Rabu, 10 September 2014

NALURI BERAGAMA SEBUAH KEMUTLAKAN SESEORANG ( KAJIAN SOSIOLOGI AGAMA)

 Oleh 
Deden Wahyudin, M.Pd

Kalau kita ditanya mengapa umat islam ketika agama dan Tuhannya dilecehkan mereka akan marah besar?, walaupun secara kualitas dalam beribadah mereka dikatakan relatif sangat kurang. Sebenarnya untuk menjawab persoalaan ini, kita harus mengkaji terlebih dahulu tentang apa itu islam, dan apa kultur budaya islam itu sendiri.
Di dalam diri setiap manusia secara sadar atau tidak sadar mempunyai naluri untuk beragama (Gharizahtun Taddayun) artinya ada rasa keinginan seseorang menyembah sesuatu yang lebih tinggi derajatnya dari manusia itu sendiri, apapun itu bentuknya. Ketika orang-orang menyatakan bahwa mereka anti-Tuhan atau Atheis sekalipun penganut kaum komunis, sebenarnya mereka telah mengalihkan naluri itu ke hal yang bersifat materialistis, dan hal itulah yang mereka agung-agungkan selama ini.
Dengan kita mengetahui bahwa di dalam diri manusia itu terdapat naluri seperti itu, maka kita tidak boleh heran lagi ketika simbol-simbol umat islam dilecehkan,maka serentak umat islam akan marah besar. Jangankan umat islam yang jelas-jelas mempunyai agama dan Tuhan, orang Atheis pun akan marah apabila simbol-simbol materi mereka dilecehkan. Kemarahan umat islam ketika adanya penghinaan terhadap simbol-simbol agamanya itu merupakan reaksi spontanitas dari adanya naluri keberagamaan tadi terlepas dari bagaimana kualitas beribadah mereka yang penting buat mereka menyalurkan naluri keberagamaannya
Selain itu adanya ikatan budaya di dalam diri umat islam yang kuat sehingga membentuk rasa kebersamaan yang akhirnya menimbulkan rasa sepenanggungan di antara mereka. Mereka secara naluri mempunyai kesamaan dalam hal beragama sehingga ada perasaan komulatif yang sama tentang memahami agama. Oleh karena itu hal-hal yang menyangkut masalah agama adalah hal yang bersifat sensitif bagi mereka yang harus disikapi dengan serius. Sikap sensitif ini muncul karena mereka menganggap bahwa agama adalah hal yang suci yang tidak boleh dipermain-mainkan.
Kultur atau kebiasaan semacam itu timbul dikalangan umat islam, sehingga sikap seperti itu mengalahkan hal-hal yang penting lainnya seperti mengenai inti dari ajaran agamanya seperti ke-Tauhid-an. Yang terjadi adalah mereka hanya mempunyai sikap rela membela secara habis-habisan ketika agamanya dilecehkan bahkan ada yang berani maju di depan untuk membelanya, tetapi disisi lain ketika substansi dari ajaran agamanya harus ditegakkan oleh individu-individu malahan mereka kurang menanggapi, malahan acuh-tak acuh. Adapun yang disebut subtansi dari ajaran agama itu ialah intinya yang tak lain amar ma’ruf nahi mungkar (menjalankan segala perintahnya dan menjauhi larangannya). Walaupun tidak semua umat islam mempunyai sikap seperti itu, tetapi kebanyakan dari kalangan umat islam mempunyai sikap seperti itu. Sikap membela agama merupakan hal yang baik, tetapi alangkah lebih baik lagi disertai dengan menegakan agama itu sendiri.
Oleh karena sikap pembelaan agama yang tidak disertai oleh pemahaman secara mendalam mengenai agama yang dibelanya akan menyebabkan lemahnya pembelaan kita. Oleh karena itu mari kita bela agama kita dengan disertai dengan kualitas keberagamaan kita yang baik sehingga apa yang kita pertahankan mempunyai makna yang berarti. Jangan sampai kita berbicara tanpa kita memahami apa yang kita bicarakan itu..

1 komentar:

  1. NAMA:RISA NOVITA S
    KELAS:XI.MIA.2
    SAYA SUDAH MEMBACA NALURI BERAGAMA SEBUAH KEMUTLAKAN SESEORANG ( KAJIAN SOSIOLOGI AGAMA)

    BalasHapus