegiatan Pendahulan (kegiatan awal)
b. Kegiatan Inti Pembelajaran
c. Kegiatan Akhir (penutup) dan tindak lanjut
3. Penilaian
a. Tahapan Penilaian
b. Penentuan Kriteria Ketuntasan Belajar

b. Faktor yang harus diperhitungkan saat mengembangkan sub. a;
 Keharusan dalam kurikulum, (Standar kompetensi, kompetensi dasar, )
 Kata kerja operasional untuk menentukan indicator, silabus
 Alokasi waktu, alokasi domain taksonomi.
 Luas sempit materi ajar pada waktu mengidentifikasi, menyeleksi, ( penting-wajib) dan mengorganisasi/ menyusun materi ( mana yang didahuklukan)
 Jenis metoda, efektifitas media dan keterkaitannya dengan materi ajar dan pendekatan PBM, ketersediaan sumber ajar
 Jenis dan model pola evaluasi.
 Dengan kata lain factor yang harus diperhatikan adalah Kurikulum, Entry behavior siswa; Ketersediaan sarana [ sumber, media];
4. Dibawah ini ada gambaran curriculum development yang interactive (interactive curriculum development). Gambar mana yang menurut anda benar dan ideal (gambar A atau B)

GAMBAR A







GAMBAR B





Jawabannya:
Gambar B, dengan asumsi bahda dalam penyusunan kurikulun tingkat institusional melihat kepada proses kurikulum yang tersinergikan mulai dari KTSP, Buku paket dan RPP guru. Dengan begitu ketercapaian pembelajaran bisa tercapai dengan melihat ketiga aspek kurikulum yang saling bersinergi

Soal:

1. Kemukakan Pengertian
a. Kurikulum dari berbagai dimensi
b. Analisis Kurikulum Secara luas/macro dan secara Micro
Jawaban
a. Kurikulum adalah seperangkat rencana pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedemonan penyelenggaraan kegiatan untuk mencapai pendidikan tertentu. Adapun pengertian dari kurikulum kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilam, sikap dan nilai-nilai diwujudkan dalam kebiasaan berpikir, bersikap dan bertindak (Djahiri: 2004: 3).
Definisi lain dari
• George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa : “ A Curriculunis a written document which may contain many ingredients, but basically it is aplan for the education of pupils during their enrollment in given school”.
• Campbell (1935) yang mengatakan bahwakurikulum … to be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers.
• Hamid Hasan (1988) mengemukakan kurikulum dari beberapa dimensi. Adapun dimensi tersebut:
 kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian,khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
 kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulumsebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
 kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulumsebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
 kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulumsebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.
• Purwadi (2003) membagi kurikulum menjadi enam bagian
 Kurikulum sebagai ide
 kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum.
 kurikulum menurut persepsi pengajar
 kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas;
 kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan
 kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
b. Analisis Kurikulum secara luas/Macro dan secara Micro
a. Analisis Kurikulum secara Macro
kurikulum secara mkacro/dalam arti luas membaca, mempelajari, menterjemahkan dan melaksanakan isi kurikulum kedalam ke dalam seperangkat pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai atau target harapan belajar dapat tercapai.
Jenis kurikulum meliputi:
The intended kurikulum sebagai dokumen kurikulum Negara ( kurikulum nasional) bisa dalam bentuk kurikulum inti / wajib atau tertutup, berbentuksebagai panduan dan bentuk terbuka/ open
The intended / close curriculum : Kurikulum inti bersifat wajib dan tertutup
• The open curriculum : berupa poin system, tidak mengikat
• Guided curriculum: sebagai acuan dan pedoman
• The proper curriculum, apa bila telah di anggap layak, bila telah terjadi sinergi antara the intended dengan the Hidden curricullum
The Hidden kurikulum yaitu kurikulum tersembunyi yang meliputi:
1 Komponen siswa, meliputi entri behavior ( kognitif, afektif dan psikomotor); tingkat perkembangan belajar; likngkungan belajar ( Ipoleksosbud); permasalahan yang dihadapi siswa dan proyeksi masa depan.
2 Kegiatan analisis kurikulum juga berarti guru harus meneliti komponen kurikulum yang terdiri dari definisi, visi,misi, tujuan-tujuan dan jenis program berbnagai prodi serta berbagai pendekatan yang dianjurkan oleh kurikulum nasional yang akan dikembangkan dalam kurikulum local dan P3 (pengembangan program pembelajaran ) guru.
b. Analisis Kurikulum Secara Mikro
Pengertian Analisis Kurikulum secara micro adalah membaca, mempelajari dan melaksanakan kurikulum. Dengan menganalisi kurikulum secara mikro, maka guru dituntut untuk
 Mengkaji atau membaca isi kurikulum; isinya/ konten secara utuh ( kualifikasi, kualitas dan kuantitasnya)
 Memahami dan membaca komponen kurikulum
 membaca dan mengkaji kurukulum secara hurupiah dan mengkaji isi pesan yang terkandung dalam kurikulum ( kurikulum nasional dan kurikulum lukal/ tingkat profinsi-kabupaten) ke dalam bentuk:
 desain intruksional (ID) / silabus-RPP dan,
 instruksional material( IM) / Unit-unit belajar- sekenario pembelajaran ( membuat modul-paket belajar dan lembar kegiatan siswa)

2. Jelaskan langkah kegiatan curriculum development menurut jenjang/tingkatannya dan uraikan jenis kegiatan setiap jenjang.
Jawab
Curriculum development menurut jenjangnya dapat dilihat dari kegiatannya. Adapun langkah-langkah dari setiap jenjang:
a. Tahapan kurikulum Nasional
Dalam tahapan ini, terdiri dari – jenis kurikulum inti, - kurikulum guided, - kurikulum terbuka. Oleh karena itu dalam tahapan ini guru dan siswa diberi panduan buku paket, buku pengayaan secara nasiolan.
b. Tahap perkembangan Kurikulum Lokal
Tahap perkembangan lokal ini, dikembangkan oleh profinsi atau kabupaten, dioperasionalkan lalu dijabarkan dalam bentuk /format Instruksional Design (ID) sehingga kurikulum lebih rinci dan jelas ( panduan silabus mata pelajaran). Bila tidak dilakukan oleh dinas profinsi/ kabupaten , maka harus diambil alih oleh MGMP tingkat kabupaten kota untuk mengembangkan kurikulum tingkat lokal.
c. Tahapan Pengembangan Institusional di sekolah
Tahap pengembangan institusional ini, dikembangkan dan dijabarkan ke dalam bentuk / format RPP ( Rencana pelaksanaan pelajaran); Silabus sekolah ( terutama pada saat KTSP/ Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ); Instruksional Material / IM yang dituangkan ke dalam unit learning/ unit belajar dalam bentuk Sekenario Pembelajaran, paket belajar/ modul/ ringkasan bahan ajar dan Lembar Kegiatan Siswa/ LKS; dan Pengembangan pola Evaluasi.
3. Perolehan Kegiatan Curriculum research/analyses:
a. Apa Target Perolehan dari kegiatan Curriculum Research PIPS
Adapun tarket dari kegiatan meneliti kurikulum ini adalah dimaksudkan guru dapat memahami:
 Jenis kurikulum program pendidkan yang ditekuni ; Dalam KTSP Guru bertugas membina, mengembangkan dan memelihara jenis kurikulum tersebut.
 Pola pembelajaran yang meliputi: - Azas; pendekatan; dan pola KBM dan Evaluasi)
 Ruang lingkup dan kedalaman bahan ajar mata pelajaran
 Kadar proses belajar dan hasil belajar harapan ( dalam kurikulu terdapat pada pendahuluan dan pada Kompetensi dasar dan Standar kompetensi)
 Pola Evaluasi KBM
 Kesinambungan antara komponen pembelajaran dan tingkat kesukaran materi. Metoda, media dan sumber pembelajaran serta pola evaluasi
 Menganalisis hasil penelitian kurikulum
 Membuat pendapat/opini dan tanggapan tentang kurikulum baik yang inti, lokal maupun kurikulum in action .
b. Bila perolehan sub .3.a tidak memadai sebagai The proper PIPS, apa yang harus dilakukan guru
Guru harus mensinergikan antara the intended dengan the Hidden curriculum, yaitu:
1. Intended , yaitu segala keharusan yang terdapat dalam kurikulum, baik standar kompetensi, kompetensi dasar, indicator, panduan materi, media, metoda dan pola evaluasinya, yang di jadikan standar keharusan.
2. The hidden, yaitu:
•Komponen siswa, meliputi entri behavior ( kognitif,afektif dan psikomotor); tingkat perkembangan belajar; likngkungan belajar ( Ipoleksosbud); permasalahan yang dihadapi siswa dan proyeksi masa depan., pengalaman belajar/pengalaman hidup
4. Pada saat guru melakukan P3PIPS :
a. Komponen apa sajakah yang dikembangkan.
b. Faktor apa sajakah yang harus diperhitungkan saat mengembangkan sub. a.
Jawaban :
a. Komponen yang dikembangkan :
1. Perencanaan
Langkah-langkah penyusunan perencanaan pembelajaran :
a. Pemetaan Kompetensi Dasar
b. Penentuan topik atau tema
c. Penjabaran Kompetensi Dasar ke dalam indikator sesuai dengan topik/tema
d. Penyusunan desain/Rencana Pelaksanaan Pembelajaran . Pengorganisasian Materi Pembelajaran( multi media/ pendekatan KBS aktif –kreatif-menyenangkan)

f. Pemilihan Metode dan Media Pembelajaran (Fortofolio, inquiry, kejarkop)
g. Jenis dan Prosedur Penilaian
2. Model Pelaksanaan Pembelajaran
a. Kegiatan Pendahulan (kegiatan awal)
b. Kegiatan Inti Pembelajaran
c. Kegiatan Akhir (penutup) dan tindak lanjut
3. Penilaian
a. Tahapan Penilaian
b. Penentuan Kriteria Ketuntasan Belajar

b. Faktor yang harus diperhitungkan saat mengembangkan sub. a;
 Keharusan dalam kurikulum, (Standar kompetensi, kompetensi dasar, )
 Kata kerja operasional untuk menentukan indicator, silabus
 Alokasi waktu, alokasi domain taksonomi.
 Luas sempit materi ajar pada waktu mengidentifikasi, menyeleksi, ( penting-wajib) dan mengorganisasi/ menyusun materi ( mana yang didahuklukan)
 Jenis metoda, efektifitas media dan keterkaitannya dengan materi ajar dan pendekatan PBM, ketersediaan sumber ajar
 Jenis dan model pola evaluasi.
 Dengan kata lain factor yang harus diperhatikan adalah Kurikulum, Entry behavior siswa; Ketersediaan sarana [ sumber, media];
4. Dibawah ini ada gambaran curriculum development yang interactive (interactive curriculum development). Gambar mana yang menurut anda benar dan ideal (gambar A atau B)

GAMBAR A







GAMBAR B





Jawabannya:
Gambar B, dengan asumsi bahda dalam penyusunan kurikulun tingkat institusional melihat kepada proses kurikulum yang tersinergikan mulai dari KTSP, Buku paket dan RPP guru. Dengan begitu ketercapaian pembelajaran bisa tercapai dengan melihat ketiga aspek kurikulum yang saling bersinergi

ANALISIS 3 BUKU SEMESTER 3

BAB 1
URAIAN TENTANG IDENTITAS BUKU


1. Buku Pertama
Judul Buku : Memahami Makna dan Isi Pesan (Pembelajran dan Portofolio Learning And Evaluation Based)
Penulis Buku : Prof. Drs. H. Kosasih Djahiri (Guru Besar Pendidikan Nilai dan Moral UPI)
Daftar Isi : - Bab I Pengertian Siswa dan Belajar
- Bab II Makna Pembelajaran
- Bab III Portofolio
2. Buku Kedua
Judul Buku : Dasar-Dasar Umum Metodologi dan Pengjaran Nilai-Moral PVCT
Penulis Buku : Prof. Drs. H. Kosasih Djahiri (Guru Besar Pendidikan Nilai dan Moral UPI)
Daftar Isi : - Strategi Belajar Mengajar
- Media dan Laboratorium Pengjaran
- Dasar Metodologi Umum
- Pengajaran VCT

3. Buku Ketiga
Judul Buku : Reading and Notes dan Copies (Curriculum Analyses And Development) from Yahoo Websites

Penulis Buku :Prof. Drs. H. Kosasih Djahiri (Guru Besar Pendidikan Nilai dan Moral UPI)


Daftar Isi :
- Kerangka Dasar Kurikulum
- Standar isi kurikulum
- Struktur Kurikulum
- Pengelolaan Kurikulum
- Evaluasi Kurikulum





































BAB II
ISI BUKU



A. Buku Pertama ( Memahami Makna dan Isi Pesan Pembelajaran dan Portofolio Learning And Based)

a. Pengertian Siswa dan Belajar

Biasanya setiap orang mengetahui siapa dan apakah siswa itu. Biasanya pula definisi yang diambil menempatkan siswa sebagai objek pelajaran dan bersifat fasif, serta menempatkan sang guru sebagai subjek aktif.
Adapun label yang benar yang menenpatkan posisi siswa secara utuh, yakni sbb:
1. Insan/ manusia yang serba potensial-terbatas serta berbeda satu dengan lainnya (individual differences). Bawaan kodrati ketiga dunia ini berjumlah 22 potensi tidak boleh ditindas atau dimatikan dan harus dibina, dikembangkan serta disempurnakan (civilized) dan di isi (dengan pengetahuan untuk kognitif, Nilai moral – norma untuk afektif, keterampilan teknis untuk psikomotor) oleh/ melalui pendidikan.
2. Subjek didik dan sekaligus juga objek didik, ini bermakna bahwa sebagai subjek didik adalah orang yang berkepentingan, memiliki sejumlah potensi (fisik/ragawi dan non fisik/ spiritual (dunia dan potensi kognitif-afektif-psikomotorik). Sebagai objek adalah insan yang harus dibantu, dilayani, dibina dan dikembangkan segala potensinya sebagai didik kearah yang diharapkan
3. Kurikulum tersembunyi (the hidden curriculum) atau kami sebut pula sebagai kurikulum hidup; artinya kurikulum moral dengan segala perangkatnya baru bersifat acuan formal yang memuat garis besar dan arah dimensi umum pembelajran saja masih harus dibina, dikembangkan serta disesuaikan dan oprasikan dengan dunia the hiddennya peserta didik sehingga kurikulum yang layak (the proper curriculum).
4. Siswa sebagai subjek yang harus berproses dalam pembelajaran melibatkan totalitas dirinya,pencarian, pelatihan dan pelakonan diri menuju learning how to learn sebagai bekal life long learningnya. Proses belajar hendaknya arahkan ke learning to get, learning to belief, leaning to do, learning to live together.
5. Siswa sebagai subjek dididik yang memiliki hak dan kemampuann berproduksi dan berekpresi serta keinginan untuk maju atau belajar lebih banyak dan memperoleh hasil belajar yang baik.

Dilihat dari sudut siswa, belajar bukan hanya untuk memperoleh nilai angka yang baik, melainkan mampu memanusiakan, membudayakan diri dan kehidupan, memiliki kehidupan secara baik-benar. Potensi diri siswa akan abadi dan selalu menjadi senjata ampuh mengarungi dunia selanjutnya. Jadi makna belajar tidak dimaknai secara sempit, melainkan dimaknai secara luas yakni proses keterlibatan totalitas diri siswa dan kehidupannya/ lingkungannya secara utuh—terkendali kearah penyempurnaan-pembudayaan—pemberdayaan totalitas diri an kehidupannya melalui proses learning to know, learning to belief, learning to do dan learning to live.
Sesuatu akan menarik minat, mengoda dan menggairahkan serta menyenangkan siswa apabila:
1. Siswa merasa dihargai dan tidak memiliki rasa takut
2. Tampilan totalitas guru menyenangkan siswa
3. Bhan ajar dan media sumberber evaluasinya terkait dengan:
4. Minat dan kesukaan siswa.
5. Need dan interst siswa



b. Pengertian Guru
Pengertian yang umum bahwa guru bertugas mengajar atau berdiri di depan kelas. Sang guru bukanlah satu-satunya sumber/media pembelajran dan tugas pokok sang guru bukan mengajar tetapi membelajarkan siswa berikut bahan ajarnya serta kehidupan riil atau lingkungan belajarnya sebagai media dan sumber. Tugas ini bukan hanya di depan kelas, melainkan sepanjang waktu dan dimana saja. Kualifikasi guru yang demikian mutlak memiliki dua kualifikasi yankni kompeten (berkewenangan/ memiliki kemampuan akademik dan formal) dan professional.
Pengertian guru yang sebenarnya ialah setiap (manuisa, hal materiil dan kondisional/imaateril yang bisa membelajarkan siswa untulk lebih tahu, dewasa dan berbudaya/terdidik). Guru hendaknya membina media lain dan menempatkan dirinya sebgai orgizer/menejer yang memperdayakan aneka sumber/media tadi untuk mampu membelajarkan siswa sesuai target harapannya.

Peran yang diharpakan ditampilkan ialah sebagai guru inquiry, fortofolio Teacher dan fasilitator atau tutor ialah melakukan rekayasa terarah terkendali tadi meliputi a.l tuas peran guru sebagai:
1. Perancang program
2. Pelaksanaan Rancangan Pembelajran secara demokratis-humanistik
3. Guru sebagai menejer
4. Guru sebagai motivator
5. Guru sebagai mentor
6. Guru sebagai pemberi hadiah (rewarder)
7. Guru sebagai penilai/evaluator.
8. Guru sebagai pengarah. Director dan redirector
9. Guru sebagai pengambil keputusan



PROFESIONALISME GURU

Profesionalisme disini ialah guru yang memiliki rasa tanggung jawas, memiliki kompetensi secara keilmuan dan pengetahuan khusus, Secara umum frofesionalisme guru tercamtum dalam pengertian tersebut.

Fungsionalisasi Sekolah dan Kepala Sekolah
Fungsi peran utamanya ialah:
a. Tempat dimana proses pembelajaran dilaksanakan
b. Media/pusat pembinaan dan pengembangan anak didik menjadi manusia
c. Pusat sumber belajar dan kegiatan generasi muda dan masyarakat
d. Sebagai agen pembaharuan lingkungan dan masyarakat
e. Merupakan lambing elitisisme pendidikan, strata social, social ekonomi dan penringkat peradaban.

MAKNA PEMBELAJARAN

Belajar adalah satu kebutuhan dasar manusia, baik secara kodrati maupun inan social—alamiah. Tuntutan Pembelajaran (Proses KBM) Dewasa ini meminta kualifikasi demokratis, humanistic, padat kegunaan (meaningfulness), siswa sentries dan aktif dengan proses belajar siswa kadar tinggi dan multi domamin—taxonomic (kawasan dan ranah) serta multi dimensional.
Kemampuan belajar (learning skill) yang harus dibelajarkan ialah berbagai kemampuan belaja intelektual (daya nalar, afektual (kepekaan emosional) serta keterampilan teknis pelaksanaan PKN.

PORTOFOLIO
Dalam kajian Portofolio ini dijelaskan bagaimana prinsif bagaimana pembelajaran portofolio itu digunakan. Adapun prinsip utama pembelajran /belajra ialah proses keterlibatan seluruh/ sebagaian besar potensi diri siswa (fisik—non fisik) dan kebermaknaan bagi diri dan kehidupannya serta bagi lingkungannya (kini dan esok). Pembejalaran portofolio adalah proses pembelajaran multi domain taksonomi melalui serangkaian KBS/metoda—media dan sumber yang bervariasi serta berlangsungnya kelas maupun luar kelas/sekolah, mandiri ataupun kelompok.
Ciri utama KBS Portofolio:
1. Pemberdaryaan dan pelatihan serta pengembangan potensi belajar (KAP)
2. Pemberdayaan berbagai variasi media dan sumber belajar (termasuk realita kehidupan.
3. Serta pelatihan /pelakoknan proses sosialisasi dan learning experience (sebagai manusia, wara masyarakat/kelompok dan WNI).
Pembelajran Portofolio bersifat:
1. Active, meaningful and continuous learning dan evaluation
2. Problem solving, Discovery dan inquiry serta groups—learning
3. Intgrate learning (bahan ajar maupun KBS, Media dan sumber)
4. Cooperative groups learning (kejar koperative
5. Studen based.
6. Al Demokratis---humanistik---terbuka
7. Factual based
8. Multi dimensional
9. Mendorong fungsi guru sebagai fasilitator---motivator-director
10. Pola evaluasi yang komulitatif dan terbuka
11. Kbs multi jenios, tempat dan waktu serta menyenangkan.

Evaluasi Portofolio ialah pola penilaian proses dan hasil belajra yang bersifat kumulatif---kontionyu—berkesinambungan melalui berbagai momentum dan media.



Belajar:
1. Bersifat aktif, belajar aktif berkadar tinggi, berarti sebagaian potensi belajar/diri siswa (kognitif, afektif, psikomotorik dengan taksonomi/ranah yang tinggi terlibat dalam proses)
2. Inquiry learning (belajar secara inkuiri---inquire= mencari) berarti belajar melalui kegiatan mencari dan menyidik (berinvestigasi)sendiri tentang yang dibelajarkan dari berbagai media dan atau sumber ajar. Siswa di sorong dan diajak mencari/ menyidik dengan menggunakan potensi belajarnya
3. learning atau belajar secara terpadu apa yang dipelajari dan dilakoni bersifat komprehensif (meluas) dan utuh, tidak parsial
4. Cooperative Group Learning (Kelompok Belajar koperatif). Yakni suatu bentuk kelompok belajar yang bersifat kooperatif, diamana seluruh anggota merupakan satu kesatuan/keluarga, penuh solidarisme (positif)
5. Student based, Artinya siswa (kemampuan dan kondisi fisik serta lingkungan belajarnya) menjadi acuan segalanya (mulaui dari bahan ajar sampai penilaiannya.
6. Demokratis---humanistik dan terbuka; bermakna bahwa segala prinsip dan asas tentang demokrasi dan humanism ( Termasuk HAM) harus dipraktekan selama PBM/KBS oleh semua orang
7. Factual based sebagaimana uraian di atas berarti bahwa bahan ajar jangan hanya teoritik-ookonseptual atau normative semata serta tidak mono sumber dari satu buku saja; melainkan dikaitkan dengan kehidupan siswa.

Langkah terakhir dalam pengembangan Bahan ajar ini ialah:
a. Mengkaitkannya dengan the hidden aspects
b. Mengkaitkan denganrealita kehidupan (kemarin-----kini-----esok)
c. Memanipulasi kesemua itu sebgai kejadian nyata dalam kehidupan di lingkungan belajar anak atau media cetak
Begitulah uraian yang dibahas di buku pertama. Banyak yang harus dikaji ulang oleh seorang guru untuk bisa menjadi guru yang professional. Ketidakmudahan ini menjadikan kita sadar akan pentingnya memahami makna dari pembelajran itu sendiri. Kita sebagai pengajar rasanya merasa sudah ideal menjadi guru yang baik, tetapi dengan membaca buku ini, kita merasa jauh dari apa yang dinamakan guru ideal.Besarnya manfaat buku yang ditulis oleh Prof Kosasih mudah-mudahan menjadi pelapang baginya diakhir nanti.

B. Buku Kedua ( Dasar-Dasar Umum Metodologi dan Pengajaran Nilai Moral)

Dalam buku kedua ini, esensinya sama dengan buku yang pertama, sama-sama meyoroti tentang ke profesionalan seorang guru dalam suatu proses Belajar Mengajar. Di awal-awal penjelasan buku ini, kedudukan seorang memang penting dengan kewajiban-kewajiban yang diembannya. Dalam hal ini memang guru ditempatkan sebagai pengajar yang mempunyai tugas mentransfer ilmu pengetahuan atau materi atau menyeleseikan Pelaksanaan Perancanaan Pengajaran. Dengan mengaktualisasikan definisi di atas,kadang guru menempatkan dirinya sebagi pusat dari suatu kegiatan mengajar. Mereka lupa akan hakikat dari tugas seorang guru itu,oleh karena itu kalau melihat proses bellajar mengajar juga harus menempatkan murid sebagai centris. Dengan begitu guru dalam kegiatan belajar mengajar harus membelajarkan potensi diri dari siswa untuk belajar yang efektif, dan oftimal. Potensi yang ada dalam diri siswa bisa dijadikan suatu keterampilan dalam proses belajar siswa itu sendiri (Learning skill). Dengan adanya Learning skill ini, hasil belajar siswa menjadi optimal sesuai dengan target pengajaran yang lebih baik. Dengan begitu apa-apa yang ada dalam diri seorang guru harus diarahkan kepada penggunaan potensi siswa untuk peningkatan target belajar yang lebih baik dengan mempertimbangkan kemanusiawian,efektif, dan optimal.

Disisi lain dalam pembahasan buku ini menekankan apa yang menjadi hakikat belajar pada siswa. Belajar disini melibatkan potensi siswa baik secara internal maupun internal dengan kekuatan yang mendukung dari luarnya, seperti bahan ajar, guru,siswa. Target belajar yang baik dan sesuai target bukan hanya sekedar menghapal secara leteerlook,tetapi itu hanya sebagai penghubung dalam proses belajar, bukan berarti berhenti sampai disiini, tetapi untuk mengasah kemampuan selanjutnya. Proses balajar yang dihadapkan kepada siswa harus mengandung banyak persiapan, khususnya kesiapan motivasi dalam diri peserta didik. Proses belajar harus mempertimbangkan hasil belajar harapan (HBH) dengan hasil belajar real (HBR).Disini guru harus melihat apa-apa yang menjadi indkator pembelajaran yang sesuai dengan HBH. Tetapi kalaupun itu tidak sesuai, maka seorang guru harus banyak mengevaluasi dari baerbagai dimensi.

Dalam pembelajaran siswa perlu dihargai sebagai insane ilahi yang mandiri, maupun social dan politik. Oleh karena peserta didik bukan objek pelajaran guru. Dia adalah objek pengajaran dan sekaligus pula objek target pengajaran. Dengan begitu seorang guru sudah harus bisa memperlakuan murid sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuanya., hak mengikuti program pendidikan, bantuan fasilitas belajar. Seorang guru yang baik yang memperlakukan murid dengan baik ialah dia tidak monoton dan parsial tidak mengarahkan kepada kognitif sentries saja, tetapi dia holistic dan metode, dan penilaian. Dalam hal ini kognitif tidak sebagai dimensi utama tetapi guru harus melihat dimensi affektif dan psikomotor. Dengan begitu untuk mnggerakan semua potensi termasuk kedepalan potensi dapat dibelajarkan dengan metode PVCT (Pengajaran Value Clarification Technique).





Gaya Mengajar (Learning Style)
Bila membicarakan gaya belajar, ini akan berkorelasi dengan tindakan dan dan kondisi yang berada di lingkungan belajar. Pola belajar yang baik dirasakan ada rasa kenyamanan, sesuai dan mantap. Gaya mengajar ini sedikit banyak menentukan terhadap HBR ditentukan pula oleh suasana belajar.Sejauhmana gaya belajar ini menentukan terhadap HBR ditentukan pula oleh factor integensi ybs dan kualifikasi penampilan guru dan bahan ajar. Satu hal yang g tidak diragukan bahwa gaya belajar ini mendorong gairah dan kemudahan belajar bagi ybs. Dalam mnjalankan gaya belajar yang baik.
1. Gaya belajar terkait dengan kondisi siswa.
2. Mengingat keanekaragaman gaya belajar ini.
3. Gaya belajar yang layak.
Keunikan gaya belajar tadi bisa untuk setiap jenis pelajaran tetapi mungkin hanya untuk jenis tertentu. Kebanyakan siswa masuk tipe tertentu.
Dalam peningkatan atau pendalaman metode pengajaran , maka diangkat metode baru yaitu CBSA dan inkuiri.CBSA atau cara belajar siswa aktif dan student active menunjukan pola belajar-mengajar sentris. CBSA kadar tinggi dijangkau KBS inkuiri dengan pola KBS kelompok belajar kooperatif. KetigaKBS ini sangat ideal untuk oprasional dengan diiringi polamengajar guru reaktif (reactive theacing).
Kaitan CBSA dengan pendekatan inkuiri, amat erat,karena dalam inkuiri CBSA kadar tinggi in actin. Hakikat inkuiri adalah mencari-mengkaji sampai menemukan sesuatu yang argumentan atau rasional dan teruji.

TUGAS PERAN UTAMA GURU
Peran guru sebagai manusia dan atau medida pembelajaran siswa hendaknya menjadi fasilitator yang demokratis-manusiawi, kearah terciptanya pengajaran yang interaktif dan reaktif secara aktif-optimal. Secara tipologis guru tadi berupaya membulatkan diri menjadi guru inkuiri, yakni guru sebgai perencana, pelaksana, pengelola, fasilitator, penilaian, pembuat keputusan, dan pemberi hadiah.


Pola pengajaran Interaktif-Reaktif
Perkataan “interaktif” memuat pengertian adanya dua hal yang lebih yang beinteraksi atau in action, yang satu beraksi dan lainnya bereaksi atau sebaliknya. Motion yang ideal adalah gerak yang interdiatif artinya memiliki kekuatan kuat untuk saling mempengaruhi. Dan yang menentukan kadar ketergantungan yang interdiatif adalah penampilan guru atau media pengajaran. Kedua hal inilah yang menjadi KBS terarah-terkendali (conditioned learning activities).

Fungsi dan Peran Media Pengajaran
Setiap proses pembelajaran, guru harus mempertimbangkan aspek m3Se. begitu pun juga dengan media pembelajaran. Dengan media dimaksudkan sesuatu dapat:
1. Menjadi fasilitator (pemberi kemudahn)
2. Meningkatkan kadar CBSA dan atau proses KMG interaktif-reaktif
3. Meningkatkan motivasi belajar
4. Meringankan beban dan tugas guru
5. Meningkatkan proses KBM secara efektif
6. Menjadi penyedia kebosanan dan kelahan siswa.

Metoda Ekspositorik
Metode yang berarti menunjukan , memperagakan dan atau memperlihatkan. Ekspositorik sebagai metode berarti memperagakan sesuatu untuk menciptakan KBM dan khususnya KBS yang terarah dan terkendali menuju target sasaran harapan guru/pelajaran. Dari contoh diatas maka dapat ditarik simpulan bahwa yang bisa diekspos adalah hal yang termasuk klasifikasi media pengajaran.


Metoda Pengajaran Konsep.
Memahami makna dan metoda ini harus faham betul makna/hakikat konsep, data, dan fakta. Ketiga hal ini kait mengait dalam pembinaan atau perumusan konsep yang menjadi inti pokok pengajaran konsep


Metode Tanya Jawab
Bentuk dan jenis pertanyaan antara lain :
1. Pertanyaan pengukuran.
2. Pertanyaan penjajagan.
3. Pertanyaan Pemberi dorongan/Motivasi (Probing)
4. Pertanyaan distributif
5. Pertanyaan Ajukan (Judgement)
6. Pertanyaan tertutup
7. Pertanyaan sugestif/manipulatif.

a. Metode Partisipatori
Secara harfiah Partisipatori bermakna turut ambil bagian dalam suatu kegiatan atau kehidupan.Dan dimaksudkan dengan turut “turut serta atau turut ambil bagian” hendaknya diartikan lebih luas, yakni melihat lebih luas, melihat langsung, merasakannya atau mencobanya serta turut melakoninya secara nyata.
Wadah untuk berpartisipatorik sebagai Metode Kegiatan Belajar Mengajar, membelajarkan siswa, kehidupan keluarga atau masyrakat, instansi, kedinasan atau kemasyarakatan, laboratorium atau pusat Modelling.

b. Metode Diskusi dan Kelompok Belajar (Kejar)
Ciri essensial prosedural diskusi antara lain :
1. Adanya proses dialogistik yaitu interaksi antara struktur kognitif denganafektif dan psikomotor,antara potensi diri kita dengan potensi orang lain atau dengan dunia nyata serta keilmuan.
2. Ciri essensial lain daripada proses diskusi ialah adanya sharing ideas (pertukaran pendapat,berargumentasi yang benar dan layak (memiliki landasannya).
3. Ciri Essensial yang ketiga yakni tuntunan kearah berinkuiri/mencari/mengkaji/meneliti dan mendapatkan sesuatu.
4. Ciri lain yaitu proses sosialisasi diri, dimana mereka dilatih berhadapan dengan orang lain dan mengikuti etika atau aturan main yang disepakati bersama atau yang telah ditentukan.
c. Metode Inkuiri dan Pemecahan Masalah
Pengunaan kedua metode ini memerlukan beberapa prasyarat, antara lain:
1. Dari pihak guru diperlukan kejelasan target KMNr PB.
2. Dari fihak siswa juga harus memiliki kesiapan, diantaranya kemampuan analisis.
Keunggulan kedua metode ini ialah:
 Meningkatkan keterampilan dan kualitas hasil belajar.
 Menuntun siswa akrab dengan kehidupan nyata.
 Membakukan kemahiran analisis dan argumentasi rasional/berkelandasan.
 Mensosialisasikan siswa.
 Mendaya gunakan aneka sumber dan lingkungan belajar.


Secara lebih lengkap buku ini membahas banyak bagaimana metode-metode pembelajaran di dugunakan dalam pembelajran disekolah. Hal ini menjadi hal baru yang harus kaji kembali oleh para guru khususnya mengenai metode-metode dalam pembelajaran

PENGAJARAN VCT (PVCT)
PVCT atau pengajaran Value Clarification Tehnique (Tehnik mengklarifikasi nilai) adalah pola pengajaran khusus (methodic khusus). Pola ini diharapkan mampu membelajarkan potensi/dunia afektif peserta didik sekaligus pula mempribadnikan ini dan pesan dan moral, jiwa dan semangat yang tersirat dan tersurat dalam suatu kajian pelajaran
Dalam buku ini dibahas beberapa keunggulan PVCT Ialah:
a. Mengklarifikasi nilai dan moralitas dan norma keyakinan/prinsip baik berdasarkan norma umum (etika, estitika, logika /ilmu, agama, budaya dan hukum positif). Maupun yang ada atau mempribadi dalam diri dan kehidupannya.
b. Manfaat kedua, PVCT dapat digunakan untuk rekayasa pembinaan, penanaman dan melestarikan suatu atau jumlah nilai-moral dan norma yang diharapkan secara manusiawi dan mantap.
c. Dengan PVCT, siswa dibina dan diberi pengalaman (belajar) serta ditingkatkan potensi afektualnya sehingga memiliki kepekaan dalam berbagai landasan dan tuntutan nilai moral yang ada dalam kehidupannya.
d. Siswa dibina kepekaan afektualnya akan essensi pelbagai nilai-moral yang perlu dibina, ditegakkan dan dilestarikan serta didorong untuk menganut, meyakini dan menampilkan (moral perpormance) sebagai tampilan diri dan kehidupannya.
e. Dari gambaran di atas maka jelas PVCT merupakan salah satu pola pendekatan pembinaan dan pengembangan moral (Moral Development).

C. Buku Ketiga ( Curriculum Analyses and Development)
• Esensi profesionalisme Dikgu
Guru merupakan pendidik dan harus profesional (UUSPN 2003 jo. UUGr/Dos 2005) karena hal tersebut merupakan tuntutan keilmuan Kependidikan serta tugas dan jabatannya. Hal ini menyatakan bahwa seorang guru adalah seorang tenaga pendidik yang memiliki tugas bukan hanya secara yuridis tetapi guru haruslah mempunyai rasa memiliki dan tanggung jawab yang tinggi terhadap segala tugas keprofesionalannya terutama pada peserta didik. Tugas dikgu dalam keprofesiannya ini adalah membina dan mengembangkan peserta didik melalui rekayasa dan terarah dan terkendali. Dikgu harus dapat menampilkan diri atau sosoknya sebagai Dikgu dimanapun dan kapanpun serta melaksanakan perannya sebagai perencana – pelaksana – motivator & fasilitator pembelajaran – manager pembelajaran – evaluator & rewarder researcher dan mitra peserta didik, dan lain-lain.
Tugas, fungsi, dan peran Dikgu telah dipaparkan dengan jelas secara yuridis, namun dalam pelaksanaannya Dikgu mengalami beberapa dilema dalam profesionalismenya sendiri. Dilema itu diantaranya adalah adanya paradoxal peraturan dan sistem, keterbatasan diri dan lapangan kerja, intervensi politik dan paham masyarakat yang menganggap rendah terhadap guru. Hal ini haruslah diperbaiki dengan memaknai fungsi dan perannya. Sehingga dalam menampilkan sosoknya ini Dikgu haruslah menganut dan melaksanakan sejumlah azas/prinsip pedagogik. Selain hal tersebut perlu dilakukannya pembinaan dan peningkatan profesionalisme Dikgu. Berbagai jalur dapat digunakan dalam usaha pembinaan dan peningkatan profesionalisme Dikgu ini seperti memahami perundangan yang telah diatur secara yuridis, memasuki dan berperan aktif dalam organisasi profesi, mengadakan learning center, menulis dan mempublikasikannya. Berbagai jalur ini dapat membawa Dikgu dalam pemahaman sosoknya sehingga dapat meningkatkan profesionalisme Dikgu.
Mutu pendidikan yang baik dapat dicapai dengan Dikgu yang profesional dengan segala kompetensi yang dimiliki. Peningkatan mutu pendidikan merupakan keharusan yaitu bagi lembaga yang menilai dan menyesuaikan kurikulum, kelembagaan, SDM, dan sapras yang memadai; bagi tenaga edukatif dalam meningkatkan kamahiran keilmuan, tenaga peneliti dan perpustakaan dalam menyediakan kuantilitas Buku/Jurnal.
Perubahan kurikulum dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan untuk mencari format terbaik mulai dari perbaikan dan perubahan kurikulum pendidikan itu sendiri, perbaikan sarana, dan berbagai pelatihan guru agar kualitas para lulusan menjadi lebih baik dan bisa mendapatkan pekerjaan sesuai kebutuhan lapangan. KTSP sebagai kurikulum yang terbaru harus memberikan beberapa dampak secara programarik dan menyesuaikan pola prosedural perkuliahan dan memperkaya strategi pembelajaran (SBM).
• Kbk Pkn
Perubahan kurikulum memunculkan paradigma baru dalam mata pelajaran yang disajikan di sekolah, contohnya PKN dalam kurikulum KBK. Perubahan tersebut meliputi fungsi, misi, visi, dan azas pembelajaran PKN. Terdapat beberapa dalil yang mempengaruhi paradigma baru PKN/PPKn/Kn. Rumelhart dan Norman (1978) menjelaskan seseorang akan dapat membina konsep dalam struktur kognitifnya dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya, proses ini dikenal sebagai accretion. Selain itu, konsep-konsep yang ada pada seseorang boleh berubah selaras dengan pengalaman baru yang dialaminya, ini dikenal sebagai penalaan atau tuning. Seseorang juga boleh membina konsep-konsep dalam struktur kognitifnya dengan menggunakan analogi, yaitu berdasarkan pengetahuan yang ada padanya. Menurut Gagne terdapat lima kategori utama dalam pembelajaran yaitu verbal information, cognitive strategies, motor skills dan attitudes. Pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Berdasarkan model The CAL pembelajaran dilakukan dengan membuat dua kelas yang berbeda dalam sebuah variabel seperti karakter pribadi dan situasi. Dalil-dalil lainnya adalah three types of memory structures oleh Anderson yaitu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural, Argyris mengemukakan double loop learning yaitu proses mendeteksi dan memecahkan kesalahan, dan berbagai dalil lainnya yang diungkapkan oleh para ahli yang menjadi landasan dalam KBK.
• KBK
KBK memberikan implementasi baru dari kurikulum sebelumnya. Implementasi yang telah dilakukan tersebut meliputi beberapa prinsip yaitu Kegiatan Belajar Mengajar (KBM); Penilaian Berbasis kelas; dan Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah.
Prinsip keberagaman di dalam KBK menunjukan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran, setiap sekolah dan guru dilapangan mempunyai tanggung jawab untuk menterjemahkan KBK dalam bentuk silabus yang akan mereka gunakan dalam pembelajaran di dalam kelas. Kurikulum 2004 didalamnya memuat perencanaan pengembangan kompetensi pesera didik yang perlu dicapai secara keseluruhan. Kurikulum dan hasil belajar ini memuat kompetensi-kompetensi, hasil belajar dan indikator hasil belajar dari Taman Kanak-kanak (TK/RA) sampai kelas 12. Kurikulum dan hasil belajar memuat standar kompetensi untuk menentukan apa yang harus dipelajari oleh siswa, bagaimana seharusnya mereka dinilai, dan bagaimana pembelajaran disusun.
KBK memuat prinsip, sasaran dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang lebih akurat dan konsisten. Penilaian KBK berbasis kelas dengan mengumpulkan kerja siswa. Penilaian ini mengidentifikasi kompetensi hasil belajar yang telah dicapai, dan memuat pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai serta kemajuan belajar siswa dan pelaporan.
Kegiatan Belajar Mengajar dalam KBK memuat gagasan-gagasan pokok tentang strategi pembelajaran untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan serta gagasan-gagasan pedagogis yang mengelola pembelajaran agar menyenangkan dan efektif.
Karakteristik KBK mencakup kompetensi yang sesuai, indikator-indikator evaluasi untuk menentukan pencapaian kompetensi, dan pengembangan sistem pembelajaran. Disamping itu KBK memiliki sejumlah kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik, penilaian dilakukan berdasarkan standar khusus sebagai hasil kompetensi yang ditunjukkan oleh peserta didik, pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan individual personal untuk menguasai kompetensi yang harus dicapai.
• Kurikulum
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik dalam satu periode jenjang pendidikan. Organisasi sekolah dan pendidikan secara lebih lanjut telah lama dikaitkan dengan ide kurikulum. Terdapat empat pendekatan dalam teori dan praktek kurikulum :
a. Kurikulum Merupakan Badan Pengetahuan Yang Harus Disampaikan
Kurikulum adalah silabus yang disampaikan. Sebuah silabus umumnya tidak akan menunjukkan kepentingan relatif dari topik atau urutan di mana mereka harus dipelajari. Dalam beberapa kasus Curzon (1985) menunjukkan, orang-orang yang menyusun silabus cenderung mengikuti pendekatan buku teks tradisional suatu 'urutan isi', atau pola yang ditentukan oleh pendekatan 'logis' untuk subyek, atau - sadar atau tidak sadar - sebuah bentuk dari rangkaian pelajaran universitas di mana mereka mungkin telah berpartisipasi. Dengan demikian, sebuah pendekatan untuk teori kurikulum dan praktek yang berfokus pada silabus yang hanya benar-benar peduli dengan konten. Kurikulum adalah suatu badan pengetahuan-konten dan / atau subjek. Pendidikan dalam pengertian ini, adalah proses dimana ini ditularkan atau 'disampaikan' kepada siswa dengan metode yang paling efektif yang dapat dibuat (Blenkin et al 1992: 23).

b. Kurikulum Merupakan Sebuah Tujuan Akhir Yang Dicapai Siswa – Menghasilkan Sebuah Produk
Kurikulum adalah sebuah tujuan yang mengarahkan apa yang harus dicapai siswa pada akhirnya. Menurut Tyler kurikulum berisi tentang:
1. Apa tujuan pendidikan yang harus diusahakan untuk dicapai sekolah?
2. Apa pengalaman pendidikan dapat disediakan, yang mungkin untuk mencapai tujuan ini?
3. Bagaimana pengalaman-pengalaman pendidikan ini diselenggarakan secara efektif?
4. Bagaimana kita bisa menentukan apakah tujuan-tujuan ini sedang dicapai? (Tyler 1949: 1)
c. Kurikulum Merupakan Sebuah Proses
Kita telah melihat bahwa kurikulum sebagai model produk sangat tergantung pada keadaan tujuan perilaku. Kurikulum, pada dasarnya adalah satu set dokumen untuk implementasi. Cara lain untuk melihat kurikulum dalam teori dan praktek adalah melalui proses. Dalam hal ini kurikulum bukan hal fisik, melainkan interaksi guru, siswa dan pengetahuan. Dengan kata lain, kurikulum adalah apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas dan apa yang orang lakukan untuk mempersiapkan dan mengevaluasi. Apa yang kita miliki dalam model ini adalah jumlah elemen dalam interaksi konstan. Ini merupakan proses aktif dan hubungan dengan bentuk praktis dari penalaran yang ditetapkan oleh Aristoteles.
d. Kurikulum merupakan sebuah praksis
Kurikulum sebagai praksis adalah, dalam banyak hal, merupakan pengembangan dari model proses. Sementara model proses didorong oleh prinsip-prinsip umum dan tempat-tempat penekanan pada penilaian dan membentuk makna, itu tidak membuat pernyataan eksplisit tentang kepentingan yang dilayaninya. Model kurikulum praksis teori dan praktek membawa ini ke pusat proses dan membuat komitmen eksplisit untuk emansipasi. Jadi, tindakan ini tidak hanya diinformasikan, tapi juga harus dilakukan. Ini adalah praksis. "Artinya, kurikulum bukan hanya satu set rencana untuk dilaksanakan, melainkan didasari melalui proses aktif di mana perencanaan, bertindak dan mengevaluasi semua saling terkait dan terintegrasi dalam proses '(Grundy 1987: 115)




























BAB II
PERBANDINGAN BUKU


Bila kita baca dengan seksama, bahwasannya dari ketiga buku ini intinya adalah member pengertian mengenai makna sebenarnya dari proses belajar-mengajar (KBM). Dari ketiga buku ini juga banyak mengungkap bagaimana suatu proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan metode-metode pembelajaran yang semestinya digunakan. Dengan begitu, membaca ketiga buku ini guru diingatkan bahwa proses mengajar itu tidak hanya guru sentris, tetapi ada beberapa metode yang melibatkan potensi-potensi siswa untuk dikembangkan. Oleh karena itu di dalam buku secara jelas dan gambling dijelaskan hakikat dari belajar-mengajar. Tugas guru dijelaskan dengan sistematis untuk renungan bagi guru yang selama ini menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan hakikat mengajar.
Bila kita bandingkan ketiga buku ini kita akan menemukan konsep-konsep yang sama diantara buku ini yang sering penulis tekankan dan perlu diingat oleh pembacanya. Dengan mengulang konsep yang sama di dalam buku, penulis setidaknya sudah member pesan kepada pembaca untuk senantiasa konsep itu dilakukan. Adapun bahasan yang akan dibandingkan dalam book report ini adalah bahasan mengenai konsep mengajar-belajar, metode yang digunakan dalam proses belajar, dan evaluasi belajar. Adapun perbandingannya sebagai berikut:




1. Buku Pertama: Memahami Makna dan Isi Pesan (Pembelajran dan Portofolio Learning And Evaluation Based)

Di dalam buku ini, penulis pertama-tama menjelaskan mengenai serenteran apa itu mengajar. Mengajar yang baik penulis menawarkan 7 (tujuh ) pengertian yang salah satunya, bahwa mengajar adalah tampilan totalitas diri guru secara terarah—terkendali (continued) kearah membelajarkan siswa dan kehidupannya (multi tempat atau lingkaran kehidupan (life cycles), multi aspek, dan waktu) serta bersifat conditioned agar memperoleh hasil belajar sebagaimana diharapkan.
Disisi lain, buku ini menjelaskan bahwa selalu ada pengajar yang menempatkan kedudukan murid di posisi yang salah, maka buku ini menjelaskan apa itu belajar? Dan bagaimana kedudukan siswa dalam proses pembelajaran. Dengan begitu dalam buku pertama penjelasan ini dimaksudkan bahwasannya guru selalu memandang siswa itu pada posisi yang benar dan utuh. Dikatakan bahwa potensi siswa bersifat multy-potensi dan sekaligus pula sarat keterbatasan ( daya tumbuh berkembang serta keberadaannya). Potensi bawaan pertama ialah ragawi/jasad dengan segala panca inderanya yang berbeda satu dengan lainnya karena factor genetic atau normative-kultural. Potensi bawaan non fisik yakni potensi spiritual/rohani yang dibwa dalam dunia kognitif, afektif, dan psikomotor anak. Bawaan kodrati ketiga dunia ini berjumlah 22 potensi tidak boleh ditindas atau dimatikan dan harus dibina, dikembangkan serta disempurnakan (civilized) dan diisi ( dengan pengetahuan untuk kognitif, nilai moral—norma untuk afektif, keterampilan teknis untuk psikomotor) oleh / melalui pendidikan)
Dengan begitu, dalam proses pembelajaran guru tetap berpegangan kepada ketiga potensi kemampuan siswa, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Kamampuan menejerian seorang guru diuji untuk mengvaluasi ketiga potensi kemampuan siswa ini. Ketiga potensi kemampuan siswa ini bisa diarahkan deng an menggunakan pembelajaran yang disebutkan dalam buku ini, seperti
1. Pembelajaran portofolio
2. Inquiri learning
3. Integrated learning
4. Cooperative Group Learning
5. Studen based
6. Demokratis—humanistic dan terbuka
7. Factual based

Itulah bahan perbandingan yang dibahas di dalam buku pertama. Buku pertama penekanan-penekananya lebih kepada proses belajar-mengajar dan penggunaan metode belajar dalam proses itu.

2. Buku Kedua : Dasar-Dasar Umum Metodologi dan Pengajaran Nilai-Moral PVCT
Di dalam buku ini juga membahas tentang tugas guru, yang antara lain adalah membelajarkan siswa dengan keadaan dan kemampuan, minat serta tingkat perkembangan belajarnya sehingga siswa mampu menyerap (menginternalisasi, mempribadikan/personalisasi dan membudayakan diri) isi pesan pelajaran secara efektik, efisien dan optimal.
Strategi Belajar Mengajar, terdiri atas dua ungkapan kata yakni Strategi dan Belajar Mengajar, Strategi adalah kajian tentang cara atau teknik melaksanakan atau mencapai sesuatu secara baik dan sukses. Maka Strategi belajar mengajar bermakna kajian begaimana kegiatan belajar mengajar bisa terlaksana secara baik dan sukses. Penentuan suatu strategi sangat ditentukan oleh cara berfikir atau sudut pandang (pendekatan = approach) serta perseps pemahaman kemahiran akan teknik-teknik (metoda = kumpulan sejumlah teknik ). Ini berarti bahwa untuk penentuan SBM yang tepat guna (sebagaimana harapanya di atas ) maka guru harus memahami dan mahir sejumlah pilihan pendekatan dan metoda. Sebab memang kalau seseorang hanya memiliki satu sudut pandang saja dan hanya tahu dan mahir satu teknik saja, maka yang bersangkutan tidak perlu berfikir strategi.
Belajar terjadi apabila potensi diri siswa berinteraksi dan bertransaksi baik secara internal (antar potensi diri) maupun eksternal (dengan kekuatan di luar diri siswa, seperti dengan bahan ajar, siswa lain, guru, lingkungan, dll). Kadar belajar makin tinggi apabila kadar taksonomik potensi yang terlibat adalah taksonomik tinggi. Hakekat belajar adalah :
a. Proses dialog antar potensi diri melalui berbagai media pengajaran dan melalui berbagai reka upaya kegiatan sehingga mampu menyerap bahan ajar menjadi milik dirinya.
b. Proses transaksi antar struktur potensi diri dan antar struktur potensi diri dengan guru atau sesuatu sehingga terjadi proses internalisasi/personalisasi yang menyebabkan perubahan atas diri siswa.
c. Proses perubahan diri dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak bisa menjadi bisa.

Pembelajaran yang dilakukan oleh guru tetap prinsipnya seperti dikatakan dalam buku pertama harus melibatkan ketiga potensi seperti kognitif, afektif dan psikomotor dalam rangka penilaian HBR (Hasil belajar Real). Pembinaan keutuhan ketiga potensi diri siswa ditentukan utuh-tidaknya substansi (bahan ajar) serta representative metoda—media dan evaluasinya.
Dalam proses pembelajaran siswa harus mengikuti urutan procedural dan ketercapaian sempurnanya suatu domain. Jadi, orang secara kognitif sempurna kalau keenam potensi kognitifnya itu terlatih. Dan untuk mampu memahami sesuatu maka siswa harus hafal dahulu, demikian hirarki belajaranya.
Dalam buku kedua ini di uraikan juga metode belajar siswa. Oleh karena itu diangkatlah dibuku ini istilah
1. Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
2. inquiry
3. Kejarkop (Kelompok Belajar Kooperatif)

Ketiga metode belajar ini yang ditawarkan dalam buku kedua. Metode Belajar Inquiry dalam buku ini adalah mencari-mengkaji sampai mampu menemukan sesuatu (pilihan/keputusan) yang argumental dan rasional dan teruji. Adapun Kejarkop (Kelompok Belajar Koperatif) merupakan Kejar dan pola kegiatan koperatif yang dalam kehidupan biasa kita kenal dengan “ kekeluargaan”. Hakikat koperatif ialah kebersamaan dan kesetiakawanan social yang tinggi.
Dengan demikian CBSA dengan pola pola inquiry dan kejarkop serta diiringi pola Penilian Portofolio dan KMG Reaktif-interaktif akan mampu meningkatkan daya serap belajar dan kemampuan belajar siswa secara mantap dan optimal. Dengan pola ini siswa juga dibiasakan menjadi manusia yang selalu penasaran (curius) dan mancari serta mengkaji.

3.Buku Ketiga : ( Curriculum Analyses and Development)
Dalam buku ketiga Menjelaskan tentang essensi profesionalisme Dikgu:
1. Bahwa guru sebagai pendidik dan guru harus profesional bukan hanya karena ketentuan yuridis formal belaka, melainkan juga karena tuntutan keilmuan kependidikan serta jugas jabatannya.
2. Secara yuridis konstitusional.
3. Secara keilmuan, banyak dipaparkan para ahli dengan berbagai versi sesuai dengan negara/negara perguruan tinggi yang bersangkutan.
4. Dilihat dari tugas jabatannya ;
 Memanusiakan manusia secara utuh dan kaffah.
 Memanusiakan, membudayakan, memberdayakan kehidupan manusia secara kaffah.
 Membina dan mengembangkan ilmu bidang profesi secara kontinyu.








BAB III
PENUTUP

Dengan membaca ketiga buku yang ditulis Prof. Drs .Kosasih Djahiri ini, diharapkan kita sebagai pendidik melaksanakan apa yang seharusnya dilaksanakan sebagai guru. Guru mempunyai tugas yang tidak ringan, artinya ada beberapa catatan yang harus di pahami oleh guru itu sendiri. Guru dikatakan dalam salah satu bukunya, bahwa guru harus mampu menjadi kurikulum hidup dan perancang serta pelaksana program yang profesional. Untuk itu dibutuhkannya seorang guru harus meningkatkan kualifikasi pendidikan, baik melalui Akademik maupun non Akademik untuk mengikuti kemajuan pendidikan dimasa yang akan datang yang dicita-citakan dalam tujuan pendidikan Nasional. Selain itu, Guru harus mampu membaca isi pesan yang diminta kurikulum dan menjabarkan, mengoperasionalkan, mengubah dan memanipulasi (manipulating).Seyogyanya kita sebagai guru harus memperhatikan hal-hal yang telah disebutkan di atas.
Guru dalam praktiknya harus senantiasa menganalisi kurikulum pelajaran, hal ini dimaksudkan supaya kurikulum yang dibangun tersebut bisa menjadi kurikulum yang sesuai dengan harapan. Dalam buku curriculum Development hal ini jelas-jelas diterangkan dengan seksama. Selain itu juga, penggunaan metode-metode pembelajaran yang tepat juga dirasakan penting, karena akan mempengaruhi hasil belajara real. Untuk itu ketiga buku ini dianggap penting dalam perubahan paradigma pendidik mengenai suatu pembelajaran disekolah.