Selasa, 05 Oktober 2010

Analisis Tiga Buku Karya Prof .Drs. Kosasih Djahiri Oleh Deden Wahyudin, S.S

BAB 1

URAIAN TENTANG BUKU

1. Buku Pertama

Judul Buku : Kapita Selekta Pembelajaran (Pembaharuan Paradigma PKN-PIPS- PAI)

Penulis Buku : Prof. Drs. H. Kosasih Djahiri (Guru Besar Pendidikan Nilaia dan Moral UPI)

Daftar Isi : - Bab I Pembelajaran

- Bab II Pardigma Baru Pembelajaran Pkn-IPS- PAI

- Bab III Kurikulum- Silabus dan unit Pembelajaran

- Bab IV Kualifikasi dan proses Pembelajran

- Bab V Pembelajran Portofolio

- Bab VII Laboratorium Pkn Sekolah

2. Buku Kedua

Judul Buku : Menelusuri Dunia Afektif Pendidikan Nilai dan Moral

Penulis Buku : Prof. Drs. H. A. Kosasih Djahiri (Guru Besar Pendidikan Nilaia dan Moral UPI)

Daftar Isi : - Bab I Hakekat Nilai- Moral dan Norma

- Bab II Hakekat Nilai dan Moral

- Bab III Pendidikan Nilai dan Pendekatannya

- Bab IV Tahapan perkembangan Moral

- Bab V Proses Pendidikan Nilai dan Moral

3. Buku Ketiga

1. Judul Buku : Kumpulan Handouts dan Petikan Internet Pandidikan Nilai Moral

2. Penulis Buku : Prof. Drs. H. A. Kosasih Djahiri (Guru Besar Pendidikan Nilaia dan Moral UPI)

Daftar Isi : Handouts : Perkembangan Dunia Afektif

Internet : ACT, Cognitive Dissonance, Multipple Intelligences, Character and Culture, Algo- Heuristic Theory, The Spiritual Nature of Human Being, Moral da n Character development, System model human behavior, Personality, Gender, and The Ways People Percceive Moral Dilemmas in Everyday life.

BAB II

ISI BUKU

  1. Buku Pertama ( Kapita Selekta Pembelajran Memahami Paradigma Baru Pembelajaran PKN- IPS-PAI)

1. Pembelajaran

Dalam buku ini banyak disinggung mengenai tentang bagaimana proses pembelajaran yang memang semestinya dilakukan. Pembelajaran dapat dilihat beberapa segi, pertama dilihat dari programatik ataupun prosudural. Secara programatik, pembelajaran sudah terprogram secara sistematis yang sebelumnya sudah dirancang oleh guru. Dari segi procedural, proses pembelajaran meliputi proses belajar- mengajar yang artinya ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru ketika melihat potensi dari si anak didik. Guru artinya tidak melihat dari satu sisi, tetapi guru harus bisa memahami dimensi-dimensi lain tentang sisi-sisi kehidupan dari peserta didik itu sendiri. Dengan memahami dimensi-dimensi tersebut, maka paradigma guru tidak parsial lagi dalam memandang objek pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu penting bagi guru untuk senantiasa kreatif dalam proses pembelajaran. Selanjutnya, pencapaian kompetensi siswa tidak samapai kepada siswa itu hapal / tahu (kognitif) tentang materi yang diberikann, tetapi harus lebih jauh lagi bahwa ilmu yang guru sampaikan harus bisa berguna bagi peserta didik sekarang dan esok.

Selain keparsialan dalam proses belajar diatas, kita sering mengalami pembelajaran yang student centered ketika proses belajar-mengajar. Anak didik menjadi sasaran objek yang pasif, artinya hanya sebagai instrument yang hanya menerima pelajaran seca mentah-mentah. Oprasionalisasi cendrung bersifat

a. Guru sentries

b. Terpaku pada buku pegangan

Untuk menghilangkan keparsialan dalam prosesn pembelajaran maka harus dipahami 22 potensi manusia yang dapat kita terapkan dalam memahami peserta didik

Ø 6 Potensi Kognitif ialah daya hafal/ recall; faham, penerapan, analisis sintesis dan evaluative/nalar

Ø 8 Potensi afektual/afektif ialah daya: emoting/mengemosi, minding/ nyawang, feeling, cita rasa, willingness/kemauan, love/kecintaan, sikap/attitude, value system/system nilai dan belief system/keyakinan.

Ø 8 potensi psikomotori meliputi daya: mempersepsi/mengenali, setting/kesiapan atau kesanggupan diri, meniru, mengubah.menyesuaikan, mecipta/orginalisasi, ketepatan, kecepatan dan kecamatan.

1. Pembelajaran Cognitif

Pembelajaran kognitif yang ideal semestinya sebagai berikut :

1. Secara procedural pembelajaran harus bersifat mengundang, mengajak, menggetarkan. 6 potensi kognitif, yakni daya: ingat, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, evaluative/nalar

2. Program M3SE yang dikembangkan guru: Materi pelajran (bahan materi pelajran BMP) harus utuh. 6 kognitif yang tadi harus berbentuk data-fakta-konsep-teori-dalil/hukum-generalisasi, dst.

Apabila ditelaah berarti pembelajaran cognitive ini adalah pola pembelajran yang dilakukan oleh semua guru, namun tidak tidak utuh bersifat parsial baik potensi diri siswa (learning skill yang 22) maupun M2Senya.

3. Pembelajaran Afektif

Dunia afektif adalah bagian dari potensni diri manusia yang sering dilabel dengan potensi spiritual atau emosional atau kejiwaan yang adanya dalam qolb/kalbu. Menurut para ahli dunia afektif ini disebut the central of human being dan menjadi penentu/penuntun/pengarah bagi dunia lainnya.

Dunia afektif memang bersifat unik/unique karena alasan berikut:

1. Bersifat psikologis kejiwaan-abstrak

2. Sukar dibaca kecuali indicator affektual berupa 8 potensi diri afektualnya

3. Bisa berubah (changeable/moveable) berkembang (developmental); jadi bisa bersifat labil.

4. Bersifak kontekstual/ kondisional/ situasional

5. Sifat-sifat kecendruangan saja hal diatas

Dunia afektif indicator penentunya yang juga adalah afektual atau affektual learning skills meliputi:

1. Insting- emosi

2. Felling-minding

3. Cita dan rasa

4. Willingness/kemauan

5. Love/ kecintaan

4. Pembelajaran Psikomotorik (Keterampilan Teknis dan Sosial)

Secara programatik harus mampu membelajarkan potensi fisik, keterampilan-keterampilan teknis/social/okupasional/professional siswa.

Keterampilan-keterampilan tadi meliputi a.l keterampilan:

a. Verbal/berbicara/lisan yang baik dan benar

b. Gestural, yakni gerak panca indra dan fisik

c. How to behave/ferforme/to act

d. Soscial skill relationships

e. How to play (apa yang dibelajarkan dan aturan maen kehidupan).

AZAS PENDIDIKAN AFEKTIF (PENDIDIKAN NILAI-MORAL)

Proses afektual hendaknya selalu membarengi/simultan dengan proses kognitif/psikomotorik. Hal ini dikarenakan beberapa alas an, ialah a.l:

  1. Dalil/ teori pendulum (bandul jam/clock) Mc. Luhan yang mangatakan bahwa kalau pendulum hanya digerakan ke kutub kognitif saja maka akan menjadikan manusia cerdasa namun”bebal” potensi emosionalnya (tidak bermoral/berperasaandll)


Emosional Dunia/potensi intelektual/kognitif

5. Pembelajaran Portofolio

Mengenai jenis metoda yang sebaiknya diserap dalam paket Portofolio sebainya strategi/metoda belajar yang besar/banyak liputan KBS nya seperti a.l: Inkuiri, pemcahan Masalah, masalah , Partisipatorik/ Magang, Studi Proyek (Project Study), inkuiri Nilai, Latihan, Latihan Pekonan, Sosio Drama, Simulasi nyata (simulation game).

2. Buku Kedua ( Menelulusuri Dunia Afektif “ Pendidikan Nilai dan Moral”)

Dalam buku kedua ini banyak membahas mengenai bagaimana dunia afektif menjadi motor penggerak dari pada dunia-dunia yang lain, sehingga apa yang menjadi dasar pembelajaran akan terarah dengan teratur. Dalam hal ini Buku yang kedua ini, penulis memfokuskan kepada hal-hal yang bersifat kemampuan yang menjadi bawaan dari setiap anak didik. Hal ini harus dipahami betul oleh para pengajar sehingga guru tidak lagi salah dalam mengambil tindakan terhadap anak didiknya.

Potensi rohaniah yang dibawa setiap anak manusia serta menjadi fokus telaahan pendidikan ialah alam pikiran dan kejiwaan dengan aneka kemampuan yang ada atau dibawa peserta didik pada saat akan belajar. Ada 3 teori domain yang menjadi andalan potensi belajar, yakni kognitif, afektif, dan psikomotorik yang masing-masing mempunyai taksonomi sendiri-sendiri.

Ketiga domain tersebut merupakan kesatuaan yang utuh artinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Keutuhan yang tadi menjadi kesatuan yang manunggal akan mampu memantapkan hasil belajar yang canggih yang diiringi dengan ‘ ni;ai-moral atau isi pesan kebermaknaan bagi manusia (nilai manusiawi) dan kebesaran Allah swt tidak akan menjadi proses dan factor resonansi---ketqakwaan dan kemanusiaan .

HAKEKAT NILAI DAN MORAL

Nilai (value) berada dalam diri manusia (suara lubuk hati manusia). Arti nilai (value) secara sederahana dan mudah dipahami dengan bahasa umum yakni harga yang diberikan oleh seorang/kelompok manusia terhadap sesuatu. Harga mana tentunya akan ditentukan oleh tata nilai (value system). Harga afectual, yakni harga yang menyangkut dunia afektif manusia.

Jadi Nilai adalah harga yang diberikan oleh seorang/sekelompok orang terhadap sesuatu (materil, imateril, personal, kondisional)atau harga yang dibawakan/tersirat atau menjadi jati diri dari suatu.

DUNIA AFEKTIF

Dimaksudkan dengan “dunia afektif”, yakni hal ihwal afektif baik mengenai sifat—karakteristik, struktur potensi dan isi substansiilnya. Dalam Bab 1 masalah kualifikasi sudah banyak kami angkat, antara lain bahwa ini adalah wadah daripada nilai—moral dan norma (sebagai keyakinan dan prinsip), dunia yang unik, kejiwaan, sukar dibaca dan dinilai atau diduga, multi dimensi ini substansiilnya, kontekstual—kondisional, bisa subjektif-personal tetapi bisa juga objektif—universal,- mono—pluralistik, taksonomi—sksperiensial, systemic—interadiatif.

Secara structural dunia afektif ini terdiri atas sejumlah potensi afektual yang terdiri atas 9 potensi pokok; yakni insting, emosi, feeling, cita rasa, keinginan (willing), kecintaan (love), sikap (attitude), system nilai (value system) dan system keyakinan dan system keyakinan (belief system). Potensi ini ada dalam dmidi manusia dalam rantangan kadar kualitatif dan kualitatif yang selalu berubah (developmental) pasang surut serta tidak sama antar manusia. Pembinaan oleh diri yang bersangkutan dan atau rekayasa orang lain (termasuk diknil) menentukan arahdan kadar kuantitatif-kualitatif serta pasang surut potensi tersebut (baik secara affectual maupun substansial.

3. Buku ketiga ( Kumpulan Handdouts dan Petikan Internet Pendidikan Nilai Moral)

MORAL AND CHARACTER DEVELOPMENT

``Higgnis & Kohlberg (1989)….both educators and the public belief that character educations to be an importans aspec of schooling. Target Educations ----pembelajaran: pemebinaan, peningkatan dan pengembangan potensi diri, pembekalan pengetahuan dan pelatihan tknikal dan keahlian social untuk peradaban dan pendidikan yang baik sehingga menjadi seorang yang sehat dan mempunyai lingkungan yang manusiawi.

Target Dikum (1973):

  1. Develop skill in reading, writing, speaking and listening ---skill
  2. Develop pride in work and feeling or self worth
  3. Develop gmood character and self respect; consist of:

1. Moral repobility and sound ethical and moral behavior

2. Capacity for discipline

3. Moral and ethical sense of the values, goals and the prosesses of a free society---madhaniah society (RI)

4. Standard of personal character and ideas---moral base dan claim.

Determinant factors in the moral development and behavior:

  1. Heredety---biological and holistic Moral Development
  2. Early Childhood Experiences---learning experiences
  3. Modeling--- Personal---material---immaterial
  4. Peer influence
  5. The general phsycal and social envirovment—social and nation

Characteristics; consist of:

a. Moral philosophy---mithe, ideas, symbols and slogan

b. Major word religious and institutions

c. Community setting and institutons---infra and supra structure (IPOLEKSOSBUDAG)

d. School setting

e. Moral and character Development---myth and ideas (Asthon and Huitt, 1980)

f. Cultural heritage and cultur practices---IPOLEKSOSBUDAG

g. Degree of modernity---readinnes IPTEK anf globalism

h. International factor/influence.

  1. The communications media
  2. School and Ed. Institution Program
  3. Specific situations and roles.

KETERKAITAN HAM DALAM PENDIDIKAN BUDI PEKERTI (PBP) dan PPkn/PKn/Kn

  1. Hakekat HAM memuat ikhwal:

a. Harga manusia secara utbul dan mduulti dimensional

b. Harga Kelompok kehidupan manusia (Masyarakat dan Bangsa) Dalam Astragatra kehidupan (Lingkaran dan aspek Kehidupan)

Melahirkan:

c. Aturan main—pola---tatanan normative---poleksosbud berkehidupan sebagai individu/ man—Masyarakat dan bangsa negara.

d. Hak---kewajibab---kewenangan---tugas dan tanggung jawab

  1. Hakekat PBP TELAAH/TUNTUNAN

Nilai---Moral---Norma Luhur diri dan kehidupan manusia---masyarakat// bangsa menurut berbagai acuan kehidupan ; hukum---agama---poleksosbud dan ilmu.

  1. Hakekat PPKn----Memanusiakan dan memperdayakan Sub. 1 dalam kehidupan BER-BNI
  2. Visi dan Misi sub 1-2-3 :

a. Memanusiakan dan memperdayakan manusia/ masyarakat/ bangsa

b. Memperdayakan kehidupan sub. A bagi mamnusia secara manusiawi—layak dan benar ( hukum ---agama---ilmu).

c. Mencipyakan kehidupan man/masyarakat BNI kini dan esok yang lebih baik dan indah---kehidupan madaniah

  1. Ruang lingkup kajian

a. Manusia seutuhnya (hukum dignity)

b. Kehidupan sub.5.a secara multi dimensional

  1. Dimensi kajian/pembelajaran

a. Keharusan

Normative---keilmuan

b. Realita factual (kemarin dan kini)

c. Proyeksi harapan ramalan dan perkembangan (secara spae dan waktu)

  1. Pola pembelajaran:
  2. Sumber dan media ajar
  3. Pola Penilaian.

BAB III

PERBANDINGAN BUKU

Dari ketiga buku yang dibahas di atas banyak sekali kajian tentang proses pembelajaran. Proses pembelajaran ini bisa dilihat dari beberapa dimensi, terutama dan yang paling utama adalah proses pembelajaran yang berbasis student center. Dalam proses pembelajaran ini banyak sekali permasalahan, baik yang dihadapi oleh guru dan murid sehingga harus segera diluruskan. Oleh karena itu dari ketiga buku ini akan memberi jalan terang mengenai permasalah ini, terutama masalah kegiatan pembelajaran yang terpusat di guru. Dari ketiga buku ini banyak membahas bagaimana kebijakan guru dalam proses belajar- mengajar terutama dalam memperdayakan potensi anak didik. Selain mambahas tentang kebijakan guru dalam memperdayakan potensi anak, ketiga buku ini juga membahas dunia afeltif. Oleh karena mari kita lihat satu persatu dari ketiga buku tersebut dalam memecahkan permasalahan di atas.

1. Buku : Kapita Selekta Pembelajran ( Pembaharuan Paradigma PKn-PIPS-PAI)

Dalam buku ini diawal-awal banyak mengungkap permasalahan-permasalahan dalam proses pembelajaran. Problema pembelajaran yang banyak ditemui di lapangan.

1. Pembelajran bersifat parsial dan monolitik

2. Pembelajaran tidak bersifat student

Di dalam buku pertama ini, memberi jawaban tentang bagaimana pembelajaran yang tidak parsial dan tidak bersifat student center. Biasanya guru dalam memperaktekan pengajaran terhadap anak didik kurang kreatif sehingga terjadi kejenuhan baik guru itu sendiri lebih-lebih murid murid itu sendiri. Seharusnya guru tidak terpaku pada kurikulum yang mempunyai system yang telah baku. Di sini harus ada ke kreativitas dari guru yang bersangkutan dalam melakukan proses pembelajran di kelas sehingga ada metode baru yang bisa menarik minta anak didik. Apabila kita lihat kebanyakan dari guru hanya melihat dari satu aspek yaitu dari aspek kognitif. Aspek kognitif ini juga dilihatnya sangat rendah sekali artinya hanya memperdaya murid untuk hafal saja dan pemahaman saja. Tidak jarang marah kalau ada siswa memakai daya nalarnya dengan pertanyaan analisis atau evaluative. Padalah secara kodratinya setiap manusia termasuk siswa memiliki sejumlah potensi diri yang potensial untuk dikembangkan walaupun ada batasannya.

Oleh karena itu, agar guru tidak terjebak dengan kondisi seperti itu, buku pertama ini member penerangan tentang apa-apa saja yang menjadi potensi anak. Di sini ada 22 potensi diri murid

  1. 6 Potensi kognitif ialah daya hafal/recall: faham, penerapan, analisis, sitesis, dan evaluative/nalar
  2. 8 potensi afektual/afektual ialah daya: emoting, mengemosi, minding, nyawang, feeling, cita dan rasa, sikap system keyakinan kecintaan
  3. 8 potensi psikomotorik meliputi daya: mempersepsi/mengenali, setting, kesiapan atau kesinambungan, kesanggupan diri, meniri, emngubah, menyesuaikan, emncipta, ketepatan dan kecermatan.

Selain membahas maslah proses pembelajaran yang seharusnya, buku yang pertama ini juga melihat dunia afektif yang dinggap sangatn penting dalam proses pembelajran (primary structure). ,Pengertian dnunia afektif dalam buku pertama ini diartikan potensi spiritual emotional dalam diri manusia yang datangnya dari hati atau qalbu. Dunia afektif ini menjadi factor penggerak terhadap factor-faktor yang lain sehingga factor ini menjadi ,penuntun yang baik bagi factor yang lain seperti kognitif, psikomotorik. Potensi ini akan menjaga manusia dari hal-hal yang kurang baik, dan member sugesti untuk berprilaku sebagaimana mestinya. Dunia affektif ini dirasa sangat unik dalam prakteknya, seperti

1. Bersifat psikologis

2. Sukar dibaca kecuali melalui indicator (abstrak)

3. Bisa Berubah

Itulah bahan perbandingan dari buku pertama.

2.Buku kedua Menelusuri Duni affektif

Dalam buku kedua ini sangat jelas membahas mengenai potensi-potensi yang ada dalam diri manusia/murid, sehingga potensi harus diperhatikan benar oleh seorang pendidik. Hal ini wajar harus dmiperhatikan olehseorang pendidik karena peserta didik harus diperlakuka secara kodratnya sebagai manusia. Tidak jauh berbeda dengan buku pertama,buku kedua juga membahas ketiga potensi yang harus dilihat, tetapi ketiga potensi ini disebut teori domain yang menjadi andalan belajar, yakni

  1. Kognitif (cognitive)
  2. Afektif ( affective)
  3. Psikomotor (Psychomotor)

Yang masing-masing memiliki struktur dan komponen serta taksonomi sendiri-sendiri. Dalam buku ini sangat menegaskan jangan sekali-sekali bahwasannya guru sebagai pengajar hanya menggnunakan satu domain saja sehingga tidak terjadi kekakuan ketidakberkembangan substansi belajar itu sediri. (hal: 1). Kalau saja ketiga domain diatas terlaksana akan terjadi keseimbangan yang baik.

Mengenai dunia affektif, buku yang kedua ini melihat dunia afektif sebagai sifat yang mempunyai karakteristik, struktur dan isi subtasinya. Scera struktual, dunia afektif terdiri atas sejumlah potensi afektual yang terdiri atas 9 pokok, yakni isting, emosi, cita-rasa, keinginan (willing), Kecintaan (love), sikap (attitude), system nilai (value system) dan system keyakinan (belief system). Kesembilan potensi ini ada pada setiap diri manusia dalam rentangan kadar kuantitatif dan kualitatif yang selalu berubah, pasang dan surut serta tidak sama antar manusia.

Jadi, sangat jelas sekali ada kesamaan pandangan antara buku yang pertama dengan buku yang kedua tentang ketiga potensi tersebut, dan keduanya menganggap penting ketiga potensi tersebut dalam proses belajar mengajar. Selain menggap penting ketiga potensi di atas, kedua buku itu juga menempatkan dunia afektif sebagai dunia yang penting dan sama-sama mengajurkan untuk menempat potensi afektif sebagai potensi yang utama.

4. Buku ketiga (Handouts dan Petikan Internet “ Pendidikan Nilai dan Moral”

Dalam pembahasannya buku ketiga ini juga membahas masalah potensi-potensi dalam diri peserta didik. Ketiga potensi ini menjadi landasan pembangunan (developmental) jati diri perserta didik. Dalam hal ini lebih difokuskan dalam hal pendidikan nilai (Diknil), berikut :

1. Diknil terjadi sepanjang masa hayat waktu/tempat/ (developmental)

2. Affectual- cognitive-psychom. Learning processes bersifat

a. Interactive/ interadiatif and interchangeable

b. Dapat berlangsung simultan dan atau beruntun.

c. Determinant factors: kualitas dan kekuatan stimulus: subjek dan objek + ketupat---counter cultural values.

Ketiga potensi ini selalu menjadi kajian oleh prof. Drs Kosasih Djahiri dalam buku-bukunya sehingga penekanan-penakanan selalu di arahkan pada potensi itu.

Dalam membahas dunia affektif, buku ini menjelaskan dunia afektual. Dalam perkembangannya, muncul tiga teori perkembangan moral (afektif):

  1. CMD---Moral Development melalui intellect develomepment/rasional.
  2. AMD—Moral Dev,, Pelakonan potensi afektual
  3. SMD—Moral Development Social behavior/ pengalaman diri
  4. BMD—Moral Development,, perkembangan/ konds organic system
  5. HMD Moral Development, Moral Development secara menyeluruh


Menimbulkan rasa takut/kwatir love>< Hate savety reward / punish good and nice man suriousity justice beatifull right/wrong essential, dll

Cita Rasa

Feeling Sense Of…..

Emotions Joro Joy/ kereteg

DATA FAKTA

Konsep

Nilai Moral/ moralitas

Norma

Norma

(Norma Acuan)


konsep Nilai

(Label ) (Harga)

MORAL

5 SYSTEM (Idiologis) (Politik)

KEHIDUPAN

1. Dunia diri

2. Keluarga

3. Masyaarakat / bangsa

Dari bagan di atas memperlihatkan bagaiamana dunia afektif (Dikni) manjadi acuan system kehidupan. Ini menjadi gambaran yang jelas bagi kita menengenai dunia afektif yang menjadi landasan proses pembelajaran yang baik.

Perbandingan dari ketiga buku di atas sangat jelas sekali, yang pertama : mengenai 3 potensi peserta didik dalam proses pembelajaran, yang kedua: mengenai dunia afektif.

BAB III

KESIMPULAN

Sangat sederahana sekali kalau kita mengambilan kesimpulan dari isi ketiga buku diatas. Dalam penjelasan yang singkat ini sebetulnya kita selaku insane pengajar harus sadar dengan proses pembelajaran yang selama ini dilakukan sangatlah jauh dari tujuan filosofi pendidikan itu sendiri. Mulai sekarang seharusnya kita sebagai guru harus paham betul terhadap tujuan dari pembelajaran itu sendiri. Proses pembelajran itu sendiri seyogyanya harus lebih kepada student center (pusat pembalajaran adalah siswa itu sendiri). Pemusatan terhadap anak didik dalam proses pembelajaran itu harus segera dilakukan karena ini akan mengubah paradigma-paradigma yang selama ini telah terjadi kekeliruan. Dengan pendekatan dunia affektif saya kira proses pembelajaran akan berjalan dengan lancar, karena potensi afektif (moral) menjadi landasan yang memperkokoh karakter anak didik. Dunia afektif ini akan menunjang potensi-potensi yang lain seperti potensi kognitif (cognitive) dan potennsi psikomotorik (Psycomotoric).

Kita bahas gejala-gejala yang banyak ditemukan dilapangan berkaitan dengan proses pembelajaran.

1. Pembelajaran bersifat parsial edan monolitik

2. Pembelajran tidak bersifat student centered

Dengan adanya ketiga buku di atas, maka kita akan merubah paradigma yang selama ini menjadi kesalahan besar. Oleh karena itu, kita harus merubah pemikiran sebagai berikut:

1. Siswa seutuhnya (kaffah) dan dalam aneka kemampuan yang seba terbatas dan berada satu dengan lainnya serta bersifat dinamik-berkembang (develovmental)

2. Asas pedagogic lain yang diterapkan sebagai pembaharuan dalam pembelajaran ialah membelajarkan bahan ajar ( substansi materi pelajran). Bahan ajar sebagai madia ( untuk pengembangan potensi diri dan target pembelajran hendaknya dibelajarkan secara utuh dan meaningful serta fungsional)

3. Hal ketiga yang harus dibelajarkan ialah lingkungan belajar (learning envirovmental) adalah lingkungan kehidupan riil/ sekitar yang meliputi gatra/dimensional

MENGANALISIS MAKALAH

PERAN FILSAFAT ILMU DALAM PENGEMBANGAN METODE ILMIAH

OLEH

Deden Wahyudin, S.S

Dalam makalah yang berjudul “ Peran Ilmu dalam Pengembangan Metode Ilmiah” ini, pembaca dibawa terlebih dahulu untuk memahami hakikat dari tujuan manusia selaku khalifah di muka bumi ini. Hakikat manusia di muka bumi ini tidak lain untuk memikirkan tentang hakikat hidupnya sendiri dan Keagungan Tuhannya. Oleh karena itu, manusia selalu mencari dalam rangka berpikir tentang hal-hal yang manusia tidak mengetahuinya, maka manusia selalu terus mecari jawaban tentang apa yang dicarinya sampai kepada tingkat kepuasan tertinggi[1] mengenai jawaban yang di dapatnya.

Ketika pembaca diberi pengertian mengenai apa yang menjadi tujuan manusia diturunkan ke bumi, maka kita sebagai pembaca akan paham hakikat dasar manusia hidup di bumi itu tidak lain untuk berpikir. Berpikir di sini tidak lain bahwa manusia akan terus mencari jawaban-jawaban tentang segala sesuatu yang ada dalam pikirannya. Oleh karena itu manusia akan selalu mempelajarinya sampai manusia menemukan jawaban yang dapat memuaskan pikirannya. Untuk itu manusia di tuntut untuk senantiasa mencari pengetahuan yang berhubungan dengan apa yang mereka cari. Dalam rangka pencarian itu, manusia di dunia ini akan dihadapkan ke dalam dua kiblat yang berbeda jauh. Apabila kita kontekskan ke dalam kehidupan sekarang ini, ilmu-ilmu yang berkembang ialah ilmu-ilmu dari Barat yang berorientasi pencarian segala sesuatu itu diukur menurut ukuran rasio atau akal[2].

Dalam pencarian kebenaran itu sendiri lengkap di bahas di dalam filsafat ilmu. Ada beberapa pengertian dari filsafat ilmu itu sendiri. Saya mengambil satu pengertian dari makalah ini, yaitu menurut Beerling (1988: 1-4) bahwa filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang cirri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan. Filsafat ilmu erat kaitannya dengan filsafat pengetahuan atau epistimologi[3]. Di dalam filsafat ilmu pengetahuan diselidiki apa yang menjadi sumber pengetahuan, seperti pengalaman (indra), akal (verstand), budi (vernunnf) dan instuisi. Selain sumber –sumber pengetahuan, ada juga syarat-syarat untuk mencapai pengetahuan ilmiah. Oleh karena banyak aliran-aliran filsafat dalam pencarian kebenaran itu.

Dalam pengetahuan itu sendiri, terdapat beberapa komponen yang merupakan penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya, antara lain :

1. Ontologi

Ontologi ini meliputi permasalahan apa hakikat ilmu, apa hakekat kebenaran adan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan itu, yang tidak terlepas dari pandangan tentang apa dan bagaimana yang ada (being) itu. Muncul paham-paham dalam ontology yang masing-masing menentukan tentang hakikat kebenaran dan kenyataan, seperti: Idialisme/ spiritualisme, matrealisme, pluralis.

2. Epistimologi

Cabang filsafat yang menyelidiki asal-muasal, metode-metode dan syahnya ilmu pengetahuan. Pertanyaan yang sering di ajukan, seperti : Apakah sumber pengetahuan itu?, dari manakah datangnya pengetahuan yang benar itu?. Ilmu pengetahuan ini di dapat melalui suatu cara pendekatan ilmiah berdasarkan kerangka pemikiran yang logis (rasional dalam penjelasannya). Berfikir ilmiah ini berbeda dengan kepercayaan religious yang memang berdasarkan atas kepercayaan dan keyakina, tetapi berdasarkan pada prosedur ilmiah. Muncul aliran pokok dalam epistimologi misalnya rasionalisme, kritisme, fenomenalogi, intuisme, dan positivism.

3. Aksiologi

Ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang pada umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Aksiologi ini menunjukan kaidah-kaidah apa yang harus kita perhatikan dalam menerapkan ilmu di dalam menerapkan ilmu ke dalam praksis. Aksiologi ini bersifat subjektif,dan aksiologi ini juga pada dasarya digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia. Ilmu pengetahuan ini ditujukan untuk meningkatkan tarap hidup manusia serta kelestarian atau keseimbangan alam.

METODE ILMIAH

Metode ilmiah merupakan prosedur atau langkah-langkah sistematis dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu.Ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah yang sistmatis. Adapun langkah-langkah sistematika menurut Soetriono dan SRDm Rita Hanafie (2007: 157) sebagai berikut:

1. Mencari, merumuskan, dan mengidentifikasi masalah

2. Menyusun kerangka pemikiran

3. Menemukan hipotesis

4. Melakukan pembahasan

5. Menarik Kesimpulan

Metode penelitian menurut metode ilmiah sebagai prosedur langkah-langkah teratur yang sistematis dalam mengimpun pengetahuan untuk dijadikan ilmu yang meliputi masalah, kerangka pemikiran, hipotesis, uji hipotesis, pembahasan dan kesimpulan.

PERBANDINGAN ISI MAKALAH DENGAN LITERATUR LAIN

Pada dasarnya, pengetahuan merupakan hasil tahu tentang sesuatu yang diperoleh melalui suatu usaha. Ada tiga macam pengetahuan, yaitu pengetahuan biasa atau pengetahuan inderawi, pengetahuan ilmiah atau ilmu, dan pengetahuan filsafati atau filsafat. Pengetahuan ilmiah atau ilmu berasal dari filsafat yang kemudian berkembang menjadi berbagai disiplin ilmu, baik yang termasuk kelompok ilmu kealaman maupun kelompok ilmu sosial. Pada dasarnya, nilai suatu pengembangan ilmu itu perlu ditinjau sejauh mana ilmu itu dapat menyumbangkan nilai tambah untuk kesejahteraan masyarakat tanpa harus mengorbankan nilai-nilai budaya mereka. Oleh karena itu, pemahaman tentang filsafat ilmu amat diperlukan. Beberapa pandangan tentang sains mempunyai arti ganda yakni sebagai ilmu pada umumnya dan sebagai ilmu yang mempelajari alam semesta saja. Mula-mula yang dipelajari orang adalah pengetahuan tentang alam yang merupakan lingkungan fisik individu, barulah kemudian berkembang ilmu sosial. Sains yang berarti ilmu kealaman pada dasarnya mensyaratkan adanya eksperimen. Ilmu pendidikan termasuk pendidikan bidang studi merupakan bagian dari ilmu-ilmu sosial.

Kajian filsafat ilmu pada dasarnya meliputi bidang-bidang kajian ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ontologi membahas hakikat ilmu, pandangan terhadap ciri-ciri atau sifat ilmu. Epistemologi membahas bagaimana memperoleh pengetahuan dalam kaitannya dengan logika, filsafat bahasa, dan ilmu-ilmu lain. Aksiologi membahas manfaat ilmu tertentu bagi kehidupan masyarakat.

Metode Ilmiah

Metode ilmiah adalah cara atau prosedur yang digunakan dalam kegiatan untuk memperoleh pengetahuan secara ilmiah atau ilmu. Langkah-langkahnya: 1) penetapan atau perumusan masalah, 2) penyusunan kerangka berpikir, 3) perumusan hipotesis, 4) pengujian hipotesis, dan 5) penarikan kesimpulan. Metode ilmiah dipilih dengan mempertimbangkan kesesuaiannya dengan objek studi dan bukan mencocokkan objek studi dengan metode. Jika setiap upaya dinyatakan sebagai upaya ilmiah, pertanyaan dasar yang diajukan sebagai tantangan terhadapnya ialah ada tidaknya sistem dan metode yang menjadi pedoman. Pengetahuan yang dipergunakan dalam penalaran itu bersumber pada rasio atau pada fakta. Paham rasionalisme menyatakan bahwa rasio adalah sumber kebenaran, sedangkan empirisme berpendapat bahwa fakta yang tertangkap melalui pengalaman merupakan sumber kebenaran. Tidak semua data dapat dikuantitatifkan dan dianalisis secara statistik. Misalnya, dalam penelitian deskriptif, eksploratif, studi kasus, menggunakan wawancara atau angket dan tidak harus menggunakan statistik. Metode penelitian seperti ini juga merupakan metode yang ilmiah. Dalam perkembangannya, metode ilmiah juga dimiliki oleh penelitian-penelitian sosial atau non IPA lainnya, meskipun langkah-langkahnya berbeda-beda. Hipotesis yang berupa pernyataan rasional perlu didukung oleh fakta-fakta empiris. Untuk itu fakta-fakta yang relevan harus dikumpulkan untuk menilai apakah hipotesis itu didukung oleh fakta-fakta atau tidak. Fakta-fakta yang berhasil dikumpulkan kemudian dianalisis dan diinterpretasikan melalui penelitian yang menggunakan eksperimen atau tanpa eksperimen untuk mengetahui apakah data empiris tadi mendukung atau tidak mendukung hipotesis itu.




Kebenaran dan Sikap Ilmiah

Paradigma merupakan cara pandang kelompok ilmuwan tertentu dalam menghadapi suatu masalah. Dalam kajian tertentu, mereka sepakat menerima praktik-praktik, hukum, teori, konsep-konsep, dan instrumen-instrumen yang dipilih sehingga melahirkan tradisi penelitian tertentu untuk mencari “kebenaran” Beberapa paradigma untuk mencari kebenaran adalah paradigma logika, paradigma ilmiah, paradigma naturalistis, dan paradigma modus operandi. Paradigma logika memandang bahwa kebenaran dapat ditunjukkan bila ada konsistensi dengan aksioma dan definisi-definisi yang berlaku. Menurut paradigma ilmiah, kebenaran diperoleh setelah hipotesis diverifikasi melalui eksperimen. Teknik yang dilakukan paradigma naturalistis adalah studi lapangan. Dengan pengalaman yang cukup dalam meneliti fenomena di lapangan akan diperoleh kesimpulan yang memang tidak dapat dilakukan. Paradigma modus operandi memandang bahwa kebenaran diperoleh dengan melakukan pengujian atau penelitian secara periodik. Kebenaran ilmiah dapat diperoleh melalui berbagai cara yang dilandasi oleh paradigma tertentu. Di dunia ini tidak ada hal yang benar-benar mutlak sebab kebenaran mutlak hanya ada pada Tuhan yang Maha Esa. Yang ada di dunia hanyalah kebenaran tentatif, validitas ilmiah. Sikap ilmiah merupakan hal yang sangat penting sebab sikap ilmiah ini sebagai kekuatan moral untuk memilih dan menggunakan metode ilmiah dalam menemukan kebenaran ilmiah. Metode berpikir kritis berbeda dalam disiplin ilmu yang satu dengan ilmu yang lain. Berpikir kritis harus dilatihkan guru melalui disiplin-disiplin tertentu. Skeptis adalah sifat tidak mudah percaya, selalu meragukan sebelum sesuatu dapat dibuktikan. Sikap ini akan mendorong ilmuwan untuk meneliti kembali pekerjaan ilmuwan sebelumnya.

Apabila kita hubungankan dengan Hakikat hidup manusia di muka bumi ini , bahwa hakikat manusia hidup di alam bumi ini ialah untuk berpikir tentang apa yang menjadi ke agungan Tuhan. Aktifitas berpikir manusia ini di dorong untuk mencari kebenaran yang hakiki, sehingga manusia paham betul segala sesuatu tentang jawaban yang selama ini mereka cari. Banyak tawaran pengetahuan yang dapat manusia ambil dalam rangka mencari kebenaran tersebut. Sering muncul dikotomi mengenai sumber dari pengetahuan itu sendiri ,yang pertama meliputi sumber pengetahuan dari barat, dan yang kedua pengeetahuan dari Timur. Kedua sumber pengetahuan tersebut mengadung konsekwensi sendiri-sendiri, sehingga bagi kita hanya bisa memilih mana yang kita ambil. Pencarian kebenaran menurut pengetahuan barat yaitu dengan aktifitas akal dan rasio,maka dengan akal dan rasio itulah kebenaran akan terungkap. Sebaliknya konsep pencarian kebenaran menurut pengetahuan timur yaitu dengan mengikutsertakan asas Ketuhanan sebagai alat pengungkap kebenaran, jadi tidak hanya akal semata, tetapi dogma agama juga berperan. Ketika manusia berpikir dalam pencarian kebenaran itu sebenarnya manusia sudah melakukan aktifitas berfilsafat..

Sebetulnya filsafat ilmu ini adalah alat bantu bagi manusia dalam mengungkap kebenaran yang hakiki yang disesuaikan dengan paham yang kita anut dalam pencarian kebenaran tersebut. Kebebasan berfikir bagi manusia dibuka dengan seluas-luasnya, tetapi bagi kita selaku bangsa Indonesia yang beridiologikan pancasila akan selalu dibatasi oleh falsafah dari pancasila itu sendiri. Kita sah-sah saja untuk berpikir ala barat dengan hanya akal dan rasio semata dalam mengungkap kebenaran, hanya saja jalan seperti akan liar dengan meneronbos batas-batas asas Ketuhanan dan akhirnya kita bisa menistakan falsafah Pancasila itu sendiri. Bagi kita selaku bangsa Indonesia yang beridilogikan pancasila, sekiranya dapat menahan diri dari nafsu berpikir secara liar. Kita akan membawa asas Ketuhanan dalam mengungkap kebenaran, tetapi tetap mengikutsertakan aspek rasio dalam mengungkapnya. Disini jelas sekali kita akan selalu taat kepada point pertama dalam Pancasila yaitu “ Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dalam prosesnya akan terjadi keseimbangan tempat dan takarannya, sehingga akan membawa kepada pencarian kebenaran yang hakiki. Oleh karena itu bagi bangsa Indonesia yang beridiolodikan pancasila harus senantiasa mengikutsertakan falsafah pancasila dalam kerangka berpikir baik kerangka berpikir ilmiah atau kerangka berpikir dalam kehidupan sehari-hari, karena pancasila sudah mengandung keseimbangan kodrati manusia.



[1] Kepuasan manusia tertinggi itu masksudnya manusia memahami, mengerti, dan menghayati tentang apa yang di temukannya.

[2] Ilmu-ilmu Barat berakar dari filsafat Yunani Kuno.

[3] Epistimologi, secara umum menyelidiki syarat-syarat serta bentuk-bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika.