Sabtu, 04 Desember 2010

RESENSI BUKU OLEH DEDEN WAHYUDIN, S.S

Judul : Parijs van Java darah, keringat, air mata ( Novel )
Penulis : Remy Sylado
Tahun Terbit : 2003
Penerbit : Gramedia
Kota Terbit : Jakarta

Dalam novel yang saya baca ternyata banyak sekali informasi tentang bagaimana kehidupan sosial para indo di Indonesia pada awal abad 20 khususnya rentan waktu 1920-1925. Saya disini lebih fokus memperhatikan bagaimana kehidupan para pelacur Indo ( Belanda totok ) pada waktu itu, karena menurut saya ini sangat menarik sekali untuk di kemukakan dan diketahui oleh orang banyak
Hindia Belanda sering diaanggap sebagai negara bayangan dari negeri Belanda dan Hindia Belanda itu sendiri memiliki banyak ragam keunikan di dalamnya seperti mempunyai ragam suku, bahasa, dan budaya. Dengan keunikan inilah yang membedakan antara Hindia Belanda dengan negeri Belanda itu sendiri. Di Hindia Belanda pada masa awal abad 20-an banyak sekali indo-indo atau sering kita kenal dengan Belanda totok khususnya di daerah Bandung karena memang pada awal-awal abad 20 itu kita masih di jajah oleh Belanda.
Kita tidak pernah berpikir bahwa pada jaman kolonial itu ada sisi kehidupan yang dianggap gelap, maksud gelap disini yaitu kehidupan yang dianggap kotor seperti prostitusi, tetapi yang menarik disini ialah bahwa yang menjadi pelacurnya ialah perempuan-perempuan indo atau Belanda totok. Kehidupan seperti ini khususnya di wilayah Bandung pada tahun 1923 yang jelas-jelas pada sekitar tahun 1923 Bandung itu berbarengan dengan dibangun Bandung sebagai Paris Van Java. Kita akan menganalis apakah ada hubungannya antara kehidupan gelap itu seiring dengan di bangunnya Bandung sebagai Paris Van Java.
Pada masa awal abad 20 sekitar tahun 1920-an di Hindia Belanda tepatnya di Bandung terdapat rumah maksiat yang berkedok sebagai restoran milik pengusaha Belanda yang bernama Rumondt. Rumah maksiat ini terletak di atas jalan menuju Lembang. Namanya De Duif, yang artinya Merpati. Tapi di tempat ini yang dimakan adalah daging mentah , maka orang-orang pada saat itu sering menyebutnya de Duivel, artinya setan. Di rumah tersebut tersedia perempuan-perempuan sundal Belanda totok yang tergolong cantik bagi mereka yang mencari hiburan dengan biaya yang sangat mahal. Laki-laki yang biasa datang kesana rata-rata berusia senja yang memiliki kedudukan tetap, penghasilan tetap, dan selera yang tidak tetap. Artinya, lelaki yang datang ke situ tidak pernah mencicipi satu orang saja yang dilanggannya. Pengusaha rumah mesum yang bernama Rumondt itu selalu menawarkan pelanggannya untuk berganti-ganti pasangan mesum di De Duif. Adapun yang menjadi pelanggannya yaitu rata-rata orang-orang Belanda dan mungkin pula satu- satu dari lelaki pribumi yang menjadi langganan disitu dalah bangsawan dari Yogyakarta, yang tiga bulan sekali datang ke Bandung dengan urusan bisnisnya. Orang itu tak lain bangsawan Martosuwignjo yang dipanggil Gusti Jayeng.
Sebenarnya De Duif sudah dua kali diancam oleh anggota-anggota partai pergerakan nasional untuk di bakar. Ancaman itu bukan semaa-mata karena De Duif adalah rumah maksiat yang tadi berkedok restoran, tetapi karena di rumah itu justru hadir orang-orang yang terang-terangan pro penjajah. Salah seorang yang propenjajahan itu diantaranya ialah Martosuwignjo. Diterimanya Martosuwignjo di rumah itu karena kebetulan di berdarah bangsawan dan beruang banyak.
Di rumah maksiat itu banyak pejabat-pejabat tinggi dan pengusaha-pengusaha perkebunan yang melanggani perempuan Belanda totok kelahiran Banyuwangi bernama asli Agnes Janssens, yang kemudian mengganti nama menjadi Charlotte: bekas istri pegawai negeri di Surabaya yang mula-mula diperkosa oleh Rumondt dan karenanya hidupnya hancur dia dibawa Rumondt ke De Duif
Pada tahun 1923 De Duif tampaknya terancam tutup karena makin matangnya anggota-anggota pergerakan nasional menunjukan kekuatan dan pengaruh politik kepada pribumi untuk menumbuhkan semangat antikolonialisme dan imperialisme Belanda yang dimotori oleh empat orang anggota perkumpulan partai politik yang ada di bandung,yaitu soelastomo anggota Boedi Oetomo, oemar kartoborot anggota Sjarikat Islam, Fred s.s. Lang anggota Roekoen minahassa ,dan Jan bloom anggota indische sociaal democratische vereniging yang kemudian menjadi partai komunis Indonesia, bersama – sama enam puluh orang barisan huru hara,datang menemui rumondt, meminta supaya usahanya ini di tutup.
Yang paling sangar di antara mereka,jlan bloom, turunan Indo belanda yang membaca Das Kapital seperti membaca kitab suci, menuding Rumondt dengan kalimat ancaman yang khas bolsjewik dialah yang memimpin percakapan dalam pertemuan dengan Rumont hari ini. Rumondt tidak peka. Dia mengira ancaman orang-orang partai itu hanya sekefar gerk sambal. Dia kaget da n tubuhnya melemas seperti kehilangan tula, karena ternyata ancaman itu benar. Para Februari, api berkobar-kobar membakar De Duif setelah lima bom rakitan buatan orang-orang partai itu dilemparkan ke situ. Rumondt sebagai pengusaha rumah itu hanya bisa menyaksikan kobaran api menghacurkan De Duif. Juga sundal-sundal Belanda totok, termasuk bintangnya Charlotte, berlari-lari menghindari api.
Dengan dana yang diberikan oleh asuransi, ditambah dengan kresit yang berhasil diperolehnya dari Javasvhe Bank(mini menjadi Bank Indonesia) di Bragaweg (kini jl. Braga), merenovasi bekas Villa milik BYahudi menjadi De Duif yang baru. Tiga bulan lamanya merenovasi bangunan. Bagi Rumondt yang menjadi ancaman yang membahayakan adalah seorang Baron dan Hovel yang menunjukan kesan yang sangat condong akan perhatiannya terhadap persoalan-persoalan pribumi yang dijajah. Nama Hoevel secara langsung jadi sangat penting bagi perkumpulan Preanger Vooruit, sebab perkumpulan ini yang anggota-anggotanya terdiri dari pengnugsaha-pengusaha kaya Preanger planters yang giat mempromosikan bandung ke antero hindia belanda sebagai Parijs van java,dengan rangsangan veel mooi meisjes wonen hier, banyak perempuan bahenol berdiam disini menganggap ceramah hoevell kemarin itu dengan tegas mengancam usaha mereka.
Rumondt membahas ini dengan ketua preanger vooruit,Ch.J.C.T.Van der wijk.dia taahu van der vijk sangat cerdik dan berpikir tenang.Selama setahun ini Van Der Wijk menjabat ketua perkumpulan Preanger Voorit. Gagasan –gagasan kewisataan untuk menjadikan Bandung sebagai Parijs van Java sangat dipujikan orang dan sampai tiba pada satu nama yang membuat anggota-anggota Preanger Vooruit ini seperti kebakaran jenggot: Hoevel. Dengan kecerdikannya Van Der Wijk mengushulkan ide kasarnya untuk menyogok Hoevel. Rumondt. Rumondt akan terkejut besok-besok ketika dmia berhadapan langsung Kluyers
Kluyers mendatangi Hoevel untnuk membecirakan rencana Rumont untuk membangun kembali De Duif yang baru karena Romondt telah mendapat izin dari kepala izin bangunan, Haaxman, yang notabene anggota Preanger Vooriut. Rakyat pribumi yang sebelumnya tidak mtahu, kini menjadi tahu betapa jeleknya usaha orang-orang yang bersembunyi di balik Preanger Vooriut itu.. Parijs van Java yang dibangun oleh orgaisasi yang terkumpul dalam Preanger Vourit dijadikan semata-mata sebgai kota hiburan seks belaka, kata Kluyers ini sangat menyakitkan sekali, tetapi masih untung ada orang yang beradarah Belanda yang bernama Bloom, yang membakar De Duif..
Rumah maksiat telah selesai di bangun Rumondt, tetapi namanya diganti menjadi De Druif yang artinya anggur, kini snundal-sundalnya dianggapnya sebagai anggur, manis dan memabukan. Penggantian nama ini maksudnya untuk mengaburkan perhatian orang-orang yang selama ini mengintai terus sepak terjang orang-orang Preanger Voorit yaitu Bloom, Hoevel, dan Kluyer. Menjelang De Druif beroprasi, orang-orang yang tergabung dalam Preanger Vooruit menyambut dengan gembira. Dengan ruang kamar De Druif yang di desain nuansa abad ke 17, seluruh dinding dipenuhi dengan gambar-gambar dalam lis kaca, gambar yang paling mencolok adalah gambar dewa anggur Yunani dan Romawi, Bacchus.. Orang-orang Bandung nantinya amkan menyebut De Druif ini kafe, karena memang pension inilah satu-satunya di Bandung yang menyediakan kopi p[aling lengkap..
Dalam bulan pertama De Druif beroprasi, hanya empat orang snundal yang tersedia, termasuk primadonya Charlotte, Sundal-sundal yang dulu bekerja di Duif mereka pulang ke kampong halamananya masing-masing seperti Semarang, Durabanya, da n Banyuwangi. Tidaklah sulit untuk pengusaha De Druif waktu itu mendapatkan perempuan Belanda yang mau di ajak berselingkuh. Para pengusaha De Druif biasa mendapatkan perempuan Belanda totok di daerah Tegalega karena setiap tahun di Tegalega sering diadakan pacuan kuda dan semua orang Belanda di antero Priangan datang ke smitu dengan memakai pakaian putjih-putih. Perempuan-perempempuan Belanda hadir dengawn menggunakan gaun panjang, membawa payungsebagai mode. Perempuan-perempouan Belanda totok, yang berstatus istri resmi, dapat saja di ambil darmi arena pacuan kuda untnuk dibawa ke hotel, berzinah, lalu pulang kembali ke pacuan kuda untuk kembali menonton.. Di antara istri-istri yang akhirnya meninggalkan suaminya, cerai, dan berprilaku gatal yang kemudmioan meneruskan kesukaannya zinah itu de ngan menjadikan dirinya sebagai barang di hotel-hotel tertenthu luar De Duif yang kini De Druif. Oleh karena itu,orang Belanda di Bandung pada waktu itnu menjadi kecaman Hoevel.
Empat orang sundal yang sekarang ada di De Druif itu, dari istri-istri para suami yang sibuk, yang kini menjadi anggur-anggur Pendion De Druif adalah perempuan-perempuan yang di gaet pengusaha De Druif yaitu Rumondt di pacuan kuda di Tegalega. De Druif yang berkedok restoran ini sangatlah dijaga ketat, itu maksudnya untnuk menghindari dari intaian orang-orang yang melawan segala gagasan pariwisata Bandung di bawah konsep Preanger Vooruit yang menaruh seks sebagai unsure pemikat Parijs van Java.

Dengan paparan yang singkat ini, kita akan mengetahui bagaimana kehidupan social pada awal abad 20 sekitar tahun 1920 di Hindia Belanda khususnya di Bandung dengan kegiatan pelacuran yang sangat merajalela, dan kebetulan pada waktu itu Preanger Voouirit sedang gencar-gencarnya usaha untuk menjadikan Bandung sebagai Parijs van Java atau Parisnya di Jawa. Parijs van Java ini dibangun sebagai tujuan wisata di Hindia Belanda. Preanger Vooruit yang sebagai kumpulan yang membangun Bandung sebagai Parijs van Java ini menaruh Seks sebagai pemikat wisatawan. Konsep yang dipakai oleh Preanger Voourit sebagai pelaksanaan pembangunan banyak tentangan-tentangan dari berbagai pihak baik itu dari bangsa Belanda itu sendiri seperti dari Bloom, Kluyer, dan Hoevel, ada juga dari pejuang-pejuang pergerakan seperti organisasi Boedi Utomo, Sarekat islam Indishe Partij. Maka dengan itu kita tidak salah menyebut Bandung sampai sekarang sebagai tujuan wisata seks, karena jelas dari dulu pun Bandung sudah terkenal sebagai tujuan wisata seks yang berkedok Parijs van Java. Walaupun pada awal-awal abad 20 pelacur-pelacurnya di Bandung kebanyakan perempuan-perempuan indo, tapi ini merupakan jejak yang akan diikuti oleh perempuan-perempuan pribumi sampai sekarang ini
Mudah-mudahan laporan yang diambil dari buku yang saya baca ini, dapat menggambarkan bagaimana kehidupan social masyarakat di Hjindia Belanda khususnya di Bandung pada awal-awal abad 20-an dengan adanya kehidupan-kehidupan gelap seperti rumah-rumah pelacuran seperti De Druif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar