Minggu, 05 Juni 2011

Book report

BAB 1
URAIAN TENTANG BUKU


1. Buku Pertama
Judul Buku : Evaluasi Kurikulum
Penulis Buku : Prof. Dr. S. Hamid Hasan, M.Pd
Daftar Isi : - Bab I Delineasi Bidang Evaluasi Kurikulum
- Bab II Definisi Tujuan dan Fungsi Evaluasi Kurikulum
- Bab III Landasan Evaluasi Kurikulum
- Bab IV Kriteria Evaluasi Kurikulum
- Bab V Jenis Evaluasi Kurikulum
- Bab VII Prosedur evaluasi kurikulum
- Bab VIII Model-model Evaluasi Kurikulum
- Bab XI Standar dalam Pelaksanaan Evaluasi

2. BUKU KEDUA
Judul Buku : Evaluasi Program Pendidikan (Pedoman Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan
Penulis Buku : Prof. Dr. Suharsimi Arikunto
: Cepi Safruddin Abdul Jabar, M.Pd
Bab : - Bab I Konsep Evaluasi Program
- Bab II Pengembangan Kriteria Dalam Evaluasi
- Evaluasi Program
- Bab III Model Rancangan Evaluasi Program Pendidikan
- Bab IV Perencanaan Evaluasi Program
- Bab V langkah-langkah Evaluasi Program
- Bab VI Analisis Data Dalam Evaluasi Program
- Bab VII Menyusun Kesimpulan dan Rumusan Rekomendasi
- Bab VIII Menyusun Laporan Ealuasi
- Bab IX Tata Tulis Laporan Evaluasi

3. BUKU KETIGA
Judul Buku : Evaluasi Pendidikan Nilai
Penulis : Drs. Mawardi Lubis, M.Pd
- Bab I Pendahuluan
- Bab II Kajian Teoritis
- Bab III Metode Penelitian
- Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
- Bab V Kesimpulan dan Saran





























BAB II
ISI BUKU


A. Buku Pertama ( Evaluasi Kurikulum)

Dalam buku ini, banyak disinggung mengenai masalah evaluasi kurikulum dengan uraian mengenai perkembangan evaluasi evaluasi sebagai suatu kajian. Proses evalusasi perlu dilakukan dalam proseds apapun karena evaluasi ini akan menjadi titik tolak untuk pengembangan selanjutnya. Evaluasi tidak hanya didefinisikan sebagai suatu penilaian terhadap suatu pembelajaran atau pelaksanaan program tertentu , akan tetapi evaluasi dapat menjadi suatu kebijakan publik. Dilihat dari sejarahnya pengertian evaluasi sering dikaitkan atau tidak dapat dipisahkan dai bidang tes dan pengukuran. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, Indonesa telah memiliki landasan hukum yang mewajibkan adanya evaluasi terhaap kontruksi kurikulum dan pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Berdasarkan ketentuan di atas, maka Indonesia waktu itu sudah memiliki badan yang memang bertugas sebagai pengevaluasi kurikulum. Pada awal perkembangannya , kebanyakan para pelopor evaluasi kurikulum adalah mereka yang terdidik dan ahli di bidang tes da pengukuran.
Sebagai baha kajian, evaluasi ada suatu keterkaitan dengan penelitian, keterkaitan desain pengumpulan data dan metode yang digunakan dalam evaluasi kurikulum diambil dari penelitian. Dalam hal ini untuk menegaskan bahwasannya evaluasi tidak hanya sebagai alat untuk mengukur atau mengetes semata, akan tetapi evaluasi ini bisa dijadikan.
1. Evaluasi Sebagai Kajian Akademik
Perkembangan kehadiran evaluasi bersamaan dengan kegiatan pendidikan pula. Ketika suatu proses pendidikan dilaksanakan oleh sekolah dan ketika guru mengambil sebagian dari tugas orang tua dalam mendidik maka pada waktu itu pekerjaan evaluasi sudah hadir. Dalam proses pendidikan tersebut, pada waktu-waktu tertentu guru melakukan evaluasi untuk menentukan kemajuan belajar peserta didik. Hasil evaluasi tersebut digunakan guru untuk berbagai hal seperti menemukan kelemahan belajar peserta didik, menentukan apakah seseorang ,peserta didik boleh mempelajari materi pelajaran yang lebih lanjut naik kelas, atau dianggap sudah menyelesaikan seluruh pelajaran disekolah tersebut, menyempurnakan materi/baan ajar atau proses pembelajaran. Alat pengumpulan data modern yang dikenal dunia pendidikan saat sekarang seperti tes tertulis dengan butir soal objektif, dan prosedur standar untuk menembangkan tes tertulis tersebut dan untuk melaksanakannya belum dikenal. Pada waktu guru mengumpulkan data berdasarkan apa yang diyakininya. Sudah barang tentu guru bertanggung jawab penuh terhadap apa yang dilakukannya, dilakukan sepenuh hati, penuh dedikasi, dan professional karena memang sejak awal evaluasi berfokus pada hasil belajar.
2. Evaluasi Sebagai Profesi
Suatu profesi adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh orang yang terdidik khusus untuk pekerjaan tersebut, meniti kariernya pada pekerjaan tersebut, dan melakukan tugas sesuai dengan nilai dan etika yang berlaku dalam profesi tersebut. Melalui pendidikan profesi yang bersangkutan dilatih dalam berbagai keterampilan yang diperlakukan dalam melaksanakan profesi, memahami berbagai aturan hukum (legal) yang berkenaan dengan profesi dan pelayanan profesinya, memahami dan memiliki berbagai nilai, moral, dan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi . Suatu pekerjaan dikatakan profesi adalah keberadaan organisasi profesi dandan adanya jurnal profesi. Organisasi profesi adalah organisasi yang memberikan wewenang bagi seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan profesi. Evaluasi adalah suatu profesi. Dalam pendidikan calon evaluator mempelajari berbagai pengetahuan, keterampilan, hukum, sikap, etika dan hal-hal yang berkenaan dengan profesi. Kurikulum untuk pendidikan evaluator di bidang evaluasi kurikulum bervariasi. Variasi tersebut terjadi sebagai konsekuensi dari perbedaan filosofi evaluasi kurikulum yang dianut para pengembang program pendidikan. Filosofi itu mempengaruhi definisi evaluasi kurikulum, pandangan mengenai fungsi evaluasi kurikulum, relasi dengan clien, metodologi yang harus dikuasi, dan cara pelaporan.

3. Evaluasi Sebagai Kebijakan Publik
Evaluasi kerikulum tidak dapat berkembang jika tidak didukung oleh suatu kebijakan publik. Bentuk dukungan tersebut adalah ketentuan-ketentuan legak. Dengan adanya ketentuan dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003, secara legal Indonesia telah memiliki dasar bagi keberadaan evaluasi di dalam dunia pendidikan. Kondisi penataan pendidikan yang terjadi di tanah air dengan ketetapan bahwa pengembangan kurikulum berada di bawah wewenang pemerintah daerah, mengisyaratkan pentingnya evaluasi sebagai suatu kebijakan publik.
Kebijakan evaluasi kurikulum dan evaluasi pendidikan sebagai kebijakan Publik harus pula menjadi kebijakan di berbagai departemen dan kementrian di luar Depdiknas. Departemen dan kementerian ini banyak memiliki sekolah, lembaga pendidikan dan program pendidikan. Departemen Tenaga Kerja adalah contoh dari departemen yang memiliki lembaga program pendidikan. Oleh karena itu, kebijakan tentang evaluasi sudah harus menjadi bagian dan kebijakan pengambangan program di pendidikan di department tersebut.
4. Evaluasi, Pengukuran, dan Tes
Bidang kajian evaluasi kurikulum pada awalnya memiliki akar kuat pada pendekatan kuantitatif. Berdasarkan filosofi positivism, pendekatan kuantitatif dikenal dengan penggunaan teori pengukuran (measurement) untuk pengumpulan data, disain eksperimen untuk menghasilkan data dan kebenaran temuan yang bersifat universal. Teori pengukuran merupakan dasar untuk alat pengumpul data yang dikenal dengan nama tes sehingga ketika orang berbcara tentang pengukutan makas seringkali yang dimaksudkan tes.
Evaluasi kurikulum adalah salah satu bidang kajian dalam disiplin kurikulum. Schubert (1984) menulis ada tujuh bidang kajian dalam disiplin kurikulum atau ilmu kurikulum.Bidang-bidang tersebut adalah : 1) Curriculum philosophy, 2) Curriculum theory, 3) curriculum development, 4) curriculum model, 5) curriculum educations, 6) curriculum implementation, 7) curriculum research.
5. Evaluasi dan Penelitian
Evaluasi berbeda dengan penelitian. Evaluasi kurikulum berbeda dengan penelitian kurikulum. Evaluasi memiliki tugas melakukan pertimbangan. Evaluasi tidak dapat dipisahkan dari standard dan kriteria dan berdasarkan keduanya pertimbangan tersebut diberikan. Penelitian bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara berbagai variabel berdasarkan data yang dikumpulkan secara empirik (Sax, 1979:19). Berdasarkan hubungan yang terjadi berbagai variabel, penelitian melakukan abstraksi untuk kemudian mengembagkan suatu teori yag dapat digunakan untu menjelaskan fenomena yang sama ditempat dan waktu yang sama atau fenomena yang sama di tempat dan waktu yang tidak sama. Evaluasi hanya memusatkan perhatiannya pada fenomena masa sekarang. Fenomena itu berbentuk kegiatan pengembangan kurikulum yang masih dalam proses ataupun setelah satu kurikulum dilaksanakan. Apabila suatu kurikulum sudah dilaksanakan fokus diarahkan pada evaluasi dampak. Evaluasi tidak melaksanakan fokus kajian pada fenomena yanng belum ada ada ataupun fenomena yang akan diadakan kemudian.
Dalam bab selanjutnya dibicarakan Tujuan dan fungsi Evaluasi Kurikulum. Permasalahan inti dari bab ini adalah apa, untuk apa serta apa fungsi dari evaluasi kurikulum. Ketiga permasalahan ini menjadi suatu yang saling memberikan landasan mengenai evaluasi kurikulum.
Pengertian evaluasi yang dikemukakan memberikangambaan bahwa sesuai dengan posisi evaluasi itu sendiri dalam suatu kebijakan menyebabkan terjadinya perbedaan pengertian evaluasi yang dikemukakan memberikan gambaran bahwa sesuai dengan posisi evaluasi itu sendiri dalam suatu kebijakan menyebabkan terjadinya perbedaan pengertian evaluasi. Satu pengertian tidak menyebabkan pengertian lain salah atau bahkan dirinya sendiri. Masing-masing pengertian itu benar menurut posisinya dalam suatu kebijakan. Posisi tersebut dapat dilihat dari sudut pandang administrasi tetapi juga dilihat dari sudut pandang filosofi.
Tujuan evaluasi kurikulum sering dikelirukan dengan fungsi kurikulum. Tujuan tidak dapat dilepaskan dari pengrtian evaluasi sedangkan fungsi evaluasi lebh tidak terpengaruh oleh pengertian evaluasi. Fungsi evaluasi lebih tidak terpengeruh oleh pengertian secara internasional adalah formatif dan sumatif walaupun orang sering mengilirukannya dengan nama evaluasi atau bahkan jenis evaluasi.
Bagian lain dari bab ini membahas mengenai dua jenis evaluasi yaitu evaluasi eksternal dan evaluasi internal. Dlam banyak situasi keduanya dapat dilakukan tetapi terkadang evaluasi internal lebih memungkinkan dibandingkan dengan evaluai eksternal
Di bab tiga dalam buku ini membahas aspek penting yaitu akuntabilitas yang menjadi evaluasi sebagai suatu profesi. Berbagai kegiatan pengembangan kurikulum yang dilakukan banyak kelompok dengan menggunakan dana daripemerintah telah menyebabkan timbulnya pemikiran mengenai penerapan akuntabilitas dalam dunia pendidikan. Setiap kegiatan pendidiktuan harus terbuka untuk evaluasi sebagai dasa pertanggungjawaban terhadap publik.
Pada dasarnya memang akuntabilitas tersebut dikaitkan hanya dengan masalah dalana yang digunakan. Perkembangan berikutnya memperluas wilayah akuntabilitas sehingga meliputi juga akuntabilitas legal, akuntanbilitas akademik, akuntabilitas pemberian jasa, dan akuntabilitas dampak. Oleh karena kurikulum harus memberikan akuntabilitas dalam berbagai bidang tersebut maka untuk itu harus dilakukan evaluasi.
Selanjutnya, pada bab berikutnya membahas ruang lingkup evaluasi kurikulum pada tingkat nasional dan pada tingkat satuan pendidikan. Keputusan pada tingkat nasional yang berkaitan dengan kurikulum adalah standar Kompetensi Lulusan. Keputusan dalam standar isi sangat berkaitan dengan pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan karena itu evaluasi kurikulum harus memberikan perhatian terhadap standar isi. Ketetapan yang ada dalam standar isi seperti pengelompokan mata pelajaran beserta cakupan struktur kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan serta prinsip pengembangan kurikulum harus menjadi dasar bagi KTSP.
Bagian bab yang membahas mengenai SKL mengemukakan ketetapan penting yaitu SKL-ST dan SKL-MAK. Keduanya seharusnya terkait erat dan evaluasi kurikulum harus melakukan kajian terhadap kesinambungan tersebut. Demikian pula dengan ide yang menjadi ruang lingkup kajian evaluasi kurikulum.
Bagian ketiga dari bab ini membahas mengenai KTSP, Unsur penting KTSP seperti pengembangan ide kurikulum, dokumen kurikulum, silabus, proses, dan hasil belajar adalah ruang lingkup kurikulum evaluasi kurikulum pada jenjang ini. Dalam pengembangan dokumen keurikulum (curriculum contruction) pengembagan tujuan yang didasarkan pada standar kompetensi dasar, konten, proses, dan evaluasiadalah ruang lingkup kajian evaluasi kurikulum. Demikian pula dengan pengembangan silabus yang harus dilakukan guru.
Evaluasi kurikulum yang melakukan kajian pada fokus ini memang adalah dokumentasi dokumen. Semenara itu evaluasi terhdap kurikulum sebgai suatu proses atau implementasi kuikuum dan evaluasi terhadap hasil belajar berkenaan dengan evaluasi dalam jenis lain. Dalam evaluasi ini keberadaan dokumen berkaitan dengan proses dan alat pengumpul informasi untuk assesmen hasil belajar menjadi focus kajian tetapi evaluasi terhadap kegiatan untuk proses dan terhadap pencapaian adalah yang membedakan dari evaluasi terhadap standar isi dan SKL.
Pada bab selanjutnya membahas jenis evaluasi kurikulum. Kategori jenis evalusi ini dibangun atas dasar tiga faktor yaitu bentuk evaluan yang dievaluasi, posisi evaluator, posisi evaluator terhadap evaluan, dan metodologi evaluasi. Dari kategori karakteristik evaluan dikenal adanya jenis evaluasi yang dinamakan evvaluasi ide, evaluasi dokumen, evaluasi proses, dan evaluasi hasil. Dari kategori mengenai posisi evaluator terhadap evaluan dikenal adanya evaluasi kuantitatif dan evaluasi kualitatif.
Kategori tersebur bersifat saling berkaitan dan oleh karena evaluasi ide ada yang dilakukan secara eksternal dan ada yang dilakukan secara internal. Metode yang digunakan ada yang kuantitatif dan ada pula kualitatif. Demikian pula halnya dengan evaluasi jenis lainnya.
Bab ketujuh membahas prinsip dan prosedur evaluasi kurikulum. Prinsip yang dikemukakan adalah prinsip yang harus dijaga evaluator ketika melakukan pekerjaan. Prinsip itu tidak berbda dengan prinsip pekerjaan ilmiah lainnya. Fokus pembahan dalan prinsip adalah tepat waktu dan objektifitas. Kedua prinsip ini dibahas secara khusus karena keduanya berkaitan dengan pekerjaan secara umum sedangkan prinsip lain seperti ulility, efisiensi, efektifitas dan sebainya dibhas dalam bab yang berkenaan dengan standar.
Pembahasan mengenai prosedur terbagi atas dua kategori yaitu kategori umum dan khusus. Kategori umum membahas mengenai prosedur umum yang harus dilakukan evaluator sejark dari awal pekerjaan sampai penyerahan laporan. Prosedur pada umum ini merupakan “guedelines” bagi evaluator terlepas dari meodologi yang gunakannya.
Pembasan mengenai prosedur khusus dihubungkan dengan prosedur pendekatan yang digunakan oleh evaluator. Dalam pembahasan ini maka prosedur dibedakan atas prosedur yang harus diikuti oleh evaluator yang digunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Tentu saja membahas prosedur keduanya tidak rinci terutama ketika pembaasan mengenai penentuan metodologi yang akan digunakan pada setiap pendekatan.
Pada bab kedelapan dibahas mengenai model yang memberikan kesempatan kepada evaluator untuk mempertimbangkan model yang tersedia untuk dipilih sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan. Suatu hal yang harus diingat bahwa pemilihan tersebut diperlukan karena setiap model memiliki keunggulan dan kelemahan. Evaluator yang akan melakukan pekerjaannya harus memahami keunggulan dan kelemahan tersebut danj kemudian menggunakan model sesuai dengan keperluannya.
Model bukan suatu paket metodologi. Suatu model terpilinh yang akan digunakan menuntuu pengumpulan data yang dapat dilakukan melalui berbagai prosedur dan metode. Model tidak dirancang untuk itu bahkan model studi kasus pun tidak dirancang sebagai suatu paket metodologi. Bahwa metodologi studi kasus adalah yang paling sesuai untuk model studi kasus adalah suatu kasus kenyataan yang tidak terbantahkan.
Kenyataan lain adalah bahwa model-model yang dikelompokan dalam bahasan di atas merupakan model yang banyak digunakan orang. Kenyataan ini tidak menutup kemungkinan bagi evaluator untuk mengembangkan modelnya sendiri. Evaluator memiliki kebebasan untuk menggunakan model yang dirasakannya paling sesuai dan untuk itu evaluator dapat memilih dari model yang sudah ada, melakukan gabungan dari berbagai model, atau mengembangkan model sendiri.
Pada bab terakhir dalam buku ini membahas atau membicarakan yang harus dijaga oleh seorang evaluator dalam melaksanakan evaluasi. Standar tersebut sangat berguna bagi evaluator dalam, melakukan penilaian terhadap kualitas pekerjaannya dan bagi orang luar yang melakukan penilaian tehadap kualitas pekerjaannya dan bagi orang luar yang melakukan penilaian terhadap pekerjaan evaluator tersebut. Persamaan standar yang digunakan akan menimbulkan komunikasi positif antara evaluator dengan orang yang melakukan meta evaluasi dan juga dengan pengguna jasa evaluasi.

B. Buku Kedua ( Evaluasi Program Pendidikan)
Di dalam buku kedua ini banyak membicarakan atau mengutamakan program pendidikan, namun begitu isi dari buku ini dapat diaplikasikan untuk program pendidikan, yaitu dengan mengganti beberapa peran saja, misalnya kepala sekolah diganti dengan kepala kantor atau kepala perusahaan.Demikian juga demikian variabelnya dapat disesuaikn berdasarkan jenis programnya. Semua program pasti merupakan sebuah system. Oleh karena itu, model evaluasi program seperti yang dibahas dalam buku ini dapat diterapkan pada semua proyek dibidang apapun.
Di bab bab pertama di dalam buku membahas pengertian dari kata evalauasi itu sendiri. Evaluasi merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris, Evaluation. Menurut pengertian umum, “program” dapat diartikan sebagai “ rencana”’ Sebuah program bukanlah hanya kegiatan tunggal dapat diselesaikan dalam waktu singkat, suatu tetapi merupakan kegiatan yang berkesinambungan karena melaksankan suatu kebijakan. Evaluasi program adalah langkah awal dari supervise, yaitu mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pembinaan yang tepat pula. Evaluasi program itu sangat bermanfaat terutama bagi pengambil keputusan karena dengan masukan hasil evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan menentukan tidak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan. Wujud dari hasil evaluasi adalah sebuah rekomendasi dari evaluator untuk pengambil keputusan (decision maker).
Ada dua tujuan evaluasi, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan pada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan pada masing-masing komponen. Istilah Kriteria dalam penilaian sering juga dikenal dengan “ tolok ukur” atau “ standar”. Evaluasi program perlu memiliki kriteria. Kriteria atau tolok ukur perlu dibuat oleh evaluator karena evaluator terdiri dari beberapa orang yang memerlukan kesepakatan di dalam menilai dan agar tidak terpengaruh oleh pendapat pribadi, karena sudah dituntun oleh sebuah standar.
Di bab kedua dijelaskan ada dua macam tolok ukur, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Masing-masing jenis tolok ukur ada yang disusum dan digunakan tanpa pertimbangan dan ada yang dengan pertimbangan. Keduanya tetap ilmuah karena disusun berdasarkan penalaran.
a. Kriteria Kuantitatif
Kriteria kuantitatif sendiri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) criteria tanpa pertimbangan dan (2) criteria dengan pertimbangan.
-. Kriteria Kuantitatif Tanpa Pertimbangan
Kriteria disusun hanya dengan memperhatikan rentangan bilangan tanpa mempertimbangkan apa-apa dikalukan dengan membagi rentangan bilangan. Istilah untuk sebutan yang menunjukan kualitas bukan hanya dari baik sekali sampai dengan Kurang Sekali, tetapi bisa Tinggi Sekali, Tinggi, Cukup, Rendah, dan Rendah Sekali, atau mungkin Sering Sekali, Sering, sampai dengan Jarang Sekali. Selain itu, dapat juga menggunakan istilah-istilah lain yang menunjukan kualitas suatu keadaan sifat, atau kondisi, seperti Banyak Sekali, Sibuk Sekali, dan lain-lain. Untuk pertimbangan atau pendapat pendapat orang, penyusun dapat menggunakan kata Setuju, Sependapat, dan lain-lain.
b. Kriteria Kuantitatif dengan Pertimbangan Ada kalanya beberapa hal kurang tepat jika criteria kuantitatif dikategorikan dengan membagi begitu saja rentangan yang ada menjadi rentanga sama rata.
Yang dimaksud dengan criteria kualitatif adalah criteria yang dibuat tidak menggunakan angka-angka. Hal-hal yang dipertimbangkan dalam menentukan criteria kualitatif adalah indikator yang dikenai kriteria adalah komponen. Seperti halnya kriteria kuantitatif, jenis criteria kualitatif juga dibedakan menjadi dua, yaitu (a) kriteria kualitatif tanpa pertimbangan, dan (b) criteria kualitatif dengan pertimbangan.
Dalam menyususn criteria kualitatif tanpa pertimbangan, penyususnan criteria tinggal menghitung banyaknya indicator dalam komponen, yang dapat memenuhi persaratan. Dari penjelasan tentang hubungan antara indicator, komponen, dan program tersebut dapat disimpulkan bahwa,
- Komponen adalah unsurr pembentuk kriteria program.
- Indikator adalah unsusr unsur pembentuk kriteria komponen.
Selanjutnya di bab 3 membicarakan tentang model-model evaluasi, yaitu berbagai pendekatam, pola kerja, atau strategi yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan evaluasi. Walaupun dari luar model-model ini berbeda, tetapi maksud dan tujuan nya sama, yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan objek yang dievaluasi. Selanjutnya informasi yang terkumpul dapat diberikan kepada pengambil keputusan agar dapat dengan tepat melakukan tindak lanjut tentang program yang sudah dievaluasi. Yang disajikan dalam bab 3 ini ada 7 (tujuh) biah model yang dikemukakan oleh enam ahli evaluasi. Yaitu (a) Tyler dengan model berorientasi pada tujuan (goal oriented), (b) Scriven dengan model goal free evaluation dan formative summative, (c) Stake dengan countenance model, (d) UCLA dengan CSE model (3) Stufflebearn denan CIPP model, dan (f) Matcolm Provus dengan model kesenjangan.
Secara umum model-model yang dikemukakan oleh para ahli tadi dapat diklasifikasikan menjadi empat macam, yaitu (a) model menekankan pada objek sasaran, (b) model menenkankan pada tahap langkah, (c) model gabungan antara objek sasaran dan lengka, serta (d) model yang menekankan pada keesenjangan. Yang disebutkan paling akhir, yaitu model kesenjangan, dapat diterapkan untuk semua jenis evaluasi program.
Secar garis besar, semua program yang akan dilaksanakan dapat diklasifikasikan menjadi tifa, yaitu program pemprosesan, program layanan, dan program umum. Ciri pokok yang penting dalam program pemprosesan adalah adanya komponen yang dapat disatukan sebagai masukan (bahan mentah) yang kemudian diloah dalam komponen tranformasi (alat pengolah), lalu berubah menjadi keluaran (output). Ciri pokok dan penting dalam program layanan adalah adanya komponen yang perlu mendapat layanan istimewa seoalah-olah harus diperbelakukan seperti “ raja” karena berperan menantukan hidup dan matinya program. Berbeda dengan kedua program yang telah dikenali cirri khusunya, yaitu program pemrosesan, yaitu program pemrosesan dan program layanan, program umum tidak memiliki cirri khusu. Ynang jelas bahwa program ini merupakan pelaksanan dari suatu kebijakan, dan dapat dievaluasi dengan cara menganalisis komponen dan indikatornya.
Seperti halnya peneliaian, evaluasi program juga memerlukan proposal dan rancangan evaluasi. Perbedaan antara proposal dengan rancangan terletak pada tekanan isinya. Jika proposal merupakan usulan kegiatan maka rencangan merupakan peta perjalanan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh evaluator dalam melaksanakan evaluasi. Dikarenakan tekananan pada langkah-langkah kegiatan maka sebuah rancangan harus jelas menunjukan bentuk langkah-langkah dan kapan waktu langkah tersebut dilakukan.
Secara garis besar isi rancangan memuat hal-hal yang terkait dengan langkah tetapi sebelum itu ditambahkan dengan pengantar berupa latar belakang diperlukannya kegiatan evaluasi. Hal-hal yang dituliskan dalam rancangan evaluasi sekurang-kurangnya terdiri dari dari (a) judul, (b) alasan dilaksanakan evaluasi, (c) tujuan evaluasi, (d) pertanyaan evaluasi, (e) metodologi, dan (f) prosedur kerja dan langkah-langkah kegiatan. Dalam bagian (e) evaluator perlu dicantumkan table hubungan antara komponen-indikator-sumber data-metode-instrumen serta kisi-kisi penyusunan instrument, sedangkan pada bagian terakhir (f) harus disertai dengan plan of operation, yang bisa disingkat plan-op, yang menggambarkan rincian dan urutan semua, disejajarkan dengan penjelasan tentang waktu (dalam seminggu) yang biasanya dituiskan dalam bentuk bagan.
Di bab empat membicaran mengenai perencanaan evaluasi program. Di dalamnya membahas bahwa analisis kebutuhan merupakan sebuah proses penting bagi evaluasi program karena melalui kegiatan ini akan dihasilkan gambaran yang jelas tentang kesenjangan antara hal atau kondisi nyata dengan sasarannya adalah siswa, kelas, atau sekolah, dengan tujuan utama untuk menentukan dan mendekatkan jarak kesenjangan antara “ siapa apa yang ada” dengan “ bagiamana seharusnya”.
Dalam sistem pendidikan, karena pendidikan itu sendiri hanya merupakan alat belaka, sedangkan prestasi belajar adalah hal yang menjadi tujuan, maka membuat rencana mengajar merupakan proses penting untnuk menentukan alat yang tepat dapal mencapai tujuan akhir. Setelah guru berhasil menentukan materi yang akan diajarkanm perlu secara berhati-hati meninjau kembali apakah dalam pemilihan materinya sudah telat, dalam arti sudah benar sesuai dengan kebutuhan siswa.
Ada dua cara yang lazim dilakukan dalam melakukan analsis kebutuhan, yaitu secara objektif dan subjektif. Kedua cara tersebut dimulai dari indentifikasi lingkup tujuan penting dalam program, menentukan indikator, dan membandingkan kondisi yang diperoleh dengan kriteria. Ciri khas dalam cara melakukan analisis kebutuhan secara subjektif adalah mengumpulkan semua evaluator untuk bersama-sama menentukan skala prioritas kebutuhan.
Selain dari dua cara tersebut evaluator dapat juga menggunakan gabungan dari keduanya, yaitu sebagian menggunakan cara objektif, sebagian yang lain menggunakan cara subjektif. Disamping itu, seseorang evaluator dapat juga menambahkan bahan lain yang diambil dari pihak luar dan di luar dirinya. Yang dimaksud dengan pihak luar diantaranya adalah kawan-kawan dekat atau anggota keluarga lain dari responden yang diperkirakan pihak tersebut memang diperluakan dan data yang dibrikan dapat dipercaya.
Evaluasi program tidak lain adalah penelitian, dengan ciri-ciri khusus. Oleh karena evaluasi program sama dengan penelitia maka sebelum memulai kegiatan, seperti juga penelitian, harus membuat proposal. Isis dan langkah –langkah dalam penyusunan proposal sama dengan proposal dalam penelitian. Dalam pembahasan kali ini hanya tiga hal yang rawan adalah sebagian berikut.
1. Bagian pendahuluan, menekankan garis besar isi bagian ini.
2. Bagian metodologi berisi tiga pokok hal, yaitu penentuan sumber data, metode pengumpulan data, dan penentuan instrument pengumpulan data. Ada tiga sumber data yang didahului dengan huruf P (Kata bahasa Inggris), yaitu (person) manusia, place (tempat), dan paper (kertas, dan lain-lain). Penentuan metode pengumpulan data hatus disesuaikan dengan sumber data
3. Bagian cara menentukan instrument evaluasi.
Instrumen pengumpulan data evaluasi adalah alat yang diperluakan untuk mempermudah pengumpulan data. Jenis instrument sebanyak jenis metode yang digunakan dan selajutnya pemilihan jenis instrument pengumpulan data harus disesuaikan dengan metode yang sudah ditentukan evaluator.
Instrumen merupakan alat untuk mempermudah penggunaan metode dalam pengumpulan data. Adal lima langkah yang harus dilalui dalam penyusunan isntrumen, yaitu (a) indentifikasi indikator sebagai obek sasaran evaluasi, (b) membuat tabel hbungan antara komponen-indikator sumber data-metoe-instrumen, (c) menyususn butir-butir instrument, (d) menyusun kriteria-kriteria penilaian, dan (e) menyusun program pengerjaan. Di dalam kisi-kisi yang merupakan alat bantu penyusunan instrument tertentu secara khusus tidak lagi mencatumkan sumber data ddan metode tetapu langsung hubungan antara indikator dengan nomor-nomor instrument.
Diantara langkah-langkah penyususnan instrument, yang merupakan alat bantu yang laing bermanfaat bagi penyusunan instrument adalah kisi-kisi. Itulah sebabnya, kisi-kisi harus disusun secara cermat dan hati-hati. Petunjuk pengerjaan jangan terluapakan, agar responden tidak salah dalam membantu mengisi onstrumen bagi evaluator.
Di dalam bab ke lima ini membahas langkah-langkah evaluasi program. Tahap-tahap evaluasi program, meliputi (1) persiapan evaluasi program, (2) pelaksanaan evaluasi rprogram, dan (3) monitoring pelaksanaan program. Persiapan evaluasi program berupa penyusnan desain evaluasi, penyusunan instrumen, validasu menentukan jumlah sampel yang diperlukan dalam kegiatan evaluasi, dan penyamaan persepsi antarevaluator sebelum pengambilan data.
Penyusunan evaluasi terkait dengan model apa yang akan diterapkan dalam melakukan kegiatan evaluasi program. Pemilihan model tergantung pada tujuan evaluasi program dan criteria keberhasilan program, Komponen-komponen dalam disain evaluasi program, meliputi (1) latar belakang masalah, (2) problematic, (3) tujuan evaluasi, (4) populasi dan sampel, (5) instrumen. Instrumen yang telah tersusun perlu divalidasi untuk mengetahui tingkat validitas dan reabilitas. Metode populasi adalah penentuan subjek evaluasi dengan mengambil seluruh subjek yang ada menjadi sumber datga, sedangkan apabila penentuan subjek evaluasi dengan hanya mengambil sebagian individu yang ada dalam populasi disebut metode sampling. Tekhnik sampling dibedakan menjadi dua macam, yaitu random sampling dan non random sampling. Jenis-jenis sampel, antara lain (1) proportional sample, (2) stratified sample, (3) purposive sample, dan (4) clutser sample. Evaluasi program dikategorikan menjadi empat jenis, yaitu (1) evaluasi reaktif, (2) evaluasi rencana, (3) evaluasi proses, dan (4) evaluasi hasil.
Alat pengumpul data dapat berupa tes, observasi, angket, wawancara, dan dokumentasi. Monitoring pelaksanaan evaluasi berfungsi untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan program dengan rencana program dan untuk mengetahui seberapa pelaksanaan program yang sedang berlangsung dapat diharapkan akan menghasilkan perubahan yang diinginkan. Sasaran monitoring adalah seberapa pelaksanaan program telah seseuai dengan rencana program, seberapa pelaksanaan program telah menunjukan tanda-tanda tercapainya tujuan program, apakah terjadi dampak tambahan atau lanjutan yang positif meskipun tidak direncanakan? Apakah terjadi dampak sampingan yang negattif, merugikan, atau mengganggu?
Teknik dan alat monitoring dapat berupa tekhnik –pengamatan partisipatif teknik wawancara, teknik pemanfaatan, dan analisis data dokumentasi. Aspek-aspek dalam perencanaan pemantauan, meliputi (1) perumusan tujuan monitoring, penjabaran dari sasaran, (4) penyiapan metode/alat ,dan (5) Perancangan analisis data pemantauan dan pemaknaannya dengan berorientasi pada tujuan monitoring.
Di bab keenam ini membahas analisis fata dalam evaluasi program. Data yang diperoleh dari lapangan bisa berbentuk kualitatif dan kauntitatif, tergantung jenis data yang digali. Untuk mengolahnya, memerlukan teknik yang berbeda-beda. Untuk data kuantitatif biasanya menggunakan tehnik statistika. Sedangkan untnuk data kualitatif menggunakan teknik analisis non statistika.
Dalam pengolahan data kuantitatif, langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan tabulasi data. Cara ini akan sangat membantu dalam mengolah data yang di dapat. Setalah ditabulasi dalam coding sheet, barulah kita melakukan pengolahan data.
Tekhnik pengolahan dengan statistik, terbagi atas dua jenis, yaitu statistika deskriptif dan inferensial. Statistik deskriptif adalah tekhnik pengolahan data dan tujuannya melukiskan dan menganalisis kelompok data tanpa bermaksud membuat atau menarik kesimpulan atas populasi yang diteliti. Sedang kan statistik inferensial berupaya mennganalisis sebagian data yang dilakukan untuk meramalkan dan menarik kesimpulan atas data tersebut yang nantinya akan berlaku bagi keseluruhan gugus atau induk dari data itu. Statistik inferensial dibagi menjadi dua jenis, parametric dan non para metrik. Statistik parametik berlaku bagi data yang sebarannya normal dan berbentuk interval atau rasio. Sedangkan non parametrik, berlaku bagi data yang sebarannya tidak normal dan berbentuk ordinal atau nominal.
Pengolahannya data akan mudah dilakukan jika menggunakan bantuan komputer. Dengan komputer, hanya memasukan coding sheet lalu memprosesnya maka hasilnya akan diperoleh dengan cepat.
Bab Tujuh membahas bagaimana menyusun kesimpulan dan rumusan rekomendasi. Kesimpulan merupakan perasaan atau abstraksi dari sederetan informasi atau sajian yang menyatakan status program yang sedang dievaluasi. Kesimpulan evalausi ini diambil atau dibuat berdasarkan hasil analisis data yang sudah disajikan dalam bentnuk yang sudah sistematis, ringkas, dan jelas. Sebuah kesimpulan berbentuk kalimat pernyataan kualitatif yang menunujukan keadaan atau sifat sesuatu di dalam gerak kegiatan program dengan cepat diketahui di mana posisi hasil kegiatan tersebut dalam mencapai tujuan evaluasi.
Kesimpupan meruapakan dasar dari rekomendasi. Rekomendasi efektif didasarkan dari kesimpulan yang memuat informasi yang jelas, ringkas, dan padat, serta sistematis berdasarkan data yang andal dan dapat dipercaya.
Kesimpulan kedudukannya lebih tinggi sekedar dari sekedar ringkasan atau garis besar, ia memfokuskan dii pada temuan evalauasi. Kesimpulan yang baik adalah kesimpulan yang mampu merangsang pembuat keputusan untuk mengarah pusat perhatian dalam menelorkan rekomendasi yang sifatnya positif tentang program.
Rekomemdasi disusun setelah kesimpulan yang berisikan saran-saran praktis bagi semua stakeholder program terkait dengan jalannya program dan juga dinyatakan dalam pernyataan yang cenderung memuji program atau bagiannya.
Ada hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun rekomendasi, yaitu mengenai perlunya melihat dengan lebih cermat terhadap alasan-alasan atau cara-cara yang diusulkan oleh responden tentang upaya peningkatan kualitas program yang dievaluasi di masa yang akan datang. Dikarenakan yang memanfaatkan rekomendasi adalah pengambil keputusan, maka perlu diperjelas kepada siapa rekomendasi tersebut ditunjukan, apa yang harus dilakukan, dalam bentuk apa perlakuan itu, dan sebagainya. Selain itu, evaluator perlu hati-hati memilih urutan cara-cara yang diusulkan oleh responden, tetapi juga sebaiknya jangan diminta untuk erfikir, tetapi diusahakan tinggal memilih alternatif.
Di bab kedepalan membahas mengenai bagmaimana menyusun laporan evalalusi. Susunan laporan evaluasi biasanya memuat hal pokok, yaitu (1) ringkasan eksekutif, (2) pendahuluan, (3) kajian pustaka, (4) metodologi evaluasi, (5) hasil evaluasi, (6) kesimpulan dan rekomdasi, dan (7) daftar pustaka.
Ringkasan eksekutif. Pada setiap laporan evaluasi biasanya sebelum masuk pada bab pendahuljuan terdapat ringkasan eksekutif.. Ringkasan eksekutif dituntut dapat memberikan informasi lugas sehingga dapat cepat dipahami dan dipertimbngkan dalam penyusunan kebijakan oleh para eksekutif. Pendahuluan, umumnya terdiri atas; (1) Latar belakang Masalah, (2) Rumusan Masalah, (3) Tujuan Evaluasi, (4) Manfaat Evaluasi, dan (5) Batasan Pengertian.
Kajian Pustaka; Kajian pustaka ini diperlukan untuk mempertajam permasalahan.
Komponen daklam metodologi evaluasi, meliputi cakupan wilayah evaluasi, yakni pengumpulan data triangulasi, dan analais data.
Hasil evaluasi meliputi deskrptif dara, analisis data dan pembahasan, analisis remomendasi.
Adapun kesimpulan diperoleh dari analisis datam sedangkan alternative rekomendasi dirumuskan berdasarkan rekomendasi
Dalam penyusunan daftar pustaka harus didasarkan pada bahan acuan yang digunakan dalam evaluasi.
Selanjutnya di bab sembilan menjelaskan tata tulis laporan evaluasi. Penulisan laopran evaluasi memiliki beberpa tujuan, yaitu untuk memberikan keterangan, memulai suatu tindakan, mengkoordinasikan proyek, menyarankan suatu langkah atau tindakan, dan merekam kegiatan
Pada dasarnya laporan untuk keterangan dapat dibedakan dalam laporan beerkala dan laporan khusus. Laporan khusus dapat menyajikan hasil-hasil pengujian, percobaan, atau pemeriksaan.
Laporan untuk memulai suatu tindakan atau pekerjaan menjadikan tindakan atau pekerjaan itu sebagai pusat perhatian, dan dengan alasan apa tindakan itu dilakukan. Laporan jenis ini harus tegas, jelas, dan terperinci. Tekanan diberikan pada apa, bagaimana , siapa, bilamana,dan dimana.
Laporan mengkoordinasikan proyek, artinya mengkoordinasikan seseatu pada tempat atau susunan yang sebaik-baiknya atau wajar. Mengkoordinasikan memerlukan keterangan mutakhir. Semua itu mesti dikemukakan secara padat namun jelas.
Laporan untuk menyarankan satu langkah atau tindakan, artinya melaporkan tentang langkah atau tindakan apakah yang harus dilakukan, mengapa harus dilakukan, manfaat apa yang akan diperoleh, dan beberapa biayanya jika pada tindakan itu diperlukan anggaran.
Yang termasuk laporan untuk merekam kegiatan ialah laporan kemajun dan laporan akhir. Laporan kemajuan dapat dibuat menurut kebutuhan, ada yang setiap bulan, setiap triwulan, atau setiap semester.
Laporan akhir merangkum segala segi bekerjaan setelah semuanya selesai. Tata tulis mencakup ketentuan tentang kertas, naskah, sampul, pengetikan, penomoran, ilustrasi, pengutipan, penulisan lampiran, penulisan daftar pustaka,dan bahasa. Naskah laporan evaluasi sebaiknya pada kertas HVS 80 gram berwarnaa putih berukuran kuarto (21x 28,5 cm). Sampul laporan sebaiknya dibuat dari kertas bufafalo ataun linen baru, pengisian halaman naskah, pengetikan bab, subbab, dan sub-subbab.
Penomoran halaman diletakan disebelah kanan atas. Dua spasi di atas baris pertama teks atau 3 cm dari tepi atas. Nomor halaman menggunakan angka Arab, dimulai dari bab pendahuluan. Halan-halaman ebelumnya seperti halaman judl, prakata, daftar isi daftar table, daftar gambar/peta menggunakan angka romawi kecil.
Ilustrasi bertujuan mengemukakan hal yang terungkap dengan kata. Yang termasuk dalam kategori ilustrasi, antara lain foto, grafik, diagram, bagan, peta, denah, dan table. Kutipan harus sama dengan sumber aslinya, baik bahasa maupun ejaannya. Kutipan yang terdiri dari lima baris atau lebih, diketik satu sepasi, dimulai dari lima ketukan margin kiri. Kutipan yang panjangnya kurang dari lima baris dimasukan ke dalam teks, diketik seperti ketikan teks, diawali dan diakhiri dengan tana petik (“).
Bahan-bahan referensi seperti table, carta dokumen, transkrip wawancara, dan sejenisnya, perlu disarankan ebagai lampiran. Lampiran ditempatkan sesudah daftar pustaka. Nomor lampiran dituli secara urut dengan angka Arab. Penulisan daftar pustaka meliputi buku, artikel, laporan karangan dalam jurnal atau majalah ilmiah, dan penerbitan atau publikasi lain.
Bahasa yang digunakan untuk punulisan laporan evaluasi adalah bahasa Indonesia ragam ilmliah.
C. Buku Ketiga (Evaluasi Pendidikan Nilai)
Didalam buku ketiga membicarakan bagaimana peran moral di dalam suatu pembelajaran disekolah. Pendidikan moral merupakan program yang memang harus dijalankan dalam rangka mencerdaskan bangsa yang beraklakul kharimah. Dalam pembelajaran ini unsur ketakwaan dalam tujuan pendidikan menjadi unsur yang dominan. Terminologi taqwa merupakan wilayah kajian agama, salah satu indkcator sikap taqwa secara mudah dikatakan menjalankan syariat agama dan menjauhi larangan-larangan yang ditetapkan agama. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan agama islam yang dijelaskan oleh Arifin bahwa “ Tujuan pendidikan agama islam adalah menenamkan ketaqwaan dan akhlak serta menegakan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berkrepribadi dan berbudi luhur menurut ajaran islam.” ( Arifin: 1994:41)
Dari tujuan pendidikan agama islam tersebut dapat diketahui pendidikan agama dilembaha pendidikan baaimanapun akan berpengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan seorang, besar kecilnya pengaruh sangat tergantung pada berbagai faktor. Pendidikan agama dapat motivasi anak untuk memahami nilai-nilai agama, sebab pendidikan agama pada hakikatnya merupakan pendidikan nilai.Karena itu, pendidikan agama lebih dititikberatkan pada bagaimana membentuk sikap dan tingkah laku atau moral keagamaan yang selaras dengan tuntuan agama.
Pendidikan moral cenderung dipahami orang sebgai salah satu bidang studi yang diajarkan dmi sekolah-sekolah atau madrasah seperti pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ( Yang sebelumnya dikenenal dengan PMP). Pengajaran dan penanaman moral nilai-nilai moral, baik yang dilakukan oleh lembaga-lembaga keagamaan brjalan secara monoton sehingga menimbulkan kejenuhan pengajaran dan penanaman nilai moral sekarang ini sangat bersifat doktriner, sehingga dapat member kesempatan dan ruang gerak yang sukup bagi si penerima untuk memahammi ajaran moral secara kritis.
Di dalam pengajaran moral juga harus dilakukan evaluasi juga. Dalam pelaksanaan evaluasi, terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Alat dan cara adalah dua factor pokok yang ddapat mempengaruhinya. Hal yang sangat lazim menjadi keinginan berbagai pihak adalah bagaimana menentukan hasil evaluasi sehingga benar-benar objektif. Agar evaluasi dapat dilakukan dengan objektif, cara evaluasi harus mengikuti suatu aturan yang baku. Sayangnya, proses evaluasi pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan masih sering keluar dari idealism dan standar yang dikehendaki teori-teori evaluasi pendidikan bisa dikatakan evaluasi. Masih terjadi bias antara alat dengan tujuan yang sering dijumpai.
Fenomena-fenomena bisa dan kurang memadainya alat dan cara yang digunakan dalam evaluasi pendidikan moral ini sangat mnginspirasi penulis untuk meneliti persoalan pengembagan instrumen evaluasi perkembangan moral keagamaan.
Selanjutnya mengenai instrumen evaluasi. Secara teoritis, ada empat jenis evaluasi: tes, wawancara, pengamatan dan angket. Namun yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah tes. Sax (1980: 13) mendefinisikan tes sebagai suatu tugas atau serangkaian tugas yang digunakan untuk mendapatkan umpan balik sistematis yang dianggap mencerminkan trait atau atribut pendidikan atau psikologi.
Sudjino (1998) menjelaskan bahwa tes dapat dibedakan menjadi beberapa jenis atau golongan, tergantung dari segi mana atau dengan alasan apa penggolongan tes itu dilakukan. Dilihat dari segi aspek kejiwaan yang ingi di ungkap, tes setidak-tidaknya dapat dibedakan menjadi lima golongan:
1. Tes intelegensia (intelegency test), yakni tes yang dilaksanakan dengantujuan mengungkap atau mengetahui kecerdasan seseorang.
2. Tes Kemampuan (aptitude test) yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan mengungkap kemampuan dasar atau bakat khusus yang dimiliki.
3. Tes Sikap (attutitude test), yakni salah satu jenis tes yang kecendrungan seseorang untuk mengungkap predisposisi atau kecendrungan seseorang untuk seseorang untuk melakukan suatu repons tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu-individu maupun objek-objek tertentu.
4. Tes Kepribadian (personality test), yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan mengungkapkan cirri-ciri khas dari seseorang yang bnyak sedikitnya bersifat lah iriyah, seperti gaya bicara, cara berpakaian, nada suara, hobi atau kesenangan dan lain-lain
5. Tes hasil belajar, yang juga sering dikenal dengan istilah tes pencapaian (achievement test), yakni tes yang biasa digunakan untuk mengungkap tingkat pencapaian atau prestasi belajar.
Muhadjir (2001) menjelaskan bahwa inventori kepribadian menanyakan pada responden tentang dirinya atau persepsinya. Pertanyaan atau pernyataan menyangkut dengan kebiasaan, kegemaran, perasaan, atau persepsi responden. Jawaban yang dibutuhkan hanya berupa “ya” atau “tidak”, “benar” atau “salah”, “setuju” atau “tak setuju”. Hal ini dapat juga disisipi pilihan jawaban tengah: “tak tahu”, dan tentu”atau “?”
Dalam pengembangan kurikulum, secara umum, pengembangan instrumen yang akan dilakukan melalui penelitian ini mencakup: Langkah menentukan tujuan, penelahaan teori, penetapan konsep, penyusunan kisi-kisi, menulis instrumen, penentuan bobot jawaban, lama menjawab inventori, uji coba, analisis kualitas inventori, dan revisi serta penataan inventori.


























BAB III
PERBANDINGAN BUKU

Di dalam ketiga buku tersebut banyak disinggung mengenai bagaimana suatu program dijalankan. Penggunaan jenis evaluasi harus di sesuaikan dengan jenis program yang digunakan karena setiap program akan berbeda pula jenis evaluasinya. Di dalam buku pertama dijelaskan bagaimana suatu evaluasi dijalankan dalam pengevaluasian kurikulum. Dalam evaluasi kurikulum tidak hanya menkaji suatu tes evaluasi yang bersifat penilaian secara kuantitatif akan tetapi dalam evalauasi kurikulum, evaluasi dilihat beberapa sudut. Ada beberapa sudut pandang mengenai evalausi kurikulum ini, seperti evaluasi kurikulum sebagai suatu bidang kajian akademik, evaluasi kurikulum sebagai suatu profesi, dan evaluasi kurikulum sebagai suatu kebijakan publik
Apabila kita perbadingkan dari ketiga buku ini, ada beberapa persamamaan dalam segi pembahasan kecuali buku ketiga yang lebih banyak membahas evaluasi .pendidikan nilai yang dihubungkan dengan nilai-nilai keagamaan.
Di dalam buku pertama membahas bagaimana suatu evaluasi kurikulum di evaluasi. Selanjutnya di dalam buku ini lebih membahas evaluasi kurikulum lebih spesifik dengan menjelaskan beberapa sudut pandang mengenai evaluasi kurikulum.Tidak hanya disitu saja di dalam buku ini pula dijelaskan lebih lanjut mengenai tujuan dan fungsi evaluasi kurikulum ini. Bila kita bandingkan dengan buku kedua apa yang menjadi perbedaan atau persamaan dari definisi evaluasi ini. Di dalam buku pertama itu defenisi tu lebih kepada definisi evaluasi sebagai evaluasi kurikulum, akan tetapi dalam buku kedua di definisikan evaluasi sebagai evaluasi program pendidikan. Akan tetapi menurut saya evaluasi pendidikan memiliki karakteristik yang tak terpisahkan dari bidang studi ilmu sosial pada umunya. Karakteristik itu adalah lahirnya berbagai definisi untuk suatu istilah teknis yang sama. Demikian pula dengan evaluasi yang diartikan oleh berbagai pihak dengan beberapa pengertian. Di dalam buku pertama evaluasi di definisikan oleh Eorthen dan Sanders ( 1987:83) menjelaskan evaluasi “ is the image the evaluator holds evaluation work: its its responbilities, duties, uniquiness and similiarties to related endeavors” yang membedakan evaluasi dengan bidang yang lain. Adapun dalam buku pertama tidak dijelaskan secara pasti definisi evaluasi kurikulum karena sifat dari pekerjaan evaluasi kurikulum yang banyak berkaitan dengan masalah kurikulum yang aflikatif, seperti halnya dengan kajian kebijakan menyebabkan banyaknya definisi yang dikemukakan mengenai evaluasi kurikulum.
Di dalam buku kedua dijelaskan kurikulum dari Surachman (1961, dalam Anderson 1975) memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiaran yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Selanjutnya di dalam buku ini dijelaskan secara rinci makna dari evaluasi program evaluasi itu sendiri mengalami proses pemantapan. Definisi yang terkenal untuk evaluasi program yang dikemukakan oleh Ralph Tyler, yang mengatakan bahwa evaluasi program proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah dapat terealisasikan (Tyler, 1950). Definisi yang lebih diterima masyarakat luas dikemukakan oleh dua orang ahli evaluasi, yaitu cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971). Di dalam buku ini mereka mengemukakan bahwa evaluasi program adalah uapaya mendiakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan.
Adapun di dalam buku ketiga menjelaskan bahwa untuk mengetahui perkembangan moral siswa diperlukan suatu evaluasi yang baik. Evaluasi ini merupakan tugas guru. Oleh karena itu guru PAI ini harus memiliki kemampuan melakukan evaluasi terhadap perkembangan moral keagamaan peserta didik.
Dalam prosesnya, di dalam buku ini dijelaskan, teradapat beberapa factor yang dapat mempengaruhinya. Alat dan cara adalah dua factor pokok yang dapat mempengaruhinya.
Itulah perbandingan bagaimana evaluasi dilihat dari aspek difenisinya. Adapu yang menarik dari isi buku pertama dengan buku kedua mengenai pembahasan mengenai model-model evaluasi yang dibahas di bab 8 di buku pertama, dan model dan rancangan evaluasi program pendidikan di buku kedua. Adapun bahasan yang sama di dalam buku itu adalah pembahasan model evaluasi CIPP dan UCLA . Di dalam kedua buku itu sangat mendetail menjelaskan kedua model evaluasi tersebut.

BAB IV
KESIMPULAN

Di dalam ketiga buku itu jelas membahas mengenai apa itu evaluasi. Akan tetapi di dalam buku pertama lebih sedikit spesifik membahas mengenai evaluasi kurikulum saja. Selanjutnyan buku kedua membahas evaluasi lebih meluas lagi dri evaluasi kurikulum yaitu evaluasi program pendidikan secara umum, dan buku ketiga membahas lebih sempit lagi yaitu mebahas evaluasi nilai. Dari ketiga buku itu ada beberapa kesamaan bahwa evaluasi itu adalah suatu program yang tujuannya untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah dapat terealisasikan. Baik itu evalausi kurikulum, evaluasi program pendidikan dan evaluasi pendidikan nilai.
Evaluasi ini memang perlu dilakukan dalam program apapun, baik itu program pendidikan secara umum ataupun program pendidikan yang spesifik seperti program kurikulum. Tidak hanya pembelajaran moral pun harus menjadi objek kajian evaluasi, karena nilai-nilai moral peserta didik harus diukur dengan ukuran-ukuran tertentu.