Sabtu, 04 Desember 2010

Analisis Historiografi Tradisional : Penganalisis Deden Wahyudin, S.S

Judul Naskah : Tidak ada
Nama : Anonim
Di hasilkan : 1971
Alih Bahasa : Tidak ada
Diusahakan oleh : Ajip Rosidi ( Proyek Penelitian Pantun & Folklore Sunda Bandung 1971)

Deskripsi
Dilihat dari bentuk huruf dan penggunaan bahasa serta isi karangan naskah yang terkadung di dalam naskah, di perkirakan naskah itu dibuat oleh dua orang penulis. Isi karangan terbagi menjadi dua. Bagian pertama, karangan ditulis menggunakan aksara Jawa dan bahasa Jawa, sedangkan bagian yang kedua, karangan ditulis dengan aksar Arab (pegon) dengan menggunakan bahasa jawa dan sunda. Isi karangan secara keseluruhan memang bernafaskan keagamaan, namun nilai ceritanya hanyalah berupa luapan isi hati dan pikiran penulis sendiri tanpa memperhitungkan tema tertentu.

A. Rangkuman isi karang abagian pertama.
Karena ada beberapa halaman yang hilang. Atas dasar fisik nasakah ini , maka jalinan ceritanyapun mengalami crux (buntuan), sehingga sulit difahami dan tidak dapat diketahui bagaimana seharusnya rangkaian ceritanya yang mendahului. Dari halaman-halaman yang ada, jalan ceritanya dapat dikaji, bahwa secara mitologis penulis naskah menceritakan perjalanan sebentuk cahaya. Cahaya itu menerpa ke langit......(tak terbaca, rusak)dan dinamai jatitanpasapa. Dan selanjutnya menerpa ke berbagai langit yaitu langit purasani, disebut sang kocehak. Langit ireng (hitam), dinamai kumilip putih. Langit dunia, disebut bumi jagat. Dan kemudian berakir jatuh di bulan dan dinamai ngokanglarang, kemudian melewati megalametan dan dinamai Ratnayojana.
Cahaya tadi dibelah (dipecahkan) menjadi 1000 oleh malaikat dan dijatuhkan ke alam dunia, sehingga mulai saat itu timbullah negara dengan 1000 raja 1000 bahasa. Negara itu disebut Turomanggalahe yang berlokasi di gunung Sedang Kamulan, Yang diperintah Raja Jalak Roncenak. Dari perut sebelah kanannya keluarlah dua orang dara ayu. Kedua dara ayu itu dibawa menghadap ratu pertapa bernama Betara, dan kepadanya Jlak Roncenak mengatakan ia akan melakukan sidasatapa. Sambil bertapa tiba-tiba keluarlah anak laki-laki dan perempuan, masing-masing bernama Sang Kamasalah dan Kama Sarangsanglarah. Mereka pergi ke Galuh hulu sehingga disitu bercahaya seperti matahari. Karena bercahaya seperti cahaya matahari, kemudian daerah itu dinamai Gunung Padang. Kemudian memerintahlah di situ Ratu Jalak Ratacanak. Dian berputra Sagah, berputra Brahma, berputra Ragama, berputra Ratu Majakane, berputra Ratu Komara, berputra Ratu Pucuk Putih, berputra Tuparmana, berputra Ratu Dewa Kla Sakti, berputra Ratu Saudara Sakti, berputra dua orang, yaitu Hariyang Banga dan Ciung Manarah.
Sementara itu timbul usaha Ciung Manarah untuk merebut tahta kerajaan dari ayahnya Saudara Sakti (Raja Galuh). Perbuatan Ciung Manarah itu membawa akibat perang tanding dengan kakaknya, Hariyang Banga, yang berlangsung selama bertahun-tahun bahkan sampai berwindu-windu. Melihat gelagat demikian, maka turunlah Darmasiksa untuk melerainya, karena kedua-duanya sama kuat. Darmasiksa akirnya memutuskan, bahwa dengan batas Cipamali, Hariyang bangsa mengusai daerah daerah kerajaan sebelah timur Cipamali dan Ciung Manarah sebelah baratnya. Hariyang bangsa pergi ke timur dan mengabdi kepada Majapahit, sedangkan Ciung Manarah pergi ke barat ke daerah Pajajaran dan tinggal di Panday Dumas. Ciung Manarah berputra Purbasari yang dinikahkan debgab Lutung Kasarung. Drai prnikahan ini lahirlah Prabu Linggahiyang, berputra Prabu Linggawesi, berputra Prabu SusukTunggal, berputra Mundingkawati, berputra Prabu Anggalarang, berputra Prabu Mundingkawati Angga, berputra Prabu Mundingkawati Angga Siliwangi.
Setelah penulisan naskah diatas, kemudian penulis naskah mengalihakn perhatianya untuk menuliskan silsilah Mataram yang dimulai dengan kalimat Punika sajarah Mataram (inilah sejarah Mataram). Urutan ceritanya tersusun sebagai berikut Baginda Ali menikah dengan Ratu Tijah. Dari pernikahan ini lahirlah Seh Kore, berputra Seh Jujung, berputra Kiai Gedeng Sesela, berputra Pangeran Sedangka Jenar, berputra Pangeran Sedangklarepyak, berputra Pangeran Sultan Mataram, berputra Susunan Mataram, berputra Sususnan Mangkurat sebagai Raja terakhir (wekasan). Sejak saat itulah terjadilah peperangan di Waringin, Tegal wangi , Sumenep, Tangapegat, Bagelan, dan Tegak luar. Peperangan tersebut mengakibatkan banjir darah seperti sagar getih dan menggunung sigurah layaknya. Kemudian berdirilah dua orang satria yang memiliki sifat-sifat yang sama seperti Hariyang Banga dan Ciung Manarah.

B. Rangkuman isi karangan bagian kedua
Nasakah bagian kedua ini memang bernafaskan keagamaan, namun nilai ceritanya hanyalah berupa luapan isi hati dan pikiran penulis sendiri tanpa memperhitungkan tema tertentu. Dengan kata lain jalan ceritanya naskah tidak di maksudkan untul konsumsi lingkungan luar dari penulis seolah-olah tulisan tersebut hanyalah berupa tanya-jawab antara hati dan pikiran penulis sendiri. Sebagai seorang muslim dan muslimat dipertanyakan pada dirinya bagaiman seandainya ia berbuat jahat, serong, Syirik, tidak melakukan perintah dan tidak menjahui larangan allah. Tidak berbuat amal, suka mengumpat orang lain, dan berbagai bentuk perbuatan buruk lainya yang dikutuk oleh Allah. Pertanyaan ini dijawabnya sendiri, bahwa betapa tidaknya berartinya manusia sebagai ciptaan tertinggi Allah tidak menyatakan dirinya berterimekasih kepada penciptanya dengan melakukan perbuatan-perbuatan, disamping dipuji oleh manusia sesamanya, lebih penting lagi di ridhoi oleh Allah, barang siapa berbuat seperti yang dikehendaki Allah, sudah dapat dipastikan mendapat tempat disisi Allah lengkapa dengan segala kenikmatanyadi surga. Sebaliknya, orang yang mematuhi larangan-larangan Allah, maka ia di tempatkan di neraka jahanm. Demikianlah antara lain isi terpenting dalam cerita naskah bagian kedua ini.

Analisi naskah
A.genealogi/silsilah tokoh
Dalam naskah ini terdapat dua bentuk silsilah. Bentuk silsilah pertama mencerminkan silsilah pada masa pra islam dan lebih cenderung mendekati silsilah yang bersifat mitologis, jika diambil silsilah sejak Ratu Galuh yang bernama Ratu Sandura Sakti, maka akan diperoleh suatu gambaran silsilah tentang keturunan Raja pajajaran dengan susunan sebagai berikut: Ratu Sandura Sakti (Ratu Galuh) berputra dua orang, yaitu Hariyang Banga dan Ciung Manarah. Ciung Manarah berputra purbasari dan dinikahkan dengan Lutung Kasarung, kemudian berputra Prabu Linggahiyang, berputra Linggawesi, berputra Prabu Susuktunggal, berputra Mundingkawati Kusumah, berputra Prabu Anggalarang, berputra Mundingkawati Angga, berputra Mundinkawati Siliwangi.
Bentuk silsilah kedua dimulai dengan menuliskan kata-kata “punika sajarah Mataram” (inilah sejarah Mataram). Setelah Hariyangbanga ceritanga dibelokkan dahulu kepada silsilah baginda Ali yang menikahi Ratu Tijah, kemudian lahirlah Seh Kore, berputra Seh junjung
B. Asal mula raja sula
C. Mitologi melayu Pholenisia
D. Legenda pembuangan anak
E. Legenda permulaan raja
F. Tendensi menjunjung raja kula

Tidak ada komentar:

Posting Komentar